Menapak Jalan Menuju Masa Depan
Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand Yahya Anak-anak Sekolah Dasar Negeri 10 Banda Aceh beranjak pulang dari sekolah menuju rumahnya yang hanya beberapa meter saja dari rumahnya. |
Gedung Sekolah Dasar Negeri 10 diam di bawah langit kelabu. Siang itu, 13 Agustus 2009, Perumahan Cinta Kasih Panteriek tak terlalu panas seperti biasanya. Hujan sempat turun beberapa jam lalu. Pukul 13.00, anak-anak baru saja pulang sekolah. Mereka berjalan kaki menyusuri jalan berpaving block dan berbelok ke gang cinta kasih rumah mereka.
|
Lima Belas Menit dari Rumah Gadis cilik yang duduk di kelas 5 SD ini adalah bungsu dari keluarga M. Zaini dan Aslinda. Seperti sebagian penghuni perumahan ini, ayahnya juga seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Zaini sudah lama bekerja di kantor walikota, di bagian Keistimewaan (administrasi atau pencatatan keuangan –red). Ia mendaftar ke SDN 10 sejak kelas 2. ”Abis tsunami kita ngungsi di barak dekat stadion. Di sana ada bangun SD gitu-gitu aja. Di sana sudah SD lalu kita dapat rumah di sini,” Aslinda menerangkan. Kondisi sekolah di dekat barak itu sangat sederhana, berdinding tripleks. Sewaktu keluarganya pindah, Nova memang baru setengah menjalani kelas 1, sehingga setiap hari ayahnya mengantar jemput Nova di sela waktu kerjanya di kantor. Ket : - Kendaraan becak motor yang menjadi ciri khas di Banda Aceh sedang melintas di depan pintu utama Aslinda sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Kakak tertua Nova belum lama menyelesaikan akademi dan sudah menjadi seorang polisi, sementara kakak keduanya baru masuk menjadi mahasiswa di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Untuk alasan-alasan pendidikan ini, Aslinda menyatakan ia sudah beberapa kali menguras tabungannya. Maka, meski berkeinginan menambah sedikit ruangan di rumah mereka di Panteriek itu, Aslinda harus bersabar. Keluarga beranggotakan 5 orang itu hidup tenteram di rumah kecil mereka dengan memaksimalkan fungsi ruang yang ada. Ruangan ditata apik dan rapi. Nova sendiri sepulang sekolah, biasa beristirahat sebentar di rumah lalu pergi mengikuti les (bimbingan belajar). ”Dia rajin, kayak pulang sekolah ni makan, mandi, ganti baju, dia les lagi. Tempat Cina (keturunan Tionghoa –red) tu, di Barat 7. Jam 2 mulai les, pulang jam 4, trus main sebentar. Abis Maghrib jam 6 pergi ngaji, baru pulang jam 9 malam,” sang ibu menyebut satu per satu kegiatan putri bungsunya. Aslinda mengaku merasa nyaman tinggal di perumahan yang ditinggalinya 4 tahun terakhir ini, tanpa banyak masalah dengan para tetangga barunya. ”Kita senang saja tiap hari, tertawa-tawa, dipikir orang banyak uang, padahal uang tak ada,” katanya sambil tertawa. Ket : - Aslinda, warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek, Banda Aceh, sudah 4 tahun tinggal di perumahan Membimbing Semua Anak Sejak masih lajang, Wan Cin memang sudah menggeluti bidang ini. Saat ini, ada 20 anak di Perumahan Cinta Kasih Panteriek yang mengikuti kelas bimbingannya. Anak-anak itu mulai dari tingkat TK sampai dengan SD kelas 6. Seorang cukup membayar 100 ribu rupiah setiap bulannya. Warga Panteriek berasal dari latar belakang yang beragam. Murid-murid bimbingan Wan Cin ada yang merupakan anak dari PNS sampai dengan anak tukang becak. Dan di mata Wan Cin, sedikit pun mereka tak berbeda, termasuk dalam perihal belajar. ”Namanya anak, pasti ada yang kemampuannya (daya tangkap) lebih, ada yang kurang. Maka kita harus mengerti dan bisa sabar,” katanya di sela-sela jam bimbingan.
| |
Artikel Terkait
Perayaan Waisak 2023 yang Khidmat di Medan
26 Mei 2023Tzu Chi Medan menyelenggarakan perayaan tiga hari besar, yaitu Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada Minggu, 14 Mei 2023.
Berbagi Paket Sembako kepada Warga Paling Terdampak Pandemi di Bali
14 Juli 2021Masa pandemi yang makin panjang menyebabkan perekonomian terpuruk, terutama di Pulau Bali yang sangat bergantung pada pariwisatanya. Para relawan Tzu Chi di Bali pun bersatu hati berbagi cinta kasih berupa paket sembako untuk kalangan yang paling terdampak.