Mengajar dengan Budaya Humanis

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoPara guru diajarkan bahasa isyarat tangan (shou yu) dan merangkai bunga sebagai bagian dari budaya humanis Tzu Chi.

Jumat 8 Juli 2011, adalah hari kedua pelatihan bagi para guru Sekolah Tzu Chi Indonesia. Pelatihan yang dilaksanakan selama 2 hari itu bertujuan untuk memahami filosofi dasar dari pendidikan di Tzu Chi sekaligus membantu para guru dan asisten guru agar lebih mudah melakukan penyesuaian di tempat kerja yang baru.
Zhou Qiu Ju, salah satu pembicara yang juga seorang guru asal Sekolah Tzu Chi Taiwan menerangkan bahwa di Sekolah Tzu Chi Taiwan para guru melakukan pendekatan dengan para murid dan mengajarkan prinsip moral melalui Kata Perenungan Master Cheng Yen.

 Ia juga menerangkan agar para guru memiliki kasih sayang yang tulus kepada anak didiknya agar para orangtua merasa tidak khawatir menyerahkan anak-anaknya untuk dididik. Sebab bagi orangtua anak adalah anugerah yang terbesar, oleh karena itu membuat keseimbangan antara kasih guru dan orangtua akan menghasilkan anak-anak yang baik.

Lebih lanjut Zhou Qiu Ju menjelaskan bagaimana para guru di Sekolah Tzu Chi Taiwan mengajarkan prinsip moral melalui 5 tahapan, yaitu pengalaman, cerita, filosofi, perenungan, dan praktik. Melalui pengalaman biasanya para murid diajak dalam sebuah permainan mengalami tentang sesuatu-wajahnya ditutup dengan kain seolah menjadi orang tunanetra. Tahap berikutnya adalah mendengarkan perasaan dari murid-murid tentang pengalamannya menjadi tunanetra dan guru menjelaskannya menggunakan Kata Perenungan Master Cheng Yen. Dengan demikian murid-murid akan melakukan perenungannya sendiri dan dapat langsung menerapkannya sebagai pengalaman batin.

 

foto  foto

Keterangan :

  • Para peserta begitu antusias merangkai bunga yang diajarkan oleh guru Sekolah Tzu Chi Taiwan. (kiri)
  • Su Tue Ju (guru Sekolah Tzu Chi Taiwan) sedang memberikan contoh begaimana merangkai bunga secara sederhana dan kreatif.(kanan)

Oleh karena itu, Zhou Qiu Ju menekankan, bahwa peran dan figur para guru menjadi penting tatkala perilaku baik menjadi tujuan yang hendak dicapai. Di Sekolah Tzu Chi guru tak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan bagi murid-muridnya. "Melalui pelatihan ini guru-guru juga berlatih berbaris, bagaimana cara duduk yang benar, makan yang benar, dan berbicara yang benar. Karena pada dasarnya para guru adalah contoh model dari murid-muridnya. Jadi pembekalan inilah yang harus dimengerti oleh para guru. Kalau para guru sudah mengerti lebih dalam, maka ia akan lebih mudah mengajar murid-muridnya melalui contoh," terang Caroline Widjanarko Principal Primary Sekolah Tzu Chi (Kepala Sekolah SD).

Mengembangkan Kreativitas
Sistem pengajaran Sekolah Tzu Chi memang terbilang unik. Selain pendidikan formal para murid juga diajarkan tata krama, kekompakkan, saling menyayangi, dan memberi. Semua ini dirangkum dalam sebuah pengajaran yang disebut budaya humanis. Menurut Iing Felicia Joe Principal Nursery School (Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak), pendidikan budi pekerti harus diberikan kepada anak-anak sejak usia dini. Karena pada usia itulah semua informasi yang dicerap akan membentuk menjadi kepribadian. “Di Sekolah Tzu Chi murid-murid diajarkan hal-hal yang mendasar seperti bagaimana membuka sepatu, tata cara makan, dan etika bermain. “Jadi kita memberikan semua etiket yang secara tidak langsung dibutuhkan oleh mereka,” jelas Iing.  

 

foto  foto

Keterangan :

  • Menurut Caroline (kiri) pelatihan ini sangat baik untuk membangun karakter para guru demi tercapainya keberhasilan pendidikan. (kiri)
  • Sebelum pelatihan dimulai para guru melakukan senam bersama yang berbentuk permainan.(kanan)

Iing juga menjelaskan kalau etiket yang diberikan tentunya tidak membatasi kreativitas anak, tapi lebih merupakan pemahaman yang mengajarkan seorang anak agar dapat bersikap dan berperilaku sesuai pada situasi dan kondisi lingkungan.

Pada hari itu selain dijelaskan mengenai materi pengajaran menggunakan kata perenungan, para guru juga diajarkan merangkai bunga. Maka sebanyak 50 guru yang hadir terlihat antusias memerhatikan seorang guru Sekolah Tzu Chi Taiwan dalam merangkai bunga. Kegiatan merangkai bunga ini juga bertujuan agar para guru bisa menyampaikan pesan cinta lingkungan yang dituangkan dalam seni dan kreativitas. Sebab dalam seni merangkai bunga para murid nantinya diajarkan untuk memanfaatkan barang daur ulang sebagai media hias. Materi merangkai bunga adalah sesi terakhir dari pelatihan hari itu. Setidaknya pelatihan yang diadakan selama 2 hari telah memberikan pemahaman kepada para guru akan visi dan misi Tzu Chi serta cara mengajar yang diharapkan di Sekolah Tzu Chi. “Melalui pelatihan ini guru-guru yang berasal dari berbagai latar belakang dapat memahami visi dan misi Tzu Chi. Tujuannya tak lain agar mereka lebih siap untuk membangun kekompakkan dan menyerap budaya humanis Tzu Chi,” jelas Caroline.

 

  
 

Artikel Terkait

Celengan yang Istimewa

Celengan yang Istimewa

01 Februari 2016 Pada 29 Januari 2016, relawan Tzu Chi Tangerang berkunjung ke Perguruan Setia Bakti untuk melakukan penuangan celengan bambu Tzu Chi. Total 765 celengan dituangkan pada hari itu.
636 Bingkisan Imlek untuk Warga Prasejahtera

636 Bingkisan Imlek untuk Warga Prasejahtera

17 Januari 2020
Sebanyak 636 warga prasejahtera menerima bingkisan Imlek dari Tzu Chi Makassar. Bingkisan tersebut diperuntukkan bagi anak yatim maupun piatu, janda, lansia, dan masyarakat prasejahtera di wilayah Makassar.
Menjembatani Perbedaan dengan Cinta Kasih Universal

Menjembatani Perbedaan dengan Cinta Kasih Universal

14 September 2017
Pada 9 dan 10 September 2017, Tzu Chi Batam mengadakan baksos kesehatan gratis yang ke-4 di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulau Meranti, Provinsi Riau. baksos ini berhasil mengobati 539 warga kurang mampu di dearah tersebut.
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -