Mengajar untuk Kehidupan yang Lebih Baik
Jurnalis : Metta Wulandari , Fotografer : Metta WulandariSebanyak 114 guru sekolah Tzu Chi Indonesia mengikuti training guru humanis yang diadakan oleh pihak sekolah. Training ini diadakan rutin setiap tahunnya untuk menambah pengetahuan para guru mengenai misi pendidikan serta budaya humanis yang ada di Tzu Chi.
Pendidikan berbudaya humanis adalah pendidikan dasar yang amat dibutuhkan oleh manusia sejak dini. Pendidikan ini akan membawa mereka untuk bisa memaknai kehidupan dan menyadarkan kita bahwa hidup bukanlah hanya berkaitan dengan masalah akademis saja, melainkan manusia juga harus memerhatikan nilai, norma dan budaya yang tidak tertulis dalam masyarakat.
Pendidikan budaya humanis bisa diibaratkan seperti pupuk yang mampu menyuburkan tanaman. Karena pada dasarnya mendidik seorang murid, sama halnya seperti menanam sebuah benih. Dari yang awalnya hanya sebuah benih bisa berbuah menjadi seribu. Benih yang baik tentunya akan menghasilkan buah yang baik pula apabila rajin dirawat, disirami, dipupuk, dan lain sebagainya. Begitu pula jika ingin menghasilkan murid yang baik, sudah seharusnya pengajaran yang diberikan bisa bermanfaat bagi mereka dimasa mendatang. Dari sanalah para tenaga pendidik Tzu Chi setiap tahunnya diberikan sebuah training mengenai bagaimana memberikan pengajaran yang baik pada setiap siswanya. Sejak Senin, 24 Maret 2014 hingga Jumat, 28 Maret 2014 sebanyak 114 tenaga pendidik Tzu Chi ikut serta dalam pelatihan budaya humanis ini.
Menjadi Guru Bahagia Dengan Berpedoman Kata Perenungan Jing Si
Salah satu pengisi materi, Lin Mei-jin laoshi (guru), mengungkapkan bahwa pengajaran yang paling baik adalah dengan mengerti masing-masing anak karena sifat mereka satu sama lain adalah berbeda. Salah satu caranya adalah dengan perasaan bahagia dan ikut bertumbuh bersama dengan para siswa. “Cara untuk menjadi guru yang baik dan benar adalah mengajar dengan menggunakan perasaan bersyukur, perasaan bahagia, menemani anak-anak untuk belajar bersama dan bertumbuh besar,” ujarnya. Lin laoshi sendiri merupakan anak ke-5 dari tujuh bersaudara. Semasa kecil ia sangat disayang oleh para guru karena badannya yang amat mungil juga karena kecerdasannya. Dengan kasih sayang para guru ditambah dengan pekerjaan sang ayah yang juga seorang guru, Lin laoshi kemudian bercita-cita menjadi seorang guru. Hingga kini ia telah bergabung selama 20 tahun menjadi guru di sekolah Tzu Chi Taiwan.
Lin Mei-jin laoshi, salah satu pengisi materi, memberikan sharing mengenai bagaimana mengajarkan siswa tentang kata perenungan Master Cheng Yen di kelas.
Disela-sela training, para guru juga membuat peraturan kelas secara kreatif dan sesuai dengan budaya humanis Tzu Chi.
Awalnya ia mengajar tidak seperti sekarang. Pembawaan Lin laoshi yang serius, membuat ia tidak merasa bahagia saat berhadapan dengan anak-anak. “Pengajaran menggunakan kata perenungan jing si telah mengubah hidup saya, karena dulu kami belajar dengan sangat serius tapi kami sama tidak merasa bahagia, setelah mengajar dengan kata perenungan, saya menjadi guru yang bisa setiap hari mengajar dengan hati senang dan bahagia,” kenang Lin laoshi.
Baginya, kata perenungan Master Cheng Yen seperti obat mujarab sehingga mampu menyembuhkan kegundahannya saat mengajar. “Dulu saya hanya memberikan pelajaran kepada anak-anak, sekarang kami belajar bersama-sama dan berkembang. Karena Master Cheng Yen mengatakan kami harus saling mencintai, saling belajar satu sama lain, kemudian jangan menjadi guru yang keras dalam mendidik anak, tetapi jadilah guru yang bisa berkembang bersama mereka,” terangnya.
Pu Chi Lan laoshi, yang juga mengisi materi training, juga berpendapat sama dengan Lin laoshi. “Pandangan saya terhadap mengajar adalah sebelum saya mengenal Tzu Chi, saya merasa tugas seorang guru adalah untuk mengajarkan anak-anak dengan baik, agar dia bisa bertumbuh dan berkembang dengan gembira. Tetapi setelah saya mengenal Tzu Chi, saya menyadari tugas guru bukanlah hanya seperti itu, yang terpenting adalah mengajari anak-anak untuk mengikuti hatinya, dan pendidikan moral, mereka harus memiliki perasaan bersyukur, menghormati dan menyayangi. Mengajarkan mereka untuk menjadi anak yang patuh dan pengertian,” ucapnya. Ia juga menambahkan bahwa selain memberi pengajaran pada anak-anak, akan lebih baik apabila anak mengerti dan tidak hanya menghafal saja. Guru juga sudah seharusnya bisa ikut mempraktekkannya terlebih dahulu.
Perwakilan kelompok satu persatu maju untuk membacakan apa saja peraturan kelas yang telah dibuat.
Yen Wen Tsung, Direktur Sekolah Tzu Chi Indonesia, memberikan dukungan kepada para guru untuk bersama-sama menerapkan pengajaran Kata Perenungan Master Cheng Yen di kelasnya.
Bersiap Menerapkan Kata Perenungan Dalam Pengajaran
Wang Wen Zhen, guru pelajaran Bahasa Mandarin di Sekolah Tzu Chi Indonesia, merasa bahwa sharing dari para pengisi materi sangat bagus karena bisa menambah metode pengajaran yang bisa diterapkan pada anak muridnya. “Kesan saya terhadap kegiatan ini sangat mendalam, satu point yang sangat jelas di ingatan saya adalah para guru yang berbagi cerita di atas panggung tadi adalah mereka sangatlah optimis dan senang,” ucap Wang Wen Zhen. “Mereka benar-benar menganggap mengajar itu sebagai hidupnya. Itu meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya, dan saya juga sangat berterima kasih kepada mereka. Sesudah acara ini, mungkin saya akan membereskan pelajaran yang saya dapatkan, saya akan menghubungkan pelajaran-pelajaran itu kedalam proses pengajaran saya nanti,” tambahnya lagi.
Dukungan positif juga diberikan oleh Direktur Sekolah Tzu Chi Indonesia, Yen Wen Tsung, bagi para stafnya untuk menggunakan kata perenungan dalam setiap pengajaran di kelas. “Di Taiwan sendiri harus terus mencoba untuk mempraktekkan kata perenungan jing si, jadi kita di sini juga tidak sulit. Harus terus bertahan, terus mencoba untuk menanamkan kata perenungan Master Cheng Yen, satu kali tidak bisa, coba ke dua kalinya, masih tidak bisa juga, coba lagi untuk yang ketiga kalinya,” ujarnya bersemangat.
Kata perenungan Master Cheng Yen yang bersifat positif, pendidikan moral, kehidupan dan pelestarian lingkungan mempunyai makna yang sederhana namun bermakna sangat dalam. Dengan menerapkannya pada siswa, diharapkan mereka nantinya mempunyai pemikiran yang bijaksana dan mengubah sikap mereka.