Mendidik dengan Hati

Jurnalis : Apriyanto , Fotografer : Apriyanto

  Keterangan : Guru-guru sedang berdiskusi untuk mengerjakan tugas kelompok berupa cerita inspirasi.

Untuk mempermudah dalam memberi teladan kepada murid, pengajaran sebaiknya dibuat menarik, salah satunya adalah dengan metode bercerita.

Alkisah di atas langit ada sekumpulan jiwa-jiwa tak bernoda yang sedang bernyanyi-nyanyi. Mereka adalah ruh yang akan dilahirkan kelak. Hidup penuh kegembiraan, setiap hari mereka hanya bernyanyi. 

dan tak mengenal sedih. Lalu satu diantara mereka bertanya,

“Tuhan kapan saya akan dikirim ke dunia?”

“Tidak akan lama lagi,” jawab Tuhan

“Lalu di dunia nanti siapa yang akan menemani saya?” Tanya si ruh

“Akan ada orang tua yang menjagamu,” kata Tuhan

“Siapa yang akan menemani saya bernyanyi dan bermain?”

“Orang tuamu,”

“Di dunia saya belum tahu banyak, lalu siapa yang akan mengajari saya?”

“Juga orang tuamu yang mengajari semua pengetahuan kepadamu,” jawab Tuhan dengan sabar.

“Di sini kami selalu selalu aman, bagaimana jika saya ketakutan?” tanyanya penasaran

“Orang tua akan selalu menjagamu, siang dan malam. Dalam suka dan duka. Bahkan mereka akan mengorbankan hidupnya demi kamu,” jelas Tuhan.

Tak beberapa lama ruh itu pun lahir ke dunia. Kebaikan orang tua adalah segalanya. Orang tua mengajarkan banyak pengetahuan kepada anak-anaknya dan mengasihi anaknya dengan sepenuh hati. Itulah pesan moral yang dipetik dari cerita yang dibawakan oleh seorang guru Sekolah Tzu Chi Indonesia dalam peragaan pengajaran yang humanis pada anak didik.

Yu Li Qing (tengah) menyarankan agar pengajaran bisa diserap oleh anak, maka seorang guru harus bisa merasa di posisi anak.

Selama sepekan sejak Senin 24 Maret hingga Sabtu 29 Maret, para guru di Sekolah Tzu Chi Indonesia, Pantai Indah Kapuk mendapatkan pelatihan mengajar humanis dari lima orang relawan pendidikan Tzu Chi asal Taiwan. Pelatihan ini dimaksudkan untuk membangun budi pekerti anak-anak melalui teknik pengajaran yang baik. Karena itu diteknik ini peran seorang guru akan sangat penting. Guru akan menjadi teladan bagi anak-anak selama belajar di sekolah. Dan salah satu cara untuk membangun kepercayaan itu adalah dengan banyak memberikan contoh sikap dan perilaku teladan, salah satunya melalui bercerita. 

Guru-guru sedang berdiskusi untuk mengerjakan tugas kelompok berupa cerita inspirasi.

Menurut Yu Li Qing, salah satu relawan pendidikan yang memberikan materi, problem yang banyak ditemukan di sekolah, adalah dalam mengajar sering kali guru memandang murid dari posisi sebagai seorang guru. Jadi saat mengajar, guru selalu meminta murid ikuti aturan. Dan ini tentu akan membuat murid-murid beranggapan bahwa belajar itu merupakan sesuatu yang menderita. Tapi pada pendidikan yang humanis, seorang guru justru harus mengubah pandangannya dengan merasa berada di posisi anak. Lebih lanjut Yu Li Qing menerangkan bahwa sebagai seorang guru harus bisa bersyukur, menghargai, mencintai, dan menganggap murid seperti anak sendiri. Karena anak-anak memiliki karakter yang berbeda-beda, maka seorang guru tidak bisa menerapkan standar yang sama dalam mengajar setiap anak. Maka cara yang tepat dalam mengajar adalah memposisikan diri sebagai pribadi seorang anak dan menganggap anak sebagai anak sendiri.  “Saya sangat bersyukur bisa bergabung ke Tzu Chi, saya bisa mengubah konsep saya sebelumnya dan saya bisa menghadapi anak-anak dengan “hati anak-anak”, katanya.

Melalui pelatihan yang diadakan selama sepekan ini, Yu Li Qing berharap setiap guru bisa merendahkan hati dan bekerja sama dengan guru yang lain, dari sini mereka sudah menjadi suatu teladan yang baik bagi murid-murid. Selain itu ia juga mengingatkan bahwa pendidikan di Tzu Chi merupakan pendidikan yang menekankan pada budaya humanis, maka dalam pengajaran akan lebih baik jika diterapkan kata perenungan Master Cheng Yen. Karena melalui kata perenungan yang dibalutkan dalam kisah-kisah, anak-anak akan berintrospeksi dan saling mengingatkan satu sama lainnya. Dan akhirnya anak-anak bisa sadar bahwa rupanya guru telah melakukan apa yang ada dalam kata perenungan. Jadi dari satu kata perenungan berkembang menjadi satu cerita, kemudian berkembang menjadi satu prinsip yang bisa diterapkan di kehidupan anak-anak di sekolah, di rumah bahkan di komunitas mereka masing-masing.


Artikel Terkait

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -