Meneguhkan Ikrar, Mewariskan Nilai Keluarga Jing Si

Jurnalis : Erli Tan, Fotografer : Erli Tan


Tanggal 30 Agustus 2020, sebanyak 715 relawan Tzu Chi dari seluruh Indonesia mengikuti pelatihan relawan secara online melalui 3 ruang ZOOM Meeting.

Sebanyak 715 relawan Tzu Chi seluruh Indonesia mengikuti Pelatihan Relawan secara online pada 30 Agustus 2020. Menggunakan tiga ruang ZOOM Meeting, pelatihan berlangsung dari pukul 8.30 hingga 12.30 WIB. Tema pelatihan kali ini berjudul Meneguhkan Ikrar, Mewariskan Nilai Keluarga Jing Si, dan acara dibuka oleh Tan Sufei sebagai pembawa acara.

Materi pertama dimulai dengan sharing dari De Jie Shifu dan De Kun Shifu melalui rekaman video. Dengan judul Nilai Keluarga Jing Si, berdua mereka memaparkan bagaimana kehidupan di Griya Jing Si sehari-harinya. Suka duka mereka rasakan dalam menjalankan tugas selama ini.

Para calon bhiksuni yang baru saja masuk ke Griya Jing Si pada umumnya akan diberi pekerjaan berat yang menguras tenaga fisik. Saat itu De Jie Shifu mendapat piket di bagian produksi sereal. Tiap hari memindahkan seribu kilogram bahan sereal. Akibatnya dalam 3 bulan De Jie Shifu mengalami penurunan berat badan sebanyak 7 kg. Badan juga pegal-pegal dan harus diolesi obat sebelum tidur.

“Suatu hari saya tertawa terbahak-bahak saat mengoleskan obat. Dulu sebelum menyelami Dharma, dalam pikiran saya hanya ada kata lelah, lelah, dan lelah. Master Cheng Yen pernah ceramah bahwa ada 4 permata dalam kehidupan, yaitu tidur dengan tenang, makan dengan bahagia, tertawa dengan gembira, dan bekerja dengan badan sehat. Lalu saya pikir-pikir bukankah saya sudah jadi orang yang paling bahagia di dunia? Tiap hari tidur dengan lelap, saya juga makan dengan sangat gembira karena lapar. Pelatihan diri ini juga saya pilih sendiri, saya pikir kalau masih bisa bersumbangsih, ini juga adalah berkah,” cerita De Jie Shifu.


Materi di sesi pertama adalah Nilai Keluarga Jing Si, yaitu dari sharing De Jie Shifu dan De Kun Shifu.

Selanjutnya De Kun Shifu juga berbagi kisahnya. Awalnya De Kun Shifu tidak mengenal Master Cheng Yen, hanya mengikuti kegiatan yang diajak relawan. Saat itu De Kun Shifu masih sangat muda, ibunya sempat menghalanginya, namun ia merasa sangat nyaman berada di organisasi ini. Suatu kali ia diajak seorang Shijie untuk pergi keTaipei dan bertemu Master Cheng Yen, ia juga diajak pulang ke Griya Jing Si. Ia melihat Shifu-Shifu di Griya sangat susah payah dan bekerja keras. Melihat kehidupan di Griya, ia pun tersentuh lalu bertekad untuk bergabung.

“Kehidupan di Griya setiap hari adalah sama, saat kejar target produksi, kami akan kerja keras mengejar target produksi. Saat tidak kejar target produksi, kami juga kerja seperti biasa. Karena Master memberi kami satu prinsip, yaitu Satu hari tidak kerja satu hari tidak makan, Ini memang tanggung jawab kami dan misi kami. Kami bersukacita, tidak merasa lelah, kekuatan kami makin bertambah saat bersukacita dalam dharma,”ucap De Kun Shifu.

Bukan hanya bekerja, namun malam hari saat semua pekerjaan telah selesai, para Shifu masing-masing masih mengulang dan melihat kembali pembabaran Dharma yang telah diberikan Master Cheng Yen pada pagi hari.

“Dari Master Cheng Yen saya melihat welas asih. Demi murid, beliau sekuat tenaga meneruskan Dharma ke murid-murid. Malam hari mengulang Dharma Master yang pagi hari, saya juga merenung apa yang telah dilakukan seharian, pikiran atau sebersit niat yang timbul apakah buruk. Lalu berusaha memusnahkan dan mengikis pikiran buruk ini. Tiap hari saya bertanya apakah saya memahami hati guru? Jika tidak apakah saya layak menjadi muridnya, makanya inilah yang mendorong dan memotivasi saya untuk bergerak maju,”lanjut De Kun Shifu.

De JieShifu juga menimpali, “Yang paling saya kagumi adalah welas asih dan kebijaksanaan Master, itu sangat memotivasi saya. Beliau mengurus dan menjaga seluruh dunia, karena kebijaksanaan beliau sehingga bisa membangkitkan cinta kasih orang lain.”

Titik Demi Titik Pewarisan Pelita Hati

 

“Kami bersukacita, tidak merasa lelah, kekuatan kami makin bertambah saat bersukacita dalam dharma,” ucap De Kun Shifu.

Sesi berikutnya dibawakan oleh Ernie Lindawaty Shijie atau yang akrab disapa sebagai Mei Rong. Materi ini berisi kisah-kisah kecil yang dikutip dari buku 傳心點滴Titik Demi Titik Pewarisan Pelita Hati.

“Kita selalu mengatakan Griya Jing Si adalah rumah batin insan Tzu Chi, ada yang ingat apa semangat di balik Griya Jingsi? Yaitu ajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan:克己,克勤,克简,克难, yang artinya belajar mengekang diri, tekun, hemat, mengatasi kesulitan,” ucap Mei Rong membuka sharing.

Mei Rong mengutarakan bahwa keseharian di Griya Jing Si dari dulu sampai hari ini adalah sama. Di tahun ke-55 prinsip kemandirian tidaklah berubah. Apa yang Master Cheng Yen ajarkan semua adalah keteladanan dari beliau sendiri. Dari keteladanan ini, kita belajar bersungguh hati.


Mei Rong membawakan sesi kedua dengan judul Titik Demi Titik Pewarisan Pelita Hatiyang berisi banyak sekali kisah-kisah kecil dan filosofi dari kehidupan di Griya Jing Si.

Banyak kisah-kisah kecil yang dituturkan Mei Rong, di antaranya adalah kisah sebuah bohlam. Saat itu setelah topan reda, ada 1 bohlam yang pecah. Hari pertama Master Cheng Yen lewat dan melihatnya, begitu juga hari kedua. Hari ketiga melihatnya, Master Cheng Yen menghela nafas. Hari keempat beliau langsung minta ambilkan tangga, minta salah satu murid naik dan gantikan bohlam yang pecah.

“Master mengatakan kerjaan yang sangat simple dan bisa memberi penerangan bagi orang yang lalu lalang kenapa kita tidak menggenggam kesempatan untuk memupuk berkah dan membina karakter yang baik, tetapi membiarkan kesempatan ini berlalu dengan sia-sia? Inilah ajaran Master kepada kita, genggamlah setiap kesempatan yang ada di hadapan kita untuk melakukan setiap kebajikan dan saat bertemu masalah bisa dipadukan dengan Dharma sehingga jiwa kebijaksanaan kita meningkat dan karakter yang baik dapat terpancar,” jelas Mei Rong.


Kayu bakar di Griya Jing Si tersusun rapi, mengandung filosofi bahwa semua barang harus diletakkan pada tempatnya, disusun mulai dari bawah keatas, ibarat kita belajar apapun harus dari dasar. Ada yang panjang ada yang pendek, ibarat setiap orang pasti ada kelebihannya.

Para Shifu di Griya Jing Si setiap hari kerjanya sepenuh waktu, mereka melatih diri melalui setiap pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Selain kisah bohlam, juga ada filosofi dari pekerjaan menyusun kayu bakar.

“Foto ini menunjukkan kayu bakar yang mereka potong juga harus disusun rapi dengan kesabaran, ketelitian, konsentrasi penuh, dan perlu ada caranya. Di sini kita belajar, semua barang harus diletakkan pada tempatnya. Kemudian kayu dipilah dan disusun mulai dari bawah ke atas, ibarat kita belajar apapun harus dari dasar. Kayu bakar ini ada yang panjang ada yang pendek, ibarat setiap orang pasti ada kelebihannya. Dalam satu kelompok kita saling berbagi tugas, siapa yang lebih mahir di bidangnya, dia bisa lebih banyak mengeluarkan waktu untuk mendampingi yang belum bisa. Semua orang jika saling mendukung dan saling kerja sama, maka akan terlihat sebuah keindahan,” kata Mei Rong.

Masih banyak filosofi yang dibeberkan Mei Rong, dari melipat selimut, dari membuat masakan, dari memindahkan barang, mencuci, dan menanam kacang. Bahkan dari dua ekor kucing yang ada di Griya juga kita bisa belajar sesuatu. Namun beberapa pesan utama dari Master Cheng Yen yang bisa kita petik adalah: “Saat berjalan, pikiran ada di kaki kita, saat pindah barang, pikiran ada pada barang yang ada di tangan kita. Segala sesuatu dikerjakan dengan teliti dan baik, dengan penuh konsentrasi. Bila hal kecil saja kita lalai, bagaimana mungkin bisa mengerjakan hal besar. Belajar menjadi Buddha harus dimulai dari belajar menjadi orang terlebih dahulu. Harus dengan rasa hormat terhadap orang lain, barulah bisa mendapat manfaat Dharma bagi diri sendiri.”

Hati Ikrar, Kekuatan Ikrar, Praktik Ikrar


Seperti materi pertama, materi ketiga juga diputar dari video sharing Hong Jing Yuan Shijie dengan judul Hati Ikrar, Kekuatan Ikrar, Praktik Ikrar.

Sesi terakhir diisi oleh Hong Jing Yuan Shijie, dengan judul Hati Ikrar, Kekuatan Ikrar, Praktik Ikrar. Ia memulai pembahasan dari mengapa harus dilantik jadi Relawan Komite Tzu Chi. Jing Yuan menyinggung kembali mengenai simpul tali bacang yang mana simpul utamanya adalah Master Cheng Yen, yang menghubungkan kita semua. Master Cheng Yen menjalin hubungan baik dengan kita dari kehidupan ke kehidupan.

Jing Yuan juga menjelaskan kembali mengenai kisah bertemunya Master Cheng Yen dengan kakek guru yaitu Master Yin Shun. Saat itu Master Cheng Yen diberi enam kata, yaitu Demi Ajaran Buddha Demi Semua Makhluk. Sedangkan saat Master Cheng Yen melantik murid-muridnya, ada 4 kata yang diberikan yaitu Hati Buddha Tekad Guru. Pelantikan Relawan Komite oleh Master Cheng Yen pertama kalinya diadakan pada 9 Februari 1988 di Griya Jing Si.

“Tahun itu ada orang yang bertanya, bagaimana barulah memenuhi syarat dilantik menjadi komite? Master Cheng Yen lalu berkata, selesaikan dulu peran kamu sebagai ibu rumah tangga. Berbuat baik tentu adalah hal baik, tapi jangan membuat keluarga risau. Jadi harus menjalankan kewajiban sebagai ibu, sebagai menantu, sebagai istri. Kalau sudah menjalankan kewajiban itu barulah bisa menjadi komite Tzu Chi,” jelas Jing Yuan yang profesinya guru ini.

Namun menurutnya, itu saja belum cukup, harus memiliki tekad untuk memperbaiki diri, harus memiliki semangat misi, “Jika bertekad menjalankan misi, maka haruslah meluruskan diri sendiri dulu, terutama memikul semangat ajaran Buddha, yaitu cinta kasih, welas asih, membantu semua makhluk yang menderita, melakukan hal yang baik, bertutur kata yang baik,” lanjutnya.

 

Dalam sharing-nya, Jing Yuan menekankan pentingnya meneguhkan tekad dan ikrar, menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan menjadikan tekad guru sebagai tekad sendiri.

Tahun 2003, Jing Yuan pernah bertanya kepada Master Cheng Yen, “Master, apakah Budaya Humanis saya tidak cukup ya? Mengapa saya harus ikut pelatihan?” Saat itu Master Cheng Yen menjawab, “Kalian yang jadi guru, yang jadi dokter, terlalu tenggelam dalam profesional kalian sehingga sulit membuka hati untuk terjun ke tengah masyarakat. Belajarlah membuka jalan dengan cinta kasih.”

Mendengar jawaban demikian dari Master Cheng Yen, Jing Yuan menyadari hari-harinya berjalan dengan sangat cepat, sehingga ia pun lebih sadar untuk segera melatih diri.

“Jika Anda ingin melakukan kebajikan, haruslah dimulai dari sekarang, jangan menunggu pensiun, menunggu tua, menunggu anak sudah dewasa, dst. Janganlah menunggu, jika ada orang yang butuh segeralah membantu,” himbaunya.

“Tujuan kita adalah harus menjadi penolong bagi hidup orang lain, kita butuh lebih banyak Bodhisatwa untuk menjadi penolong. Harus bersatu hati, harmonis, dan bergotong royong. Bersumbangsih tanpa pamrih, juga harus mengucapkan terima kasih, datang paling awal dan pulang paling akhir, menghadapi kondisi apapun bisa tetap tenang dan terkendali,” ucap Jing Yuan di akhir sharingnya.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Meneguhkan Ikrar, Mewariskan Nilai Keluarga Jing Si

Meneguhkan Ikrar, Mewariskan Nilai Keluarga Jing Si

02 September 2020

Pelatihan online Relawan Tzu Chi seluruh Indonesia berlangsung pada 30 Agustus 2020 dengan jumlah peserta 715 orang. Pelatihan bertema Meneguhkan Ikrar, Mewariskan Nilai Keluarga Jing Siini berisi materi dengan pembicara dari luar negeri maupun dalam negeri.

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -