Menanti Awal yang Baru
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta WulandariRelawan Tzu Chi dan anggota Kopassus bersiap untuk membongkar rumah Juminah di Perum Kopassus Pelita 1, Cimanggis, Kamis (12/4/18).
Separuh hidup Juminah (73), dilaluinya tanpa sang suami, Alm. Sertu Ahmad Sutamu. Separuh hidupnya pula, ia harus membesarkan 8 anak seorang diri di rumah peninggalan suaminya, di Perum Kopassus Pelita 1, Cimanggis.
Seiring perjalanan waktu, anak-anak Juminah sudah mulai berkeluarga dan berpindah dengan keluarga masing-masing. Di rumah berukuran 76 meter persegi itu, kini ia tinggal bersama dua anak, dua cucu, dan satu menantunya. Anak dan menantunya dibuatkan satu kamar terpisah dari bangunan rumah yang terbuat dari papan beratap seng. Kondisinya lusuh karena banyak tumpukan sampah berbau kurang sedap.
Di bagian belakang rumah, ada dapur yang menjadi satu dengan tempat untuk mandi, mencuci baju, mencuci piring, juga menjemur pakaian. Tak ada plafon di atasnya, hanya ada kayu dan seng. Atap ruangan ini juga pernah ambruk beberapa tahun lalu karena tiupan angin kencang. Hingga saat ini, Juminah masih was-was, takut kalau kejadian itu terulang lagi. Namun ia tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa memanggil tukang untuk merenovasi sebisanya.
Juminah, Ibu yang Kuat
Di bagian belakang rumah Juminah, ada dapur yang menjadi satu dengan tempat untuk mandi, mencuci baju, mencuci piring, juga menjemur pakaian. Tak ada plafon di atasnya, hanya ada kayu dan seng.
Menjadi salah satu keluarga yang mendapatkan bantuan renovasi rumah dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang bekerja sama dengan Kopassus ini, Juminah tak habis bersyukur. Tiga puluh empat tahun sudah Juminah berjuang sendiri membesarkan dan menghidupi 8 anaknya. Tak pernah sedikitpun ia mengeluh karena ditinggal suami. Juminah berlapang dada, bersabar, dan bertawakal. Ia yakin bahwa berkah dan rezeki akan datang pada waktunya.
Untuk menjalani hidup, ia bergantung pada gaji pensiunan suami yang besarnya tidak lebih dari 1.2 juta rupiah ditambah beberapa usaha kecil-kecilan yang ia lakukan. Tak heran kondisi rumahnya tampak berantakan, bocor di sana sini, dan kurang layak huni.
“Nggak punya biaya buat benerin, Bu,” ucapnya tersenyum. “Sekarang saya merasa gembira sekaligus sedih,” tambahnya lirih. “Gembira karena doa kami bertahun-tahun akhirnya akan terwujud. Tapi juga sedih karena bapak (suami) tidak ada di sini. Tidak bisa merasakan kebersamaan ini,” lanjutnya.
Pembongkaran rumah Juminah dilakukan oleh relawan Tzu Chi dan anggota Kopassus. Pembongkaran ini diawali dengan menurunkan atap seng bagian kamar anak dan menantu Juminah.
Alm. Sertu Ahmad Sutamu memang meninggalkan keluarga tanpa satu pesan apapun. Juminah juga tidak tahu sakit apa yang diderita suaminya sampai suaminya meninggal. “Bapak itu masuk rumah sakit jam 12 malam, jam dua pagi meninggal,” ingat Juminah. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan kecuali mendoakan suami dan berlapang dada.
“Saat bapak meninggal, anak bungsu saat itu masih umur 8 bulan. Ya sebagai ibu, saya hanya ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Walaupun yang terbaik itu ya cukup seadanya saja,” tukas Juminah.
Melihat relawan Tzu Chi dan anggota Kopassus berkumpul dan bersama merobohkan rumahnya, Kamis (12/4/18), Juminah kembali berkaca-kaca. “Terima kasih, Pak, Bu. Saya hanya bisa berdoa semoga semua dilimpahkan rezeki dan kesehatan,” tuturnya.
Selama menanti rumahnya direnovasi, Juminah nantinya akan tinggal di rumah kerabat yang tidak jauh dari rumahnya. Ia pun ingin membantu para tukang yang setiap harinya datang. “Memang tidak banyak yang bisa saya lakukan, tapi ini wujud terima kasih saya,” ucap Juminah.