Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Dokter terkejut ketika melihat luka di kedua kuping Cecep. Meski terasa gatal, dokter melarang Cecep untuk menggaruknya dan memberikan obat untuk penyembuhnya.

Ketika pertama kali Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan, hampir 90% para santri mendaftar karena mengeluh terkena berbagai penyakit. Tapi perlahan-lahan, jumlah ini semakin menurun setiap tahunnya. Kini, dalam baksos kesehatan yang pertama di tahun 2009, jumlah santri yang mendaftar hanya 1.100 orang.

Setiap tahun, jumlah santri yang mondok di Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor, Jawa Barat selalu bertambah. Jika tahun 2008 jumlah santri berkisar 12.000 orang, kini jumlahnya bertambah lebih dari 13.000 orang. Dengan jumlah santri sebesar itu, tidak heran jika banyak santri yang menderita penyakit, khususnya kulit dan gigi. Karena itu, untuk menanggulanginya, pihak pesantren mencoba mengatasi secara mandiri dengan membuat poliklinik untuk menangani masalah kesehatan santrinya. “Setiap kamar ada ketua kesehatannya, jadi mereka inilah yang memberikan penyuluhan dan jika mendesak, maka diobati di poliklinik,” kata Habib Saggaf, pimpinan Pondok Pesantren Al Ashiyyah Nurul Iman ini. Meski begitu, Habib Saggaf berharap agar baksos kesehatan Tzu Chi dapat terus dilakukan, mengingat jumlah santri yang berobat tidak sebanding dengan sarana dan prasarana medis yang ada di pondok pesantren ini. Terlebih para santri yang mondok di pesantren ini tidak dikenakan biaya, alias gratis.

Sebuah Cobaan
Dengan wajah tertunduk, Cecep, santri yang duduk di kelas 2 MTs Pondok Pesantren Nurul Iman ini menghampiri ruang periksa dokter. Cecep yang bernama lengkap Cecep Febri Bahari ini kondisi kesehatan kulitnya sangat memprihatinkan. Telinganya menampakkan luka yang masih basah. Wajah dan tangannya juga dipenuhi bintik-bintik kecil yang menurutnya sangat gatal. “Dah diobatin di poliklinik, tapi masih belum sembuh,” kata Cecep lirih. Padahal, sewaktu baru pertama kali datang ke pondok ini, ia sama sekali bebas dari penyakit ini. Cecep juga mengaku setiap hari selalu mandi. “Tapi nggak tahu yah, saya sih nganggapnya sebagai ujian dan tantangan saya dalam mengejar cita-cita,” katanya yang bertekad ingin menjadi kyai atau ustadz ini.

foto  foto

Ket : - Para santri Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman juga membantu para relawan dan dokter yang
           sedang mengobati rekan-rekan mereka. (kiri)
         - Selain baksos kesehatan, relawan Tzu Chi juga mengadakan pemotongan rambut bagi para santri
           di Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor, Jawa Barat. (kanan)

Cecep yang asli Karawang, Jawa Barat ini mulai menjadi santri sejak tahun 2008, atau selepas dari sekolah dasar (SD). Meski orangtuanya terbilang mampu untuk membiayainya jika ingin melanjutkan ke sekolah umum, Cecep memilih untuk mondok di Nurul Iman. “Sudah tekad saya sejak dulu untuk jadi ustadz,” tegasnya. Ia ingin meniru jejak sang kakak yang juga mondok di daerah Tasikmalaya. “Masa kakak saya bisa, saya nggak sanggup,” tegasnya. Ia pun berharap dengan baksos kesehatan ini, penyakit yang dideritanya bisa hilang. “Mudah-mudahan bisa sembuh, biar bisa lebih betah lagi belajar di sini,” ungkapnya.

Selain baksos kesehatan (umum, gigi, dan kulit), relawan Tzu Chi juga mengadakan gunting rambut dan pembagian bubur kacang hijau. Para santri dengan tertib dan tenang mengantri menunggu giliran, baik untuk dicukur rambutnya maupun mengambil bubur kacang hijau. Muhasan, siswa MTs, dengan gembira menerima bingkisan susu, makanan ringan, dan buah dari relawan Tzu Chi. Muhasan yang asli Bekasi ini kini rambutnya telah tertata rapi setelah relawan Tzu Chi memangkasnya. “Biasanya cukur sama teman, tapi kadang nggak kebagian,” keluhnya. Seperti Cecep, Muhasan pun bercita-cita menjadi ustadz.

foto  foto

Ket : - Dengan tertib, para santri mengantri untuk mengambil bubur kacang hijau yang diberikan oleh relawan
           Tzu Chi. (kiri)
         - Habib Saggaf bersama relawan Tzu Chi tengah meninjau lokasi yang akan dibangun untuk perluasan areal
           pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Iman. (kanan)

Pilihan Muhasan untuk mondok dilatarbelakangi alasan ekonomi. Ayahnya yang bekerja membuka bengkel sepeda di Bekasi, tidak sanggup lagi membiayai pendidikannya. Tidak ingin cita-citanya kandas di tengah jalan, Muhasan pun kemudian menuntut ilmu di Nurul Iman. “Kalau nggak masuk sini, saya nggak bisa belajar lagi,” katanya. Muhasan mengaku senang dengan adanya baksos kesehatan dan kunjungan relawan Tzu Chi. “Selain bisa berobat dan cukur rambut, relawan dan dokternya juga baik-baik,” pujinya.

Baksos Pertama di Tahun 2009
Menurut Yasin Halim, relawan Tzu Chi, baksos ini merupakan baksos pertama Tzu Chi di pesantren ini di tahun 2009. “Targetnya kita minimal dalam setahun 3 kali,” kata Yasin yang juga sekretaris He Qi Selatan. Dalam baksos kali ini, sebanyak 1.000 santri mendapatkan pelayanan kesehatan umum dan 100 orang gigi. Sementara jumlah tenaga medis sebanyak 28 orang, terdiri dari 18 dokter umum dan 10 dokter gigi. “Relawan yang terlibat cukup banyak, sekitar 100 orang. Rupanya meski ini masuk wilayah selatan, relawan dari He Qi Utara dan Bandung juga turut membantu,” terang Yasin.

foto  foto

Ket : - Yasin Halim, relawan Tzu Chi yang mengaku sangat salut dengan kerja sama yang dilakukan para santri
           yang bertugas membantu kelancaran jalannya baksos kesehatan pada 26 Juni 2009. (kiri)
         - Para santri juga membantu mencuci dan mensterilkan alat-alat kedokteran yang dipakai dalam baksos
           kesehatan. (kanan)

Yasin juga memuji bagaimana para santri yang bertugas membantu jalannya baksos kesehatan ini bekerja dengan sangat baik dan maksimal, “Pengaturannya luar biasa. Mereka bisa berbaris, mengantri, dan tidak berebutan dibandingkan dengan baksos-baksos lain yang dilakukan Tzu Chi di tempat lain.”

Melihat banyaknya jumlah santri yang mengalami sakit kulit dan gigi, Yasin setuju jika diadakan tindakan preventif untuk mencegah penyakit ini. “Mungkin ini ide yang baik. Kita adakan penyuluhan kepada para santri untuk menjaga kesehatannya, terutama kebersihan mulut dan kulit,” kata Yasin. Pengobatan tentunya wajib dilakukan jika tubuh sudah terserang penyakit, tapi tindakan pencegahan tentunya akan lebih baik lagi dilakukan.

 

Artikel Terkait

Waisak 2557: Meningkatkan Kebajikan

Waisak 2557: Meningkatkan Kebajikan

22 Mei 2013 Tema khusus yang diangkat dalam peringatan ini adalah agar tumbuhnya keharmonisan dan kesatuan dalam masyarakat, mengingatkan kita untuk berbakti pada orang tua serta untuk meningkatkan kebajikan.
Bersumbangsih untuk Sesama

Bersumbangsih untuk Sesama

19 Oktober 2018
Pada 16 Oktober 2018 penuangan celengan bambu dilaksanakan di Widya Salon, yang berlokasi di Jl. Sadakeling No. 12 Bandung. Para donatur yang telah menabung di setiap hari untuk mengisi celengan SMAT ini terlihat begitu bahagia saat menuangkan isi celenganya ke dalam kolam dana.
Kebersamaan dalam Buka Puasa Bersama TIMA, RSKB, dan Tenaga Pendidik

Kebersamaan dalam Buka Puasa Bersama TIMA, RSKB, dan Tenaga Pendidik

06 Juli 2015
“Terima kasih kepada anggota TIMA, RSKB, dan tenaga pendidik. Tak terasa sudah satu tahun berlalu sejak kita melakukan buka puasa bersama dan sangat bersyukur kita dapat melewati satau tahun dengan damai. Mudah-mudahan kita bisa melakukan hal serupa di tahun yang akan datang,” ujar Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi, Liu Su Mei.
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -