Menanamkan Sikap Jujur
Jurnalis : Yogie Prasetyo (Tzu Chi Tj. Balai Karimun), Fotografer : Yogie prasetyo, Mie li, Melvin (Tzu Chi Tj. Balai Karimun)Senyum gembira para Xiao Tai Yang pada saat mengikuti kelas budi pekerti yang dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2014 di kantor Tzu Chi.
Memiliki budi pekerti yang baik merupakan keinginan setiap orang tua kepada anaknya. Namun segala perilaku anak tidak terlepas dari pola asuh orang tunya. Oleh karena itu setiap orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik dan memberikan bimbingan yang baik agar anak memiliki sifat yang baik pula. Untuk itu, pentingnya pendidikan diajarkan sejak dini baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Seperti halnya kelas budi pekerti yang diselenggarakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun, setiap bulan memberikan pelajaran baru tentang budi pekerti baik.
Minggu, 24 Agustus 2014, merupakan awal kegiatan kelas budi pekerti. Kegiatan kali ini dihadiri oleh 42 relawan Tzu Chi dan 27 peserta kelas budi pekerti. Sebelum pemaparan materi dilaksanakan kali ini, Lissa Mama memberikan pengenalan tentang tata cara penghormatan, dari mulai cara anjali, posisi tangan hingga posisi badan sewaktu memberi penghormatan. “Posisi tangan beranjali didepan dada, dan pandangan diarahkan ke ujung jari tengah,” intruksi Lissa Mama kepada Xiao Tai Yang (anak kelas budi pekerti). Pengenalan ini dilakukan agar anak-anak dapat menerapkan cara penghormatan ketika menghadap altar Buddha.
Sebelum memasuki pada sesi materi, para Xiao Tai Yang diajarkan kembali tentang bentuk penghormatan yang dilakukan di Tzu Chi.
Dwi papa memberikan materi mengenai kejujuran pada kelas budi pekerti kali ini. Steven pun dengan antusias memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pemateri.
Kali ini, anak-anak dibekali dengan tema kejujuran. Sebelum memberikan penjelasan tentang apa itu kejujuran, Dwi Papa memberikan pertanyaan kepada Xiao Tai Yang tentang pengertian jujur. Salah stau Xiao Tai Yang, Steven menjawab dengan lantang, “Jujur itu tidak berbohong dan selalu berkata benar kepada orang yang lebih tua.” ”Jujur adalah berbicara dengan apa adanya atau sesuai dengan apa yang terjadi, jadi ketika kita berbicara dengan orang lain belajarlah berbicara dengan baik dan benar atau dengan jujur tidak boleh berbohong,” tegas Dwi Papa. Dwi Papa juga memutarkan sebuah video tentang kejujuran.
Dalam video itu diceritakan ada seorang anak petani yang suka berbohong dan mengatakan suatu hal yang tidak benar tentang seekor singa yang memakan ternak warga. Sampai beberapa kali kebohongan itu dia lakukan. Hingga suatu saat kejadian yang benar-benar terjadi tantang seekor singa memakan ternak. Anak petani itu berteriak dan meminta bantuan warga, karena anak itu sudah tidak dipercaya oleh warga dengan kebohongannya, maka tidak ada satu pun warga yang mendengarkan perkataanya. Intinya adalah janganlah berkata tidak benar kepada siapa pun walaupun hanya bercanda, belajarlah untuk berkata benar dan jujur apa adanya, agar nantinya kita dapat dipercaya oleh orang lain. Orang yang jujur selama 100 tahun tidak akan dipercaya lagi ketika ia melakukan kebohongan walaupun hanya sekali saja.
“Jadi mulai sekarang berbicaralah yang baik dan benar jangan berbohong, kita harus berlatih berbicara jujur,” kata Dwi Papa. Diakhir pemaparannya, Dwi Papa memberikan sebuah tes kejujuran kepada Xiao Tai Yang. Mereka diminta menyiapkan selembar kertas dan pena, kemudian mereka diminta menutup mata dan mendengarakan intruksi Dwi Papa untuk menggambar lingkaran besar, lingkaran kecil hingga membentuk sebuah kepala. “Yang merasa gambarnya bagus berdiri,” ucap Dwi Papa. Ada beberapa Xiao Tai Yang yang berdiri dengan bangganya. Dwi Papa pun memberikan kesimpulan tentang tes kejujuran tersebut bahwa yang berdiri berarti tidak jujur, karena ketika mata tertutup akan sulit menggambar lingkaran bentuk kepala dengan sempurna. Maka dari itu belajar jujur pada diri sendiri mulai dari hal yang paling kecil sekali pun, agar kita dapat dipercaya oleh orang lain.