Mengenali Kiprah Tzu Chi

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Salah satu staf Tzu Chi, Willy memandu para mahasiswi dari Swiss selama tur dilaksanakan. Ia menjelaskan relief tentang sejarah Tzu Chi di Aula Jing Si.

Siang itu, 22 Mei 2015 lima mahasiswa kedokteran dari University of Geneva, Swiss melakukan kunjungan ke Kantor Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Mereka pun diajak berkeliling Aula Jing Si untuk mengenal lebih dekat kiprah Tzu Chi dalam aktivitas kemanusiaan. Kelima mahasiswi ini sebelumnya memang memiliki agenda untuk melakukan observasi di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat sejak tanggal 18 - 28 Mei 2015. Mereka datang ke Indonesia ingin mempelajari tentang pola penyakit dan kehidupan masyarakat di sini. Untuk mengetahui lebih dalam tentang empat misi Tzu Chi, mereka bersama-sama mempelajarinya melalui poster-poster kegiatan Tzu Chi.

“Mereka menyebutnya ini adalah pendidikan yang ikut dalam satu komunitas, jadi bagaimana kondisi masyarakat Indonesia. Yang mereka ingin tahu warga menengah ke bawah,” ujar dr. Tonny Christianto, Kepala RSKB Cinta Kasih. Mereka pun diberikan fasilitas tempat tinggal di Rusun Cinta Kasih Tzu Chi agar bisa berinteraksi langsung dengan para warga. Mereka juga mempelajari bagaimana kondisi pola penyakit warga di Indonesia yang memiliki iklim tropis. “Di rumah sakit mereka observasi, ada yang ditugaskan di ruang perawatan, ruang OK (bedah), dan lainnya. Karena kendala bahasa, mereka ada yang mendampingi satu orang yang mengerti bahasa Inggris, bahkan orang ini mendampingi mereka menginap,” tutur dokter spesialis bedah ini.

Dr. Tonny menghampiri para mahasiswi dan berdiskusi dengan mereka pada 22 Mei 2015.

Dalam tour ini, Christine juga menjelaskan barang apa saja yang diberikan oleh Tzu Chi kepada korban kebakaran.

Salah satu dari mereka, Dounia Rezki (21) mengaku bisa mengenal Tzu Chi dari internet. “Saya mencari humanitarian organization dan melihatnya di website,” kata Mahasiswi semester 3 ini. Dari hasil penelusurannya di internetlah yang membuat mereka berjodoh dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. “Saya sangat tertarik dengan budaya di Indonesia. Saya juga mencari negara dengan keunikan manusianya, jadi saya melihat Indonesia adalah negara yang baik,” ujarnya. Usai melakukan tur Aula Jing Si, Dounia memberikan kesannya terhadap Tzu Chi, “Saya melihat Tzu Chi tidak hanya membangun rumah sakit. Ada misi pendidikan, ada banyak hal. Saya melihat Tzu Chi membantu orang-orang, ada banyak hal yang dilakukan oleh Tzu Chi tidak hanya rumah sakit di banyak negara.”

Dounia Rezki (kiri) dan Sophie Weidenauer (tengah) mengaku terkesan dengan kiprah yang dilakukan Tzu Chi dalam menjalankan keempat misi utamanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sophie Weidenauer. “Saya mengagumi yang dilakukan oleh para relawan. Kami mengamati dan melihat bagaimana cara kerjanya. Mereka melakukan berbagai kegiatan. Mereka juga memiliki orang (anggota) yang unik,” ucap Sophie. Wanita yang baru pertama kali datang ke Indonesia ini mengaku bahwa Indonesia merupakan negara terbuka untuk keberagaman. “Saya baru pertama di Jakarta, mereka berbeda agama, berbeda budaya, namun rukun. Mereka sangat menyambut baik kami,” ungkap wanita 23 tahun ini.

Kehadiran para mahasiswi ini bisa saling belajar dan bertukar pemikiran. Dr. Tonny berharap dengan hadirnya mereka insan Tzu Chi dapat belajar dari mereka dan Tzu Chi bisa dikenal masyarakat luas, tidak hanya di Indonesia saja.


Artikel Terkait

Mengenali Kiprah Tzu Chi

Mengenali Kiprah Tzu Chi

28 Mei 2015 Lima mahasiswa kedokteran dari University of Geneva, Swiss melakukan kunjungan ke Kantor Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Mereka pun diajak berkeliling Aula Jing Si untuk mengenal lebih dekat kiprah Tzu Chi dalam aktivitas kemanusiaan.
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -