Mengenal Ajaran Kehidupan
Jurnalis : Leo Samuel Salim 林惟乔 (Tzu Chi Bali), Fotografer : Leo Samuel Salim 林惟乔 (Tzu Chi Bali)Idealnya, akan sangat luar biasa jika segala sesuatu dapat berjalan sesuai keinginan kita, tetapi pada kenyataannya, banyak hal terjadi di luar kuasa kita. Itulah sepenggal kalimat yang yang dapat kita temui pada awal bagian kedua buku The Power of the Heart karangan dari Master Cheng Yen. Adalah sebuah kenyataan bahwa di dalam kehidupan ini segala sesuatunya berupa gejolak yang sering membuat batin kita senantiasa tidak damai. Melalui kesempatan jodoh yang baik ini, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Bali mengadakan kegiatan Bedah Buku The Power of the Heart pada tanggal 3 April 2016 di kantor Tzu Chi Bali.
Sebuah buku yang sangat padat akan makna kehidupan dimana Master Cheng Yen menggunakan cerita-cerita agar para pembacanya dapat lebih mudah mengaitkan diri dengan pengalamanan–pengalaman pribadinya. Di awal bagian kedua “Pelatihan Diri”, dijelaskan bahwa hendaknya kita dapat melatih diri kita dengan pengendalian pikiran karena pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Untuk mendapatkan kebahagiaan atau tetap terjerat penderitaan, semuanya dikembalikan ke diri kita masing-masing. Apakah kita tetap berada di dalam tumpukan kotoran ternak atau bersedia melangkah keluar menuju ke kolam mata air yang indah. “Tidak mau keluar dari lingkungan yang nyaman karena takut berubah,” ujar Suriaty yang mencoba merangkum apa yang telah dibacanya. Sedangkan Dewangga menambahkan bahwa banyak keraguan yang muncul untuk keluar dikarenakan oleh kerisauan batin, kebodohan, dan tidak mau berpikir panjang sehingga kita hendaknya dapat menyerap ajaran Buddha ke dalam hati dan dapat menyentuh kedamaian dan ketenangan batin.
Pada bagian kedua dari buku The Power of the Heart, kita semua diajak untuk dapat menemukan jalan yang tepat untuk melatih diri.
Dalam kehidupan, kesalahan demi kesalahan sering kita lakukan dan tak jarang, kita pun selalu menutupinya dengan kebohongan-kebohongan karena takut dikatakan buruk oleh orang lain. Ini bagaikan benang kusut yang akan terus menjerat batin kita sehingga selalu merasa risau dan menderita. Dengan mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memperbaikinyalah maka benang kusut tersebut akan terurai dan semuanya menjadi damai. Ada kalanya, kita sendiri tidak menyadari bahwa yang kita lakukan itu adalah salah dan merasa perbuatan itu adalah wajar.
Master Cheng Yen mencoba menyampaikan pesan ini dengan bercerita mengenai Rahula, yang tanpa maksud buruk selalu berbohong tentang keberadaan Sang Buddha dan merasa senang telah membohongi orang-orang. Awalnya hati ini adalah murni dan bersih, akan tetapi dengan senantiasa berdusta maka hati ini menjadi tercemar dan kotor. Untuk mengembalikan hati ini seperti sediakalanya maka kita harus dapat membuka hati, merenungkannya, menyadarinya, dan bertobat.
Anna (kanan) seorang Muslimah yang mengatakan bahwa apa yang didapatnya dalam bedah buku ini adalah sebuah ajaran kebenaran.
Mendengar kata hendak bertobat seakan-akan kita telah melakukan sebuah kesalahan yang besar. Kesalahan besar yang membuat kita merenungkannya dan bertobat. Akan tetapi Master Cheng Yen mengatakan ada hal yang harus dikendalikan dengan pertobatan yakni tabiat buruk kita. Banyak sekali orang beranggapan kalau tabiat buruk seseorang itu adalah sesuatu yang memang sudah ada dari awalnya dan sukar untuk diperbaiki. Tabiat-tabiat buruk itu terkumpulkan dari dalam jangka waktu yang lama, yang terakumulasi dari persaaan suka, tidak suka, dan beragam kecenderungan.
Kisah Sundarananda dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana kita senantiasa melekat pada tabiat atau kebiasaan buruk yang dianggap adalah sebuah kewajaran. Sang Buddha berkata kepada Sundarananda bahwa pada akhirnya baik kita itu kaya atau miskin, semua orang akan meninggal suatu hari kelak. Dengan alasan apa kita harus terperangkap pada kesombongan dan kemelekatan akan keinginan material yang membuat diri ini tidak dapat sepenuh hati dalam menjalankan pelatihan diri.
Dalam pelatihan diri, kita memerlukan mitra bajik. “Bersyukur, bertemu dengan orang yang bisa membimbing. Bertemu teman yang tidak baik maka akan menjadi tidak baik. Bertemu dengan yang baik maka bisa menjadi lebih baik karena saling mengingatkan atau memberitahu jika telah berbuat salah”, tambah Dewi sewaktu sharing mengenai mitra bajik ini. Sering kali tanpa sadar, diri kita ini akan menjadi apa yang ada di sekitar kita.
Cerita salah satu pasien rumah sakit Tzu Chi di Dalin dapat kita jadikan sebagai renungan. Pasien itu dapat berjodoh dengan Tzu Chi dikarenakan luka-luka yang didapatnya akibat pertikaian antar geng. Dengan pendampingan dari relawan Tzu Chi, dirinya perlahan demi perlahan mulai menyadari apa yang dilakukannya adalah sebuah hal yang tidak baik dan hanya dapat membuat dirinya melewati hidup dengan sia-sia. Dengan susah payah keluar dari tumpukan kotoran ternak akhirnya dapat bertemu dengan kolam air yang indah.
Pasien tersebut telah menjadi relawan pelestarian lingkungan dan mendalami Dharma melalui kata-kata perenungan Master Cheng Yen. “Kebiasaan-kebiaasan buruk akan sirna jika kita terus berkegiatan baik, “ujar Daniel. Dalam kesempatan bedah buku ini, Anna yang seorang Muslimah mengatakan bahwa apa yang dipaparkan di dalam buku ini adalah sebuah ajaran kebenaran dan berharap kita semua dapat melatih diri dan bertobat.
Artikel Terkait
Mempererat Persaudaraan Menuju Kebajikan
02 Agustus 2016Kamis, 28 Juli 2016 Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Perwakilan Makassar mengadakan gathering dan sosialisasi Tzu Ching kepada muda-mudi sukarelawan baru yang akan menjadi Tzu Ching di berbagai universitas di Makassar.