Menanamkan Citra Diri Sejak Dini
Jurnalis : Apriyanto , Fotografer : Apriyanto Dengan menanamkan kebiasaan hemat air sejak masa kanak-kanak, murid-murid TK Tzu Chi dibiasakan untuk menggunakan kembali air yang telah dipakai untuk cuci tangan dan menyiram tanaman. | Pohon yang besar dan kuat berasal dari benih yang kecil dan rapuh, demikian pula seseorang yang berkepribadian kuat dan tangguh berasal dari tunas yang kecil. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter anak, karena masa kanak-kanak merupakan awal pembelajaran bagi setiap orang dalam kehidupannya. Karena itulah pendidikan di masa kanak-kanak bisa dikatakan sangat penting, hingga para ahli perkembangan anak menyepakati bahwa masa kanak-kanak adalah periode emas dalam perkembangan manusia. |
Di zaman sekarang, banyak orangtua dan pendidik yang telah menyadari arti penting masa kanak-kanak sebagai masa emas perkembangan anak, dengan berusaha memberikan ajaran yang terbaik bagi anak-anak mereka. Taman Kanak-kanak (TK) pun banyak yang telah menerapkan dasar-dasar psikologi perkembangan dalam kurikulum ajarannya, salah satunya adalah yang diterapkan oleh TK Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkarang, Jakarta Barat. Selain menerapkan ajaran bahasa, kognitif, seni, fisik motorik, dan sosial, TK Cinta Kasih Tzu Chi juga memberikan satu tambahan yang masuk dalam kurikulum sosial yaitu, budi pekerti. Di TK ini anak-anak diajarkan bagaimana mencintai dirinya, sesama, orangtua, dan lingkungannya, termasuk sikap untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Sudah dua minggu ini TK Cinta Kasih Tzu Chi menerapkan kebiasaan baru bagi anak didik mereka, yakni belajar menghemat penggunaan air sejak dini. Rabu, 8 April 2009, sekitar 20 murid TK besar mempraktikkan penghematan penggunaan air, dengan cara air yang telah selesai dipakai untuk mencuci tangan dan tempat makan kemudian digunakan kembali untuk menyiram tanaman. Menjelang pukul 09.00, sekitar 20 anak TK Cinta Kasih Tzu Chi telah berbaris dengan rapih di depan bak pencucian tangan (wastafel). Pada bak tersebut telah tersedia dua buah baskom dan satu buah ember berukuran sedang. Praktiknya, anak-anak satu per satu diminta mencuci tangannya dengan sabun di baskom pertama, kemudian membilasnya di baskom kedua, dan diakhiri di ember ketiga. Air yang tidak tercemar oleh detergen akan digunakan untuk menyirami tanaman. Ket : - Air yang telah selesai dipakai untuk mencuci tangan dan piring (tidak terkontiminasi detergen -red) dapat Setelah selasai mencuci tangan, tiga siswa April, Dilla, dan Mentawai ditugaskan untuk menyirami tanaman dengan air yang telah digunakan tadi. Selanjutnya, mereka kembali ke kelas untuk berdoa sebelum makan. Pada saat aktivitas makan, Sandra Devi selaku guru TK memperhatikan aktivitas anak-anak. Bila kedapatan ada siswa yang tidak membawa makanan, maka Sandra mendorong anak-anak yang lain untuk mambagikan makanannya. Tidak lupa Sandara juga mengajarkan kepada anak yang menerima dan memberi makanan untuk mengucap ”terima kasih”. Menurut Sandra, kegiatan hemat air merupakan bagian dari program pendidikan sekolah untuk menanamkan cinta terhadap lingkungan. “Masa kanak-kanak lebih mudah untuk didisiplinkan dan dimasuki pesan-pesan yang positif, karena itu program ini diawali dari tingkat TK terlebih dahulu dan kemudian akan dilanjutkan sampai tingkat kelas atas,” kata Sandra. Sandra juga menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari kebudayaan humanis, yaitu mendidik anak-anak untuk mempunyai citra diri yang baik. “Citra diri yang baik tidak hanya harus berpenampilan yang rapih dan bersikap santun, tetapi seorang anak harus mampu memiliki kesadaran terhadap lingkungannya,” terang Sandra. Selain diajari cara menghemat air untuk mencintai lingkungan, anak-anak juga diajarkan kebiasaan membersihkan alat-alat bermain dan belajar yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Menurut Shen Li Cin, relawan Tzu Chi, mereka juga diajarkan untuk menanam benih pepohonan di sekolah dan juga memangkas daun-daun tanaman yang terlihat layu. Untuk menumbuhkan kebijasanaan dalam pengunaan barang-barang plastik, mereka diwajibkan untuk membawa kotak makanan dan minumnya sendiri. Ini bertujuan bila mereka ingin membeli makanan di kantin, mereka sudah tidak lagi menggunakan plastik sebagai wadahnya. Dengan program pencitraan diri diharapkan sesuatu yang bernilai positif tertanam di dalam diri seorang anak. “Diharapkan seorang siswa memiliki penampilan yang baik, sikap yang baik, dan perilaku yang baik yang bisa dicontoh oleh orang lain,” harap Sandra. Ket : - Untuk menumbuhkan kemandirian anak, setelah selesai makan, murid-murid TK Cinta Kasih Tzu Chi Dengan pendidikan yang tepat dan baik, setidak-tidaknya dapat memberikan dampak yang positif terhadap diri anak. Salah satunya seperti yang dituturkan Rossidah Liawati, yang mengaku selama putranya Ahmad Fauzan Adlla bersekolah, banyak hal positif yang terlihat dalam diri Fauzan. “Ia lebih berdisiplin diri. Selama bersekolah Fauzan berpakaian lebih rapih, lebih menurut kepada orangtua, dan dia sering mau mencuci tempat makanannya sendiri,” terang Rossidah. Menurutnya, selain pengetahuan umum yang didapat dari sekolah seperti mengenal huruf, berhitung, menggambar, dan olahraga, yang tidak kalah penting adalah Fauzan mendapatkan pendidikan budi pekerti sejak dini. Lebih awal seorang anak diberikan pendidikan budi pekerti, maka akan lebih kuat citra itu melekat dalam persepsi seorang anak. Sebab di masa ini seorang anak yang polos akan menyerap semua informasi dari lingkungannya dan diolah oleh persepsinya sendiri, kemudian melekat menjadi kepribadiannya kelak. Dorothy Law Nolte, seorang tokoh perkembangan mengatakan, “Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” Oleh karena itu, orangtua dan para pendidik sepatutnya sejak dini menanamkan citra diri yang baik kepada anak-anaknya. Pribadi yang sehat tumbuh dari pengajaran yang sehat. | |