Menerapkan Semangat 4 in 1 dalam Menjalankan Misi Tzu Chi

Jurnalis : Nuraina Ponidjan (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Cathy Tzu Shao (Tzu Chi Medan)


Sebanyak 196 relawan Tzu Chi Medan mengikuti Pembacaan Sutra Baisajyaguru.

Dalam rangka memperingati 53 tahun berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi dan juga merupakan hari ulang tahun Master Cheng Yen, relawan Tzu Chi Medan mengadakan doa bersama. Doa bersama ini dimulai pukul 08.00 WIB, live dengan Griya Jing Si Hualien Taiwan dengan pembacaan Sutra Baisajyaguru yang menandakan semangat awal berdirinya Tzu Chi dan wujud rasa syukur dan doa yang tulus dalam membantu umat manusia terlepas dari penderitaan.

Pembacaan Sutra Basajyaguru dilakukan tiap tanggal 24 bulan 3 penanggalan lunar setiap tahunnya dan tahun ini jatuh pada tanggal 28 April 2019. Pembacaan Sutra Basajyaguru ini diikuti oleh 196 orang relawan dan diadakan di Kantor Tzu Chi Medan, di kompleks Cemara Asri Medan.

 

Apa itu Semangat 4 in 1?

Dari 196 relawan ini, 120 di antaranya adalah relawan fungsionaris atau relawan yang memegang tanggung jawab di berbagai misi Tzu Chi. Di hari yang bersejarah ini pulalah, Tzu Chi Medan mengadakan pelatihan khusus untuk para pengurus atau fungsionaris dengan menerapkan semangat 4 in 1 yaitu He Xin (bersatu hati), He Qi (ramah tamah), Hu Ai (saling mengasihi) dan Xie Li (gotong royong). Jadi sistem kerelawanan dibagi berdasarkan fungsi atau peran bukan pembagian jabatan.


Peserta pelatihan 4 in 1 yang terdiri dari para pengurus atau fungsionaris Tzu Chi Medan.

Cara kerja struktur 4 in 1  Tzu Chi adalah; He Xin mewariskan ajaran dengan murni, He Qi menyelaraskan urusan sumber dasar manusia, agar bisa menggerakkan keharmonisan sesama relawan, Hu Ai menggerakkan rancangan He Qi dan Rancangan Hu Ai sendiri agar Xie li dapat memikul tanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan dalam komunitas masing-masing serta Xieli menerapkan konsep memberi perhatian dalam kelompok kecil dan berkegiatan dengan banyak Xie li.

Master Cheng Yen mengatakan bahwa setiap orang adalah He Xin, setiap orang adalah Xie Li, setiap orang dalam kesempatan dan waktu yang berbeda boleh memerankan He Xin atau He Qi atau Hu Ai atau Xie Li. Jadi He Xin, He Qi, Hu Ai dan Xie Li bukanlah atasan atau bawahan, bukan jabatan lebih tinggi atau lebih rendah, melainkan setiap orang mampu mengimplementasikan semangat dan filosofi Tzu Chi dalam kehidupan sehari-hari serta melalui tindakan nyata, ucapan dan perilaku kita, bisa membuat masyarakat umum, para donator dan keluarga penerima bantuan merasakan keharmonisan dan keindahan dari Tzu Chi.


Suniya, selaku Ketua Kelas Pelatihan 4 in 1 menyampaikan beberapa pesan selama pelatihan.

Keharmonisan dan keindahan Tzu Chi dapat terwujud dengan menumbuhkan dan merawat jiwa kebijaksanaan. “Sebetulnya benih kebijaksanaan telah ada dalam diri kita, yang perlu kita lakukan hanyalah membiarkannya tumbuh dan merawatnya,” tutur Handra Sikoko.

 

Apa itu Kebijaksanaan ?

Bijaksana adalah kemampuan membedakan segala sesuatu, mampu membedakan dengan jelas fenomena di dunia, mampu melingkupi seluruh alam semesta dan sumber dari cinta kasih yang setara terhadap semua makhluk serta memahami setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Untuk itu setiap saat, dengan sepenuh hati mendengarkan, mengamati dan berpikir, barulah dalam keadaan terdesak kita bisa membangkitkan kebijaksanaan untuk membantu diri sendiri maupun orang banyak.

 

Kebijaksaan Tumbuh di saat Menjalankan Misi Amal

Turut hadir dalam pelatihan 4 in 1 kali ini dari He Xin, dari Misi Amal yaitu Wie Siong dari Jakarta, yang telah bersumbangsih di Misi Amal lebih kurang 11 tahun dan telah menangani lebih dari seribu kasus permohonan bantuan ke Tzu Chi. Wie Siong banyak memberikan motivasi dan dorongan semangat kepada para peserta pelatihan di dalam menjalankan Misi Amal.

 

Wie Siong, Relawan Misi Amal dari Jakarta memberikan sharing tentang bagaimana menjalankan Misi Amal Tzu Chi.

Di dalam menangani setiap permohonan bantuan, kita bukan hanya memberikan bantuan semata atau bukan hanya mengurangi penderitaan pemohon bantuan tetapi dari setiap kasus yang kita tangani akan membangkitkan welas asih dan jiwa kebijaksanaan kita terutama sesama relawan karena dalam sebuah organisasi  akan banyak pendapat dan cara pandang yang berbeda.  Dan dengan  menangani permohonan bantuan, kita menjadi perpanjangan kehidupan dan perpanjangan jodoh dengan Master Cheng Yen,” kata Wie Siong.

“Dalam Misi Amal, kita bukan hanya membantu mengobati penyakitnya tetapi kita juga harus membantu mengobati batinnya sehingga dengan melakukan Misi Amal kita juga sekaligus menggalang hatinya. Semoga dengan bantuan dan pendampingan yang kita berikan akan menggugah hatinya sehingga hati manusia bisa tersucikan,” tambahnya.

Bercerita tentang Misi Amal, tentu saja banyak suka duka yang dialami para relawan. Di antaranya Lina Naga dan Lim Ik Ju yang dalam pelatihan 4 in 1 kali ini diminta untuk menceritakan pengalaman mereka selama menangani permintaan bantuan dalam Misi Amal.

 

Handra Sikoko mengajak para peserta untuk bisa menumbuhkan dan merawat jiwa kebijaksanaan.

“Dalam menangani kasus permintaan bantuan, semua perasaan pernah saya alami dari dimaki ataupun dimarahi. Namun akhirnya tetap perasaan senang dan terharu yang saya rasakan ketika melihat orang yang kita bantu bisa sembuh dari penyakitnya. Ketika penerima bantuan (Gan En Hu) marah, kita sebagai insan Tzu Chi harus bisa mengerti bahwasannya Gan En Hu itu dalam keadaan kondisi batin yang  penuh kegelapan jadi kita harus bisa empati terhadap sikap mereka. Dan di saat mendapat limpahan kemarahan dari Gan En Hu kita harus tetap tersenyum dan menenangkan mereka, itulah insan Tzu Chi,” tutur Lina Naga.

Pengalaman lain diceritakan Lim Ik Ju. “Bagi saya saat kita survei ke rumah Gan En Hu, usahakanlah tetap jaga suasana dan sikap kekeluargaan agar Gan En Hu yang kita survei mau mengutarakan isi hatinya kepada kita,” ujarnya.

Pengalaman paling berkesan bagi Lim Ik Ju adalah menangani kasus seorang gadis yang berjualan pakaian di Batam. Karena sakit akhirnya gadis tersebut pulang ke Medan. Gan En Hu ini sekujur badannya luka-luka seperti bekas benjolan dan melepuh, orang di sekitarnya mengatakan kalau Gan En Hu ini pasti terserang HIV, akibat pandangan negatif karena Gan En Hu ini pernah menetap di Pulau Batam. Saat itu banyak yang menolak untuk menangani survey ini, tapi mempertimbangkan kasus ini menyangkut nyawa seseorang, Lim Ik Ju memberanikan diri menangani kasus ini.

 

Su Pun Wui mengajak para pengurus untuk bersama-sama berikrar menggalang serratus ribu donatur.

“Saat disurvei, Gan En Hu sudah terbaring di ruang tamu,  dari pandangan saya sepertinya bukan HIV, tapi sejenis alergi obat. Saat diobati ternyata penyakitnya memang hanya karena alergi obat atau sindrom stevens Johnson. Akhirnya hanya dengan biaya obat sebesar Rp 500.000 kita bisa menyelamatkan nyawa seseorang dan sekarang sekujur tubuhnya sudah tidak ada bekas,” Lim Ik Ju menambahkan.

Itulah kebahagiaan yang dirasakan relawan Misi Amal. Walaupun saat menangani setiap kasus kadang harus menghadapi berbagai suasana hati, namun di saat itulah jiwa kebijaksanaan akan tumbuh dan berkembang.

 

Menggalang Hati Galang Dana

Untuk menjalankan setiap misi Tzu Chi, tidak luput dari masalah dana. Di Yayasan Buddha Tzu Chi, dana dibagi atas; Dana Amal (Khusus untuk misi amal), dana pengembangan serta dana pembangunan. Menurut Su Pun Wui, bahwa menggalang dana merupakan ladang berkah dan juga merupakan kesempatan yang baik untuk melatih diri menjadi lebih rendah hati dan lebih bijak. Berdana tidaklah perlu harus dengan nilai nominal yang besar, namun sangat diharapkan secara rutin, dengan demikian setiap orang akan selalu rutin melakukan perbuatan baik, ini yang sering disampaikan kepada para donatur.

 

Perasaan senang dan terharu yang dirasakan Lina Naga ketika melihat orang yang dibantu bisa lepas dari penderitaannya.

Saat menggalang dana haruslah tetap berbudaya humanis, baik saat mengajak orang menjadi donatur ataupun saat menjelaskan ke calon donatur ke mana dana yang disumbangkan akan disalurkan nantinya dan harus berlapang hati apabila orang lain menolak menjadi donatur.  Di saat galang dana yang terpenting adalah menggalang hati. Sebenarnya setiap manusia itu berjiwa sosial, namun perlu orang yang mengetuk pintu hati mereka agar mau berdana. Dengan berdana kita menjalin jodoh baik dengan banyak orang dengan pedoman : ketulusan, kebenaran, keyakinan dan kerelaan.

Dengan mendengar beberapa sharing, baik Misi amal maupun mengenai galang hati galang dana, akhirnya para pengurus Tzu Chi Medan secara bersama-sama berlutut dan berikrar akan menggalang seratur ribu donatur.

Melihat semangat para pengurus yang sudah seharian mengikuti acara, baik acara pembacaan sutra maupun pelatihan 4 in 1, Indriani selaku koordinator pelatihan 4 in 1 merasa sangat bahagia.

“Semoga dengan pelatihan 4 in 1 ini, para pengurus bisa lebih memahami dan menjalankan setiap misi Tzu Chi dan bisa mengajak lebih banyak relawan untuk menangani misi amal serta semoga di antara sesama relawan terjalin keharmonisan dan kebersamaan di dalam menjalankan visi dan misi Tzu Chi dan di dalam menapaki jalan Bodhisatwa serta tetap berpegang pada semangat “Zong yiqie fa, chi yiqie shan” (berpegang teguh pada ajaran Dharma dan taat dalam menjalankan kebajikan),” tutur Indriani.

 

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Menerapkan Semangat 4 in 1 dalam Menjalankan Misi Tzu Chi

Menerapkan Semangat 4 in 1 dalam Menjalankan Misi Tzu Chi

03 Mei 2019

Dalam rangka memperingati 53 tahun berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi dan juga merupakan hari ulang tahun Master Cheng Yen, relawan Tzu Chi Medan mengadakan doa bersama. Doa bersama ini dimulai pukul 08.00 WIB, live dengan Griya Jing Si Hualien Taiwan dengan pembacaan Sutra Baisajyaguru.

Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -