Menenteramkan Batin Korban Gempa

Jurnalis : Sinta Febriyani (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Hendra Gusnadhy (Tzu Chi Bandung)
 

fotoRelawan Tzu Chi Bandung memberikan bantuan kepada warga pengungsi dengan penuh rasa hormat. Relawan Tzu Chi bersyukur dan berterima kasih karena telah diberi kesempatan untuk berbuat kebajikan.

 

 

Minggu, 6 September 2009, bekerja sama dengan Secata Rindam III/ Siliwangi, Tzu Chi Bandung memberikan bantuan kepada korban gempa di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Sewaktu kami (relawan Tzu Chi) melintasi Jl. Raya Pangalengan, dampak gempa 7,3 skala Richter yang berpusat di kedalaman 30 kilometer di bawah Samudra Indonesia pada 2 September 2009 lalu mulai terlihat.

 

 

 

Sisi-sisi jalan dekat daerah perbukitan yang biasa dilalui kendaraan banyak yang retak, begitu pula dengan bukit-bukit di sana, permukaan tanahnya merengat. Tiang-tiang listrik di sepanjang jalan pun sudah tidak berdiri kukuh lagi, melainkan rubuh menimpa bangunan di dekatnya, atau  mengenai kabel listrik hingga posisinya miring. Beberapa rumah di sisi jalan pun tampak rusak berat. Selain meluluhlantakkan atap rumah hingga gentingnya berhamburan, tembok dan kusen rumah pun ikut runtuh.

Bantuan berupa selimut, obat-obatan, telur, perlengkapan mandi, minyak kayu putih, jamu tolak angin, air mineral botol dan gelas diberikan relawan Tzu Chi Bandung kepada sekitar 1.319 warga Cikole, Pasir Angin, Los Kulalet dan Citere yang tengah mengungsi di Secata (Sekolah Calon Tantama). Selain bantuan materi, relawan pun memberikan penghiburan dan semangat kepada para korban dan bersama-sama dengan Komandan Secata Rindam III/ Siliwangi, Letkol (Inf) Suparlan Purwo Utomo meninjau rumah-rumah warga yang rusak berat di wilayah Cikole.

Bersyukur Masih Bisa Selamat
Yang bisa Rohaya (57) lihat siang itu hanyalah puing-puing reruntuhan yang telah menyatu dengan tanah. Dengan tatapan sedih dan hampir menangis, sesekali ia mengais kayu-kayu yang masih digunakan di antara puing-puing reruntuhan. Siang itu, bukan kali pertama warga Cikole RT 004/ RW 04 itu meninjau rumahnya. Satu hari pascagempa, ia dan keluarga telah menenggok rumah yang telah bertahun-tahun telah ia tinggali bersama dengan istri dan anak-anaknya.

 

foto  foto

Ket :- Kondisi di pengungsian pascabencana mudah membuat pengungsi jenuh, bosan, dan stres. Kehadiran             relawan Tzu Chi yang menghibur dan memperhatikan mereka dapat menjadi sedikit penyejuk di hati             mereka. (kiri)
         - Sri Yanti (15) hanya bisa terbaring lemas di atas velbed. Wajahnya terlihat pucat dan nafasnya sedikit             tersengal-sengal. Dengan penuh cinta kasih, dokter Tzu Chi memeriksa kondisi kesehatan gadis belia ini.             (kanan)

Kesedihan Rohaya dan istrinya Kayah bertambah ketika mengetahui rumah ketiga anak mereka yang saling bersebelahan pun ikut roboh. “Ibu nggak tau udah ini mau tinggal di mana? Nggak ada yang tersisa, rumah ibu dan anak-anak hancur semua,” tutur Kayah pada relawan Tzu Chi yang mengunjungi tenda pengungsiannya.

Saat gempa, ia dan istrinya baru saja tiba di rumah. Belum reda rasa lelah sehabis berladang, suami-istri ini dikejutkan dengan guncangan gempa yang semakin lama semakin hebat. “Lihat tanah sudah kayak gelombang air saja. Saya dan istri langsung ke luar melihat kondisi anak-anak, takut kenapa-napa. Waktu itu kami semua panik, apalagi waktu tahu ada cucu bapak yang lagi tidur di rumah. Azizah (4) hampir saja tertimpa tripleks rumah yang roboh, untung keburu diselamatin. Istri bapak juga langsung lari ke mushola karena cucu bapak yang lain sedang ngaji. Sambil megangin dan ngegendong cucu-cucu bapak yang masih kecil, bapak lari ke tempat yang aman, barang-barang yang ada di rumah semua ditinggalin, yang penting nyawa selamat dulu!” tandas Rohaya yang sejak Rabu malam bersama keluarganya telah mengungsi di tenda yang dibangun Secata. Rohaya menambahkan, meski rumahnya hancur, ia masih bersyukur semua keluarganya selamat dan tidak ada yang mengalami luka-luka.

 

foto  foto

Ket : - Pada sore hari tanggal 4 September 2009, relawan Tzu Chi telah tiba di Kecamatan Mangunjaya dan             Banjarsari untuk menyalurkan bantuan logistik berupa mi instan, tenda, beras, dan kurma.(kiri)
         - Letkol Infanteri Andi Perdana Kahar saat memberikan pengarahan kepada warga mengenai pembagian             bantuan dari Tzu Chi. Andi sendiri mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi atas kepeduliannya             membantu sesama tanpa pandang suku dan agama. (kanan)

Mayoritas Rumah Warga Rusak Total
Komandan Secata Rindam III/Siliwangi, Letkol (Inf) Suparlan Purwo Utomo menuturkan, sekitar 60% rumah warga yang menjadi pengungsi di Secata rusak total. Umumnya, rumah yang rusak adalah rumah permanen yang dibangun dari tembok dan tripleks. Sementara rumah panggung bilik, banyak yang masih utuh dan hanya rusak ringan. Saat gempa terjadi, para warga itu langsung berdatangan ke Secata. Tadinya, Secata hanya membangun satu tenda darurat, namun karena jumlah pengungsi terus bertambah, hingga hari Minggu (6/9/09) tersebut, 7 tenda telah dibangun. Masing-masing tenda dihuni oleh sekitar 12 keluarga.

Suparlan menambahkan, korban gempa yang tadinya hanya merasa shock, kini banyak yang mengidap infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), flu, dan diare yang sebagian besar diderita oleh para lansia.

foto  foto

Ket: -Relawan meninjau lokasi bencana di Kampung Cikole, Kelurahan Margamukti, Kecamatan Pangalengan,             Bandung. Di daerah ini, 60% rumah warga yang mengungsi rusak total akibat gempa. (kiri)
         - Rohaya (57), warga korban bencana gempa di Kampung Cikole, Kel. Margamukti, Pangalengan, Bandung             tengah memandangi sisa-sisa bangunan rumahnya. Kesedihannya bertambah tatkala mengetahui rumah             ketiga anaknya pun juga rusak total. (kanan)

Sri Yanti (15) hanya bisa terbaring lemas di atas velbed yang disediakan oleh pihak TNI. Wajahnya terlihat pucat dan nafasnya sedikit tersengal-sengal. Tubuhnya ditutupi oleh selimut tebal agar ia tetap merasa hangat. Saat kami berkunjung ke tendanya, remaja perempuan itu tidak dapat berbincang-bincang dengan relawan. Tubuhnya begitu lemas dan kepalanya pusing. Saat gempa terjadi, karena kondisi putrinya yang tidak dapat berjalan, sang ibu, Oom (49), menggendong Sri ke tempat yang aman. Manurut Oom, dua tahun lalu, Sri sempat terjatuh dan pernah mengidap TBC kelenjar, namun telah sembuh setelah 9 bulan berobat. “Anak saya memang sering sakit, tapi kali ini sakitnya pas gempa. Untungnya kami (semua) bisa selamat,” jelas Oom. 

Herman Widjaja, Ketua Tzu Chi Bandung mengatakan, pemberian paket bantuan bagi korban gempa ini diadakan atas informasi dari Kodam III/Siliwangi yang mengabarkan bahwa persediaan makanan bagi korban gempa yang mengungsi di Secata sudah mulai menipis.  “Sekarang saja sudah dingin, apalagi kalau malam. Selimut dan obat-obatan dapat berguna sekali bagi pengungsi. Apalagi kita tahu pengungsi di sini sudah banyak yang sakit. Selain itu, kami juga memberikan bantuan beras untuk mendukung dapur umum. Kita akan terus memantau perkembangannya untuk menentukan langkah ke depannya,”  ujar Herman Widjaja.

 
 

Artikel Terkait

Merentangkan Jalan Yang Bajik

Merentangkan Jalan Yang Bajik

04 Desember 2018

Tanpa terasa perjalanan kelas bimbingan budi pekerti di Tzu Chi Tebing Tinggi sudah berjalan hampir satu tahun. Pada Minggu, 25 November 2018 diadakan penutupannya. Kegiatan yang dimulai pada pukul 14.00 WIB ini diikuti oleh 41 Bodhisatwa cilik dan juga 40 relawan dari Tebing Tinggi dan Laut Tador.

Kupon Beras Pembawa Kebahagiaan

Kupon Beras Pembawa Kebahagiaan

25 Januari 2017

Menyusuri jalanan sempit di Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta, para relawan Tzu Chi membagikan kupon beras kepada warga yang kurang mampu. Tepat di ujung gang RT 10, relawan bertemu seorang nenek, Tukijem (57). Lansia yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci gosok ini menyambut kedatangan relawan dengan penuh sukacita.

Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -