Mendidik yang Mampu, Membantu yang Kurang Mampu

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

foto
Relawan menggalang hati dan kepedulian warga penerima bantuan beras cinta kasih. Bukan besar-kecilnya dana, tetapi niat kebajikan itulah yang perlu ditumbuhkembangkan di dalam hati setiap orang..

Beras ini akan habis pada waktunya, namun cinta kasih yang terkandung di dalamnya akan selalu terkenang sepanjang masa”. Kalimat ini selalu menjadi pengantar dalam kegiatan pembagian beras Tzu Chi di berbagai tempat. Hal ini menekankan bahwa insan Tzu Chi berkeinginan menjalin jodoh baik dengan masyarakat Indonesia. Melalui kegiatan pembagian beras inilah diharapkan bisa menjadi pintu pembuka jalinan jodoh baik ini, dimana bantuan hanya sebagai perantara dan bukan sebagai tujuan. Tujuan akhirnya adalah menyebarkan benih cinta kasih di dalam diri setiap orang, menyucikan hati manusia, dengan demikian maka kehidupan akan menjadi harmonis, aman, dan damai serta terhindar dari bencana.

Hal inilah yang dilakukan relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat pada Sabtu, 7 September 2013 mereka menebarkan cinta kasih sekaligus menjalin jodoh baik dengan warga di lingkungan Kelurahan Kamal, Jakarta Barat. Bertempat di Perumahan Citra 5, Taman Palem, Jakarta Barat, sebanyak 6.200 keluarga kurang mampu menerima bantuan beras seberat 20 kg. Seminggu sebelumnya (1 September 2013), relawan Tzu Chi telah melakukan survei langsung ke lapangan untuk membagikan kupon kepada warga. Jadi, bisa dipastikan para warga yang menerima bantuan ini adalah mereka yang memang benar-benar berasal dari keluarga prasejahtera (kurang mampu).

Menghimpun Berkah
Memiliki sekarung beras di rumah mungkin terdengar biasa bagi mereka yang mampu, namun tidak demikian dengan Ahmad (48 tahun). Sebagai buruh di pabrik pengolahan besi, ia harus menghidupi istri dan 5 orang anak. Penghasilannya seminggu terbilang minim, sebesar Rp 275.000. Tentu ia dan istri harus ekstra keras memutar otak agar dengan penghasilan tersebut bisa memenuhi minimal kebutuhan dasar keluarga mereka. “Dengan adanya bantuan ini (beras) minimal kami bisa tenang dan tidak perlu membeli beras,” terang Ahmad saat ditemui di rumahnya.

foto  foto

Keterangan :

  • “Beras ini akan habis pada waktunya, namun cinta kasih yang terkandung di dalamnya akan selalu terkenang sepanjang masa” (kiri).
  • Ahmad (48), seorang buruh pabrik merasa bersyukur mendapatkan bantuan beras ini. Selama ini Ahmad tidak pernah memiliki beras sebanyak ini di rumah, ia terbiasa membeli literan (secukupnya untuk makan). Ini membuat ia merasa tenang karena dapat memenuhi kebutuhan makan keluarganya selam 2 minggu (kanan).

Ahmad menempati rumah yang sederhana di Kamal, Jakarta Barat. Rumah seluas 60 meter persegi ini ia beli tahun 1990. Karena kebutuhan utama cukup besar, sementara penghasilan terbatas, maka rumah Ahmad pun terkesan seadanya. Dinding depan dan dalam tidak diplester layaknya rumah kebanyakan. Meski begitu, ia tetap bersyukur setidaknya bisa hidup dan tinggal nyaman di rumah mereka yang sederhana ini. Saat pembagian beras, Ahmad tak ragu untuk bersumbangsih saat relawan Tzu Chi mengajaknya berdana melalui kotak dana. “Bagus, kalau demi kebaikan, kenapa nggak?” sahut Ahmad ketika ditanya kenapa mau turut bersumbangsih.

Warga lainnya yang turut merasakan sukacita adalah Nuraeni (55) atau yang akrab disapa Eni. Eni saat ini tinggal bersama suaminya yang tengah menderita stroke. “Sudah 6 tahun nggak bisa ngapa-ngapain,” terangnya. Alhasil Eni, suami, dan anak bungsunya kini bergantung hidup dari anak dan menantu mereka. Menantunya sendiri bekerja sebagai teknisi perbaikan AC (Air Conditioning). “Alhamdulillah, mantu saya ngertiin,” ungkapnya.

Warga Kampung Gaga, Rawa Kompeni, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat ini meras bersyukur mendapatkan bantuan beras ini. Setidaknya bantuan ini bisa meringankan keluarga besarnya. Selama ini Nuraini tidak pernah memiliki sekarung beras di rumah. Ia hanya membeli sesuai kebutuhan dan kemampuannya saja: secara literan. Bahkan sewaktu suaminya, Muhamad Bajuri (70) masih sehat, sekarung beras tak pernah sanggup ia beli. “Dulu bapak kerja di pabrik plastik (daur ulang), seminggu paling penghasilannya seratus lima puluh ribu,” tukasnya. Di tengah himpitan beban hidup, Nuraini tak menampik uluran tangan relawan untuk menggalang hati dan kepeduliannya kepada sesama. Tangannya dengan lancar memasukkan sekeping uang logam ke dalam kotak dana Tzu Chi. Ahmad dan Nuraini menjadi salah satu contoh bahwa di tengah kesulitan, tetap ada harapan dan cinta kasih, hanya tinggal bagaimana cara kita membangkitkannya.

foto  foto

Keterangan :

  • Nuraeni (55) salah seorang warga yang menerima bantuan beras. Eni saat ini tinggal bersama suaminya yang tengah menderita stroke. “Sudah 6 tahun nggak bisa ngapa-ngapain,” terangnya. Alhasil Eni, suami, dan anak bungsunya kini bergantung hidup dari anak dan menantu mereka (kiri).
  • Suherman, koordinator kegiatan pembagian beras ini menyampaikan pesan Master Cheng Yen kepada warga penerima bantuan. sebanyak 6.200 keluarga kurang mampu menerima bantuan beras seberat 20 kg (kanan).

Tulus Menjalin Persaudaraan
Walikota Jakarta Barat H. Fatahilah, SH, MH merasa terharu dengan kepedulian insan Tzu Chi kepada warga di wilayahnya. Tercatat ada 10 RW (102 RT) di lingkungan Kelurahan Kamal, Jakarta Barat yang memperoleh bantuan ini. “Ini adalah sebuah gerakan kasih sayang. Bantuan ini tulus dan tidak ada perbedaan. Kita harus lanjutkan, dan mengolah pikiran kita untuk bisa melanjutkan kegiatan sosial ini,” katanya kepada warga dalam sambutannya. Walikota pun berpesan agar warga dapat bersyukur, mengembangkan rasa kasih, dan hidup rukun satu sama lain.

Suherman, relawan Tzu Chi yang menjadi koordinator kegiatan pembagian beras cinta kasih ini mengungkapkan rasa haru dan terima kasihnya atas sumbangsih dan kerja sama para relawan dalam kegiatan ini, mulai dari proses survei, persiapan lokasi pembagian beras, sampai pembagian beras. “Tanpa bantuan dan dukungan mereka akan sulit terlaksana dengan baik. Relawan bekerja keras bahu-membahu, tiada kenal lelah, meski bekerja sampai larut malam menyiapkan tenda dan beras ini,” terang Suherman.

Ketulusan, kerja sama, rasa syukur, dan cinta kasih, keempat sikap ini harus terus tumbuh di dalam hati setiap insan Tzu Chi. Dalam berkegiatan sosial, memberikan bantuan, pada dasarnya bukan hanya para penerima bantuan yang memperoleh manfaat dan berkah, tetapi para relawan sesungguhnya juga memperoleh manfaat: ladang pelatihan diri, sekaligus menyadari berkah yang mereka miliki. Para penerima bantuan juga perlu ditumbuhkan cinta kasihnya sesuai kemampuan yang mereka miliki, sesuai dengan pesan Master Cheng Yen: “Mendidik yang mampu, membantu yang kurang mampu.”
           

  
 

Artikel Terkait

Kamp Humanis Karyawan: Aset yang Tak Ternilai

Kamp Humanis Karyawan: Aset yang Tak Ternilai

17 Oktober 2016

Bekerja bukan hanya sekadar cara untuk bertahan hidup, tetapi hiduplah untuk bekerja, karena dengan begitu kita akan memiliki “kecintaan” dan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan kita. Lebih bijaksana lagi jika kita bisa meningkatkan “value of life” dalam proses bekerja sehingga kita tidak hanya mendapatkan sesuatu yang bersifat materi, namun juga kebahagiaan dan nilai-nilai penting dalam kehidupan kita.

Ungkapan Cinta untuk Ayah

Ungkapan Cinta untuk Ayah

20 Juni 2012 Bakti seorang anak tentu tidak hanya diwujudkan ketika merayakan hari ibu ataupun hari ayah sekali dalam setahun, melainkan setiap hari adalah hari ibu dan hari ayah. Wujud bakti anak hendaknya diwujudkan dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Merayakan Natal dengan Penuh Cinta Kasih

Merayakan Natal dengan Penuh Cinta Kasih

22 Desember 2023

Para relawan Tzu Chi Singkawang beserta guru dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang melakukan kunjungan kasih ke Panti Asuhan Abigael dan Panti Asuhan Gloria.  Kunjungan kasih ini sekaligus dalam rangka menyambut Hari Natal.

Kekuatan akan menjadi besar bila kebajikan dilakukan bersama-sama; berkah yang diperoleh akan menjadi besar pula.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -