Sebanyak 25 murid Kelas Budi Pekerti Tzu Shao dan 15 relawan mengikuti kelas fotografi berbudaya humanis yang diadakan relawan Tzu Chi Medan. Kegiatan ini bertujuan membekali murid-murid dengan wawasan dan pengetahuan fotografi menggunakan handphone untuk menghasilkan foto yang inspiratif dan berbudaya humanis.
Di era digital yang serba cepat ini, handphone telah menjadi alat yang tak terpisahkan dari kehidupan kita. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi, handphone juga telah berevolusi menjadi kamera yang mumpuni. Dengan semakin canggihnya teknologi kamera handphone, semua orang kini bisa menjadi fotografer karena mampu menghasilkan foto berkualitas bagus dengan perangkat yang mudah dibawa dan hampir selalu tersedia.
Oleh karena itu, Tzu Chi Medan menggelar kelas fotografi berbudaya humanis bagi murid-murid Kelas Budi Pekerti Tzu Shao (SMP dan SMA) pada Minggu, 9 Maret 2025, di lantai 5 Gedung DAAI TV yang berlokasi di Komplek Jati Junction Blok P No. 1 Jl. Perintis Kemerdekaan. Kelas yang terdiri atas sesi teori dan praktik ini diikuti 25 murid Tzu Shao dengan didukung 15 relawan panitia dan relawan Zhen Shan Mei sebagai pendamping (mentor).
Dalam sesi teori, peserta dibekali materi fotografi dengan handphone yakni tips-tips memanfaatkan fitur-fitur yang terdapat pada kamera handphone, cara dan arah pengambilan foto serta contoh-contoh foto yang bajik dan indah sesuai dengan Budaya Humanis Tzu Chi. Dalam sesi praktik, peserta mengambil foto dengan menerapkan teknik dan tips-tips yang telah didapat dari sesi teori dengan arahan relawan pendamping (mentor).
Kelas fotografi ini bertujuan membekali murid-murid Kelas Budi Pekerti Tzu Shao dengan wawasan dan pengetahuan fotografi menggunakan handphone untuk menghasilkan foto yang inspiratif dan berbudaya humanis. “Zhen Shan Mei (dokumentasi) adalah metode terampil dari Master Cheng Yen untuk melatih batin dan pikiran. Fotografi Tzu Chi mengandung budaya humanis dan sukacita. Dengan fotografi, sikap mental dan pikiran yang positif secara tidak langsung akan tumbuh dan berkembang dalam diri generasi muda,” ungkap Leo Rianto, koordinator kegiatan sekaligus pemateri dalam kelas fotografi ini.

Leo Rianto membawakan materi fotografi dengan handphone berupa tips memanfaatkan fitur-fitur yang terdapat pada kamera handphone serta cara dan arah pengambilan foto.
Mengawali sesi teori, dijelaskan tentang pentingnya mengenali kemampuan dasar kamera dalam hal spesifikasi, resolusi, lensa, dan mempelajari setting kamera berupa HDR (high definition resolution) dan ISO (kepekaan sensor dalam menangkap cahaya) untuk mendukung kecerahan hasil foto serta perlengkapan tambahan yang diperlukan, seperti memori internal, memori eksternal (flaskdisk) dan tripod.
Hal yang harus diperhatikan selanjutnya adalah ukuran layar yang dibutuhkan (1 : 1, 4 : 3, 16 : 9, full) dan cara memegang handphone dengan stabil agar didapatkan objek foto yang diinginkan tanpa getaran. “Menjaga kestabilan saat memotret dapat melatih ketenangan bathin kita,” pesan Leo kepada peserta. Kemudian pencahayaan yang mengacu pada banyaknya cahaya yang masuk ke sensor kamera yang akan mempengaruhi kualitas foto yang dihasilkan. Saat memotret, disarankan untuk menggunakan pencahayaan alami dan pastikan sesuai, tidak berlebihan atau kurang. Lalu fitur zoom, filter, wide (tampilan lebar), ultrawide (sangat lebar) dan white balance untuk menyeimbangkan temperatur warna dalam fotografi.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah arah pengambilan foto yakni low angle (di bawah / lebih rendah dari posisi mata), neutral / eye level (sejajar dengan penglihatan manusia) dan high angle (di atas / lebih tinggi dari posisi mata), posisi / sudut pandang (depan, belakang, samping), dan komposisi rule of third (aturan sepertiga) yakni memposisikan objek foto di sepanjang garis vertikal dan horizontal (grid) pada layar kamera agar hasil foto tampak lebih estetik.
Di akhir sesi, Leo membagikan contoh foto yang dibutuhkan Tzu Chi yaitu yang menampilkan sukacita, sentuhan dan budaya humanis serta contoh foto yang benar dan kurang benar dari segi posisi, komposisi dan estetika. Tidak lupa pula hadirin diberikan tips-tips dalam meliput kegiatan Tzu Chi, di antaranya mencari referensi dan memahami jenis kegiatan / acara yang diadakan, komposisi dan angle foto yang menarik dan menjunjung tinggi budaya humanis. “Biarpun hanya peristiwa kecil, tapi terkadang mengandung makna yang dalam. Inilah alasan penting mengapa setiap insan Tzu Chi harus mendokumentasikan sejarah,” kata Leo menutup sesi teori.
Murid-murid dan relawan mencoba mengambil objek foto dari arah low angle (di bawah / lebih rendah dari posisi mata).
Tidak hanya dibekali teori, para murid juga diberikan kesempatan praktik langsung di tempat terbuka (outdoor) yaitu pelataran depan gedung tempat kelas berlangsung. Murid-murid dibagi dalam empat grup dengan didampingi mentor dan bebas mengambil foto apa saja dengan mengikuti tips dan teknik yang telah didapat dari sesi teori. Relawan pendamping (mentor) memberikan arahan untuk menghasilkan foto yang bagus dan indah. Usai sesi praktik, para murid dan relawan kembali ke dalam kelas dan berbagi kesan (sharing) setelah mengikuti kelas fotografi.
Kelas fotografi ini tentunya memberi pengetahuan dan manfaat bagi murid-murid Tzu Shao terutama karena tidak pernah dipelajari dalam pendidikan formal. Salah satunya Natasya Tiopan yang baru kali ini mengikuti kelas fotografi. “Setelah mengikuti kelas ini, baru tahu ternyata posisi dan sudut pengambilan foto (angle) mempengaruhi hasil foto yang diambil, grid (garis-garis vertikal dan horizontal) dan rule of third membantu menghasilkan foto yang estetik,” tutur Natasya.
Usai sesi praktik, para murid berbagi kesan (sharing) setelah mengikuti kelas fotografi.
Hal yang sama dirasakan oleh Calvin yang mendapat pengalaman baru dari kelas fotografi yang juga disertai praktik ini. “Cukup banyak yang saya dapat dari kelas ini, terutama fitur-fitur pada kamera handphone yang selama ini kurang diperhatikan, misalnya komposisi, pencahayaan dan cara mengambil foto yang baik dan benar. Juga etika dalam foto, harus mengandung budaya humanis, kebaikan dan keindahan. Yang paling penting adalah bagaimana menampilkan pesan/cerita dalam sebuah foto,” kata Calvin. Ia juga berharap skill fotografinya akan lebih baik untuk menghasilkan foto yang inspiratif dan berbudaya humanis.
Natasya Tiopan mendapat pengetahuan dan manfaat dari kelas fotografi bahwa sebuah foto dapat menyampaikan pesan kepada orang yang melihatnya dan tentang bagaimana menghasilkan foto yang inspiratif dan bercerita.
Fotografi tidak hanya mengenai karya foto yang dihasilkan, tapi esensi dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Fotografi juga termasuk cara pembinaan diri dengan berpikiran baik dan positif. “Master Cheng Yen selalu mengatakan bahwa pikiran adalah pelopor. Pikiran yang baik menciptakan hal yang baik. Dengan kelas fotografi, diharapkan para murid Tzu Shao sebagai generasi penerus selalu di jalan yang benar, tekun bersumbangsih dan membina diri,” tutup Leo.
Editor: Arimami Suryo A.