Menanti Selama 14 Tahun
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto dan Anand |
| ||
Setiap siang, setiap kali berkumpul dengan teman-temannya, Masir gemar sekali bermain perang-perangan dengan menggunakan ketapel. Menggunakan cabang kayu sebagai senjatanya dan biji buah atau tanah liat sebagai peluru, anak-anak di kampung itu sudah siap melakukan pertempuran. Mereka saling berlari, saling bidik, dan kemudian saling menembakkan peluru. Tapi musibah tentu tak dapat diduga, saat pertempuran sedang berlangsung mata sebelah kiri Masir tiba-tiba terkena peluru ketapel. Bukan main pedihnya saat itu, hingga air mata pun mengalir tanpa terbendung. Dan karena situasi semakin berbahaya, permainan pun dihentikan. Temannya yang tak sengaja melepaskan peluru ke arah matanya pun langsung meminta maaf dan memohon agar Masir tak mengadu kepada orang tuanya. Maka atas dasar kesetiakawanan Masir mengiyakan permohonan kawannya itu. Setelah beberapa hari menahan sakit, kejanggalan pun mulai muncul. Perlahan-lahan penglihatan sebelah kiri Masir menjadi kabur. Kendati demikian ia tetap tak berani mengadu kepada orang tuanya. Baginya menyelamatkan persahabatan adalah jauh lebih penting dari pada mempermasalahkan ganti rugi. Semakin lama ia diamkan, penglihatannya pun semakin kabur. Sampai berita dari seorang tetanggalah, Arsilan dan Punisa baru tahu putranya tak bisa melihat yang disebabkan oleh ketapel. Di saat itu ketabahan Masir kembali teruji. Ia tak hanya berani menerima keadaan, tapi juga ikhlas untuk tak menuntut balas karena setia pada perjanjian. “Biarlah, ini juga karena tak sengaja,” kata Masir mengulang perkataannya dulu. Melihat ketabahan dan keikhlasan Masir, akhirnya orang tuanya pun menjadi ikhlas menerima kecelakaan ini. Dan hari-hari Masir pun mulai diisi dengan pandangan yang tak jelas. Makanya, melihat kegigihan Masir, kakak lelakinya berusaha mencari alternatif pengobatan baginya. Hingga suatu hari, berita tentang baksos operasi Katarak dan Ptrygiun Tzu Chi seolah membuka tabir harapannya. Maka dengan segala upaya Masir didaftarkan oleh kakaknya sebagai pasien katarak. Setelah menjalani seleksi, Masir pun dinyatakan boleh menjalani operasi Katarak pada hari Jumat 8 November 2013. Pada pagi hari, saat ia mendaftarkan kembali dirinya di meja pendaftaran, semangatnya terlihat menggebu-gebu. Menggebu karena keinginannya untuk sembuh, dan berkobar-kobar karena semangatnya ingin mengejar cita-cita sebagai pegawai kantoran. Satu hari berikutnya setelah operasi selesai dilaksanakan, mata Masir kembali diperiksa oleh tim medis. Saat itulah, menjadi momen terindah bagi Masir. Selama empat belas tahun ia tak bisa melihat menggunakan mata kiri, kini bagaikan bermimpi ia kembali bisa melihat cahaya dan benda-benda menggunakan kedua matanya. Raut wajahnya pun menjadi ceria. Makanya Masir berikrar, setelah pulih ia akan berziarah ke Keraton Pontianak. Di tempat itu, ia akan membaca surat Yasin sebanyak tiga kali, dan di tempat itu pula ia akan mengumandangkan tentang cinta kasih. Sebab ia bisa sembuh karena adanya cinta kasih yang menembus perbedaan. “Saya akan nazar membaca Yasin dan bercerita tentang kebaikan Tzu Chi,” katanya dengan logat Melayu. | |||
Artikel Terkait
Berbagi Kasih dengan Penyandang Tuna Netra
30 April 2021Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1442 H, relawan Tzu Chi cabang Sinar Mas melaksanakan kegiatan kemanusiaan dengan tema “Untaian Kasih Ramadan”. untuk masyarakat pra sejahtera dan kelompok Tuna Netra pada 27 April 2021.

Kamp Pelatihan dan Pelantikan APL dan Komite 2025: Dari Langkah Pradaksina Hingga Melangkah Bersama
25 Februari 2025Banyak kisah inspiratif yang dibagikan. Seperti Lin Xiao Shi yang meninggalkan kehidupan gemerlap untuk arah hidup yang benar.