Mendidik yang Mampu, Membantu yang Kurang Mampu
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
|
| ||
Hal inilah yang dilakukan relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat pada Sabtu, 7 September 2013 mereka menebarkan cinta kasih sekaligus menjalin jodoh baik dengan warga di lingkungan Kelurahan Kamal, Jakarta Barat. Bertempat di Perumahan Citra 5, Taman Palem, Jakarta Barat, sebanyak 6.200 keluarga kurang mampu menerima bantuan beras seberat 20 kg. Seminggu sebelumnya (1 September 2013), relawan Tzu Chi telah melakukan survei langsung ke lapangan untuk membagikan kupon kepada warga. Jadi, bisa dipastikan para warga yang menerima bantuan ini adalah mereka yang memang benar-benar berasal dari keluarga prasejahtera (kurang mampu). Menghimpun Berkah
Keterangan :
Ahmad menempati rumah yang sederhana di Kamal, Jakarta Barat. Rumah seluas 60 meter persegi ini ia beli tahun 1990. Karena kebutuhan utama cukup besar, sementara penghasilan terbatas, maka rumah Ahmad pun terkesan seadanya. Dinding depan dan dalam tidak diplester layaknya rumah kebanyakan. Meski begitu, ia tetap bersyukur setidaknya bisa hidup dan tinggal nyaman di rumah mereka yang sederhana ini. Saat pembagian beras, Ahmad tak ragu untuk bersumbangsih saat relawan Tzu Chi mengajaknya berdana melalui kotak dana. “Bagus, kalau demi kebaikan, kenapa nggak?” sahut Ahmad ketika ditanya kenapa mau turut bersumbangsih. Warga lainnya yang turut merasakan sukacita adalah Nuraeni (55) atau yang akrab disapa Eni. Eni saat ini tinggal bersama suaminya yang tengah menderita stroke. “Sudah 6 tahun nggak bisa ngapa-ngapain,” terangnya. Alhasil Eni, suami, dan anak bungsunya kini bergantung hidup dari anak dan menantu mereka. Menantunya sendiri bekerja sebagai teknisi perbaikan AC (Air Conditioning). “Alhamdulillah, mantu saya ngertiin,” ungkapnya. Warga Kampung Gaga, Rawa Kompeni, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat ini meras bersyukur mendapatkan bantuan beras ini. Setidaknya bantuan ini bisa meringankan keluarga besarnya. Selama ini Nuraini tidak pernah memiliki sekarung beras di rumah. Ia hanya membeli sesuai kebutuhan dan kemampuannya saja: secara literan. Bahkan sewaktu suaminya, Muhamad Bajuri (70) masih sehat, sekarung beras tak pernah sanggup ia beli. “Dulu bapak kerja di pabrik plastik (daur ulang), seminggu paling penghasilannya seratus lima puluh ribu,” tukasnya. Di tengah himpitan beban hidup, Nuraini tak menampik uluran tangan relawan untuk menggalang hati dan kepeduliannya kepada sesama. Tangannya dengan lancar memasukkan sekeping uang logam ke dalam kotak dana Tzu Chi. Ahmad dan Nuraini menjadi salah satu contoh bahwa di tengah kesulitan, tetap ada harapan dan cinta kasih, hanya tinggal bagaimana cara kita membangkitkannya.
Keterangan :
Tulus Menjalin Persaudaraan Suherman, relawan Tzu Chi yang menjadi koordinator kegiatan pembagian beras cinta kasih ini mengungkapkan rasa haru dan terima kasihnya atas sumbangsih dan kerja sama para relawan dalam kegiatan ini, mulai dari proses survei, persiapan lokasi pembagian beras, sampai pembagian beras. “Tanpa bantuan dan dukungan mereka akan sulit terlaksana dengan baik. Relawan bekerja keras bahu-membahu, tiada kenal lelah, meski bekerja sampai larut malam menyiapkan tenda dan beras ini,” terang Suherman. Ketulusan, kerja sama, rasa syukur, dan cinta kasih, keempat sikap ini harus terus tumbuh di dalam hati setiap insan Tzu Chi. Dalam berkegiatan sosial, memberikan bantuan, pada dasarnya bukan hanya para penerima bantuan yang memperoleh manfaat dan berkah, tetapi para relawan sesungguhnya juga memperoleh manfaat: ladang pelatihan diri, sekaligus menyadari berkah yang mereka miliki. Para penerima bantuan juga perlu ditumbuhkan cinta kasihnya sesuai kemampuan yang mereka miliki, sesuai dengan pesan Master Cheng Yen: “Mendidik yang mampu, membantu yang kurang mampu.” | |||