Mendalami Dharma, Memupuk Kebijaksanaan
Jurnalis : Metta Wulandari, Teddy Lianto, Yuniwisa (He Qi Utara 2), Fotografer : Arimami Suryo A, Henry Surya (He Qi Pusat), Wanda Pratama (He Qi Barat 2)Sebanyak 623 relawan Tzu Chi dari berbagai kota di Indonesia hadir menempa diri dalam Kamp Pelatihan Relawan Komite dan Calon Komite Tzu Chi.
Pelatihan Relawan Komite dan Calon Komite Tzu Chi diadakan 16 dan 17 Maret 2019 di Aula Jing Si. Sebanyak 623 relawan dari Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Palembang, Tanjung Balai Karimun, Pekanbaru, Medan, Batam, Singkawang, Sambas, Makassar, dan Biak hadir menempa diri bersama.
Sama seperti tema yang digaungkan pada tahun 2018 lalu, tahun ini Sutra Wu Liang Yi Jing masih menjadi sajian utama dalam pelatihan. “Dengan mendalami Wu Liang Yi Jing, semoga relawan dapat berkegiatan dengan lebih baik karena tidak hanya lelah membantu namun juga mendapatkan manfaat berupa pengalaman yang bisa mengasah kebijaksanaan masing-masing,” karta Haryo Suparmun, Koordinator Pelatihan Relawan Komite dan Calon Komite.
Senada dengan Haryo, Chia Wenyu, relawan senior Tzu Chi Indonesia menjelaskan bahwa Sutra Wu Liang Yi Jing adalah pembukaan dari Sutra Lotus. “Inti Sutra ini adalah memberi semangat kepada kita untuk berjalan di Jalan Bodisatwa, untuk melatih diri dan terjun ke masyarakat,” kata Wenyu.
Ladang untuk Berlatih
Untuk mendukung pendalaman dan pemahaman mengenai Wu Liang Yi Jing, Bab 10 Pahala yang merupakan satu dari 3 bab di Sutra ini, dijadikan sebagai salah satu materi. Hendry Chayadi, relawan Komite Tzu Chi yang menjadi pemateri, menjelaskan materi ini secara singkat dan mudah dipahami oleh para relawan.
Barisan relawan berjalan dengan teratur menuju ruang Pelatihan Relawan Komite dan Calon Komite Tzu Chi. Selama dua hari, 16 dan 17 Maret 2019, relawan belajar bersama.
“Ketika saya sedang mempersiapkan materi ini, saya sangat kagum dengan Master Cheng Yen karena beliau bisa dengan benar membawa Sutra ini ke dalam sesuatu yang sangat sederhana dan juga mudah dijalankan,” ujar Hendry mengawali sharing. Sebelum masuk ke dalam sutra, Hendry juga menceritakan sebuah kisah yang sudah tertulis dalam Sutra.
Ada seorang Bodhisatwa bertanya pada Buddha. ‘Buddha, Sutra ini datang dari mana?’ Buddha menjawab, Sutra ini datang dari kediaman para Buddha.
‘Dimana itu?’ Buddha menjelaskan bahwa kediaman para Buddha ada di hati kita masing-masing, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai hakikat Kebuddhaan.
‘Menuju kemana? Tujuannya apa?’ Buddha menjabarkan bahwa tjuannya adalah membuat Bodhicitta semua makhluk terbangkitkan. Bodhicitta itu adalah ikrar untuk membangkitkan welas asih dan memberikan manfaat untuk semua makhluk, kata Buddha.
Pahala Adalah Hasil dari Pelatihan Diri
Wu Liang Yi Jing atau Sutra Makna Tanpa Batas – Bab 10 Pahala, yang apabila dalam bahasa Mandarin berarti shi gong de pin. Gong de -lah yang berarti Pahala. Tapi pahala yang dimaksud bukanlah ‘apabila seseorang melakukan sesuatu, dia akan mendapatkan sesuatu’, menurut Hendry itu adalah karma. “Gong de adalah pelatihan diri kita. Apa yang kita latih, hasilnya adalah pahala. Sehingga setiap kita melatih diri, kita mendapatkan sesuatu, diri kita berubah, diri kita menjadi lebih baik, itulah pahala,” jelas Hendry.
Hendry Chayadi menjelaskan Bab 10 Pahala (shi gong de pin) dalam Sutra Wu Liang Yi Jing. Dharma yang diuraikan oleh Master Cheng Yen itu dijabarkan dengan kata-kata yang mudah dipahami.
Aksara Gong berarti dalam diri sendiri. Artinya hasil pelatihan itu akan nampak di dalam diri, seperti misalnya seseorang terlihat lebih mandiri. Sedangkan De berarti sesuatu yang terpancar ke luar. “Ketika kita sudah melatih diri, orang lain bisa melihat hasil dari pelatihan itu dari luar. Terlihat orang itu, yang melatih dirinya, lebih bijaksana, dewasa, penuh cinta kasih, dan lainnya,” papar Henry.
Henry melanjutkan, dalam Wu Liang Yi Jing Bab 10 Pahala, ada 10 hal yang berguna bagi setiap orang apabila mereka mempraktikkannya. Dharma (ajaran Buddha) yang diuraikan oleh Master Cheng Yen itu kembali dijabarkan dengan kata-kata yang mudah dipahami. Seperti ketika Henry menjelaskan Pahala pertama pada 10 Pahala: Membangkitkan tekad Bodhicitta (benih Kebuddhaan) bagi yang belum bertekad.
Pada Pahala pertama itu, ia mengambil contoh: ketika seorang menerima ajakan untuk berbuat baik, hal itu suduh termasuk menyentuh Bodhicitta. “Kita datang ke Tzu Chi belum tahu apa-apa. Begitu melihat, terinspirasi, kita juga mau berbuat kebaikan. Saat itu, Bodhicitta sudah tumbuh,” ungkapnya. Namun Hendry menegaskan bahwa Bodhicitta bukan hanya dibangkitkan tapi juga harus dipertahankan. “Nah di Tzu Chi, kita bisa mempertahankan tekad awal kita,” tambah Hendry.
Relawan dengan serius mencatat tiap poin yang mereka dapatkan dari Pelatihan Relawan Komite dan Calon Komite.
Pada Pahala Kedua: Diri kita bagai sebutir benih, melahirkan ratusan, ribuan, puluhan ribu benih lainnya sampai menjadi tak terhingga. Mengapa kita disebut sebutir benih? Henry menjelaskan bahwa, karena dari masing-masing relawan Tzu Chi, masyarakat di luar bisa mengenal Dharma. Karena dengan menjadi relawan Tzu Chi, orang lain di luar bisa ikut menjadi relawan Tzu Chi. Bukan karena ajakan semata, kata Hendry. Tapi bisa juga karena mereka melihat perubahan positif dalam diri relawan Tzu Chi dan mereka menginginkannya juga. “Itulah Dharma. Dari sana orang lain bisa terinspirasi. Inilah namanya sebutir benih melahirkan ratusan, ribuan, puluhan ribu benih yang lainnya sampai menjadi tak terhingga,” paparnya.
Mempraktikkan Ajaran untuk Memperbaiki Diri
Pahala ketiga, keempat, hingga pahala terakhir pun tidak luput dari penjelasan dan uraian yang sederhana. Uraian-uraian tersebut diterima oleh relawan dengan sangat gamblang. Seperti Suminda, relawan Tzu Chi Medan yang mendapat pemahaman lebih dalam tentang Wu Liang Yi Jing. Relawan yang menjadi PIC Xun Fa Xiang di Xie Li Medan Timur ini juga merasakan betul manfaat dari mendalami Dharma.
“Dengan mendengar Dharma Master Cheng Yen, Xun Fa Xiang, saya seperti mendapatkan vitamin, sehingga mampu mengendalikan diri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul,” kata Sumida. Ia melanjutkan bahwa ketika berinteraksi sosial dalam kehidupan keluarga atau pekerjaan, masalah kerap kali datang. Namun karena kerap mendengar dan mendalami Dharma, ada suatu jawaban. “Hati lebih terbuka, lebih bisa menerima masalah-masalah dan bisa menemukan jalan untuk menangani masalah,” imbuhnya.
Sumida mengenal Tzu Chi pada tahun 2008, tapi hanya sekadar tahu karena DAAI TV Medan. Setelah itu hilang begitu saja dan ia kembali menjalani hidup yang monoton: bangun tidur, kerja, tidur lagi. “Begitu terus, rasanya kosong, kurang bermakna,” kata Ketua Xie Li Medan Timur ini. Enam tahun kemudian, tahun 2014, Sumida kembali berjodoh dengan Tzu Chi dan tidak ingin menyia-nyiakannya. Maka ia memanfaatkan waktu untuk belajar sebanyak mungkin.
Sumida (tengah) menganggap Dharma seperti vitamin yang bisa ia gunakan untuk mengendalikan diri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul.
Dari Dharma yang diuraikan Master, Sumida mengaku belajar menjadi pribadi yang baik yakni dengan bersyukur, tahu berpuas diri, penuh pengertian, dan berlapang dada. “Karena sebelumnya saya tidak tahu bersyukur, hanya tahu mengeluh tentang hidup. Tapi sekarang lebih mengerti dan lebih tahu bersyukur dan bisa menggenggam hidup ini. Ketika melakukan survei kasus, saya juga melihat banyak orang yang lebih susah daripada saya, jadi kenapa saya nggak menghargai hidup ini,” katanya.
Hendry mengingatkan seluruh relawan bahwa, Master Cheng Yen telah membuka ladang pelatihan Tzu Chi. Ladang itulah yang bernama ladang pelatihan para Bodhisatwa. Semua kegiatan Tzu Chi mempunyai dasar yang pasti, berlandaskan Sutra yang bukan hanya buku tapi merupakan pelajaran yang bisa menambah kebijaksanaan.
“Semua yang kita praktikkan, apabila kita selami, semua tidak lepas dari Wu Liang Yi Jing. Walaupun kadang kita kurang mengerti, tapi semuanya dekat dengan pelatihan kita di Tzu Chi,” kata Hendry. “Mari kita mendalami dan merasakan manfaatnya bersama,” imbaunya.
Editor: Yuliati
Artikel Terkait
Mendalami Dharma, Memupuk Kebijaksanaan
22 Maret 2019Mengapa relawan Tzu Chi disebut sebutir benih? Karena dari masing-masing relawan, masyarakat di luar bisa mengenal Dharma. Karena dengan menjadi relawan, orang lain di luar bisa ikut menjadi relawan. Bukan karena ajakan semata, tapi bisa juga karena mereka melihat perubahan positif dalam diri relawan Tzu Chi yang membuat mereka terinspirasi.