Mengenalkan Etika Bersosialisasi Sejak Dini
Jurnalis : Rosy Velly Salim (He Qi Pusat), Fotografer : Livia C, Susi (He Qi Pusat)Murid-murid kelas
bimbingan budi pekerti menenangkan batin dengan bersama melakukan pradaksina.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, etika dalam bersosialisasi demi terjalinnya keharmonisan mempunyai peranan penting. Kelas bimbingan budi pekerti He Qi Pusat pun pada Minggu, 10 Maret 2019 mengangkat tema ini, etika bersosialisasi.
Pukul 7 Pagi, sudah terlihat 35 relawan Tzu Chi dengan sepenuh hati melakukan persiapan sebelum kelas dimulai pada pukul 08 Pagi. Persiapan mulai dari penataan kursi, meja, pengecekan ulang sound system dan bahan materi, konsumsi, dan geladi resik pradaksina.
Terdata sebanyak 26 murid Qin Zi Ban Besar, dan 28 murid Tzu Shao Ban yang hadir mengikuti kelas bimbingan budi pekerti. Sebanyak 18 orang tua murid juga hadir menemani dan mendapatkan sesi sosialisasi, sesi parenting, serta sesi pengenalan mengenai sumbangsih di bagian relawan konsumsi, relawan dokumentasi (ZSM), relawan sound system, dan relawan materi.
Anak-anak menyaksikan
bersama tayangan Sutra Bakti Seorang Anak ; Bab menjalin jodoh dan Penutup.
Membangkitkan potensi bajik dan kebijaksanaan melalui pendidikan kelas budi pekerti, dilakukan dengan pembinaan kepribadian dan karakter para murid. Tata cara berpakaian, makan, berbaris, berperilaku, dan etika bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari juga diperhatikan.
Kelas dimulai dengan pemberian penghormatan kepada Master Cheng Yen terlebih dahulu, untuk mendidik rasa hormat kepada guru. Dilanjutkan melakukan pradaksina dengan konsentrasi dalam lantunan doa dan setiap langkah ketika berjalan (meditasi jalan) dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi batin yang murni dan tulus.
Penyampaian materi bertema etika bersosialisasi dilakukan dengan lisan, interaktif dan permainan. Di kelas Tzu Shao, anak-anak mengikuti permainan Be My Mirror dengan cara menuliskan tentang kebaikan dan keburukan diri sendiri dan temannya. Ditulis di dua helai karton yang dipasangkan tali gantungan untuk digantungkan dibelakang punggung mereka. Dalam permainan ini menyimpulkan bahwa untuk menjaga citra dari diri sendiri yang tampak dari luar, kemudian barulah dapat memperindah kondisi di dalam batin.
Games Be My Mirror dan Do n Don’t yang sedang dilakukan para murid kelas Tzu
Shao.
Berlanjut kepermainan Do and Don’t, permainan dengan berkelompok dan dengan cara menuliskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan lalu diperagakan di depan panggung. Ini mengajarkan untuk memiliki kondisi batin yang tulus dan murni dapat membedakan benar dan salah dengan jelas, maka tidak akan terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.
Pricilia (13) menyimpulkan pelajaran yang ia dapatkan hari itu. “Pelajaran yang didapat adalah bersikap baik dalam mendengarkan sesuatu, tidak berkata kasar. Untuk gerakan isyarat tangan, senang bisa ikut. Daur ulang akan saya praktikkan dengan menyumbangkan barang yang tidak terpakai agar bisa bemanfaat,” ujarnya.
Owen (12) mengikuti sesi games.
Sementara di kelas Qin Zi Besar, anak-anak menerima pengajaran lisan dan tanya jawab dari Lie Anne Tanjaya selaku Daai Mama mengenai melayani dengan antusias. Memberikan pemahaman menjadikan sikap sumbangsih sebagai hal yang membanggakan dan mengembirakan. Anak-anak Qin Zi Ban Besar kemudian menerima pengajaran Bahasa Mandarin dengan cara menuliskan Kata Perenungan dalam aksara Mandarin dan menuliskan artinya dalam bahasa Indonesia yakni Melayani adalah perwujudan dari hati yang tulus dan bertutur kata yang lembut.
“Seru hari ini, ada games menulis kebaikan dan keburukan lalu diberikan makan yang banyak, juga diajarkan gerakan yang ada artinya,” ujar Owen (12) dari kelas Tzu Shao. Owen mengatakan bahwa ia akan mulai menerapkan pelajaran sopan santun dan memberikan pelayanan dari hal sederhana yakni membantu orang tua.
Seorang Daai Mama sedang memberikan arahan cara permainan kepada murid
kelas Tzu Shao.
Pengajaran materi dengan gerakan isyarat tangan juga diberikan dengan judul Tzu Chi Xiao Pu Sa untuk Qin Zi Ban Besar dan Xiao Ju Ren untuk Tzu Shao Ban.
Di sesi parenting yang diikuti oleh para orang tua murid, dibimbing oleh Ali, Daai Papa dengan penuh interaksi dua arah. Menuliskan kata-kata yang baik dan buruk dalam sebuah kertas lalu dilipat dan setiap orang tua murid maju dengan mengambil kocokan lipatan kertas tersebut dan memberikan jawaban kata yang tertulis termasuk baik atau buruk.
”Sesi ini menurut saya bagus, banyak masukan dan informasi untuk saya. Jika saya ada waktu, saya akan bantu pelayanan dalam foto. Berharap anak dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungan luar,” ujar Erlina (46), orang tua dari Marcel (10).
Editor: Khusnul Khotimah
Artikel Terkait
Daur Ulang, Menjaga Kelestarian Bumi
21 April 2015Belajar Mencintai Lingkungan
05 Oktober 2017Kemeriahan Penutupan Kelas Kata Perenungan di Tzu Chi Medan
29 November 2023Tak terasa penghujung tahun 2023 sudah dekat. Kelas Kata Perenungan (Jing Si Ban) Tzu Chi Medan Mandala tahun ajaran 2023 telah sampai di hari penutupannya, yang kali ini temanya adalah Menerobos rintangan diri.