Mengenang Masa Awal, Menjaga Niat dan Tekad di Masa Depan

Jurnalis : Agus DS (He Qi Barat 2), Fotografer : Bobby, Darningsih (He Qi Barat 1), Kurniawan (He Qi Timur), Dok. Tzu Chi Indonesia

Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei menceritakan kembali masa-masa awal insan Tzu Chi di Indonesia.

Pelatihan Pengurus 4 in 1 kali ini (30 Oktober 2022) terasa istimewa dengan kehadiran Ketua dan Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei dan Sugianto Kusuma. Keduanya berbagi inspirasi bahwa Tzu Chi dimulai, dikembangkan di Indonesia melalui upaya dan cinta kasih banyak orang.

Ini juga menjadi kehadiran keduanya di dalam kegiatan pelatihan Tzu Chi secara langsung (offline), setelah dua tahun pelatihan dilakukan secara online akibat pandemi. Tak heran, antusias dan semangat peserta pun bertambah mengikuti sharing keduanya. Bagaimanapun, kehadiran keduanya secara langsung tentu memberikan nuansa berbeda dalam membekali “semangat dan motivasi” bagi para relawan dalam menjalani dunia kerelawanan di Tzu Chi.

Dimulai dengan Langkah Kecil yang Pasti
Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia merasa sangat terharu dan bersyukur sewaktu mengingat awal misi pengobatan Tzu Chi di Indonesia.  Di awali pada tahun 1994, saat itu Tzu Chi Indonesia masih kekurangan tenaga medis. Di tahun 1995, Tzu Chi Indonesia dalam skala kecil mulai membantu pasien-pasien TBC (tuberkulosis) di daerah Tangerang, Banten dengan memberikan bantuan berupa susu, obat-obatan, dan makanan bagi anak-anak yang kekurangan gizi saat itu. 

Berdasarkan pengalaman itu, Tzu Chi Indonesia mulai melakukan baksos skala besar, dengan dibantu oleh para relawan dari Taiwan, Filipina, Singapura serta para dokter, perawat dan dukungan Shixiong-Shijie dari Indonesia yang membantu pada saat baksos berlangsung.

Untuk baksos kesehatan skala besar kala itu, Tzu Chi selalu kekurangan tenaga medis, peralatan, serta obat-obatan. Saat itu Indra Sutanto, koordinator pertama Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia, mengajak para dokter dari TNI Angkatan Udara untuk menjalankan baksos kesehatan serta mengajak Kepala RS Angkatan Darat dr. Budiyono yang akhirnya menjadi Ketua TIMA pertama di Tzu Chi Indonesia. TIMA Indonesia sendiri berdiri pada tahun 2002.

Baksos Kesehatan Tzu Chi di Indonesia selain melibatkan tim medis dari Indonesia, juga didukung tim medis Tzu Chi dari berbagai negara, seperti Taiwan, Filipina, dan Singapura.

Dahulu tidak mudah untuk mengadakan Baksos Kesehatan Tzu Chi, karena keterbatasan tenaga dokter dan perawat, obat-obatan, serta peralatan medis.  Para dokter dari Taiwan, Filipina dan Singapura bahu membahu membantu dengan membawa peralatan dan obat-obatan ke Indonesia.  Dengan membawa begitu banyak tenaga medis, peralatan dan obat-obatan dari luar negeri, masuk ke Indonesia, tentunya tidak mudah saat melewati bea dan cukai. “Sangat berterima kasih saat itu kepada Rumah Sakit Angkatan Udara dan Angkatan Darat yang terus membantu sehingga proses pendaftaran berjalan lancar. Jalinan jodoh saat itu sangat kuat sehingga sedikit demi sedikit, makin banyak yang membantu Tzu Chi Indonesia baik pihak rumah sakit, pemerintah, maupun relawan yang mulai bertambah,” ungkap Liu Su Mei.

Pada tanggal 24 September 1999, Tzu Chi merencanakan mengadakan baksos kesehatan besar di rumah sakit tentara di Serang, Banten. Tiga hari sebelum acara berlangsung, Taiwan mengalami gempa yang cukup besar, tepatnya di tanggal 21 September 1999.  Kejadian ini menyebabkan keraguan bagi relawan di Indonesia karena saat itu hanya ada 19 anggota Komite Tzu Chi.  Para relawan panik karena harus mencari tenaga medis untuk kegiatan baksos kesehatan tersebut.

Tanggal 22 September 1999, dr. Lin Jun Long, Ketua Misi Kesehatan Tzu Chi  mengatakan bahwa mereka mendapat pesan dari Master Cheng Yen bahwa tim dokter dari Taiwan akan tetap berangkat ke Indonesia walaupun kondisi di Taiwan sedang terjadi gempa besar. Dengan prinsip “menghormati kehidupan” Master Cheng Yen tetap memberikan perhatian kepada Tzu Chi Indonesia agar baksos kesehatan dapat berjalan dengan lancar.

Tim dokter yang ikut dalam baksos kesehatan tersebut berasal dari Indonesia, Taiwan, Filipina, dan Singapura, dan dalam dua hari baksos kesehatan tersebut berhasil mengoperasi 330 pasien, dan 3.586 pasien penyakit dalam dan gigi. Total seluruhnya sebanyak 4.371 pasien yang dilayani dalam baksos tersebut.

Pada tahun 1998 – 1999, Liu Su Mei bersama para biksuni dari Griya Jing Si turut membagikan beras kepada masyarakat kurang mampu di Indonesia.  

Tak lama di tahun 2002, banjir besar melanda Jakarta.  Master Cheng Yen pun memberikan arahan untuk menghadapi masalah banjir besar tersebut dengan menerapkan 5 P (Penyedotan, Penyemprotan, Pembersihan, Pengobatan, dan Pembangunan Perumahan).  Baksos kesehatan besar diadakan selama 3 hari sejak 18 – 21 April 2002. Selama 3 hari para relawan membantu 12.307 pasien. “Insan Tzu Chi dari 8 negara turut berpartisipasi, ini merupakan tonggak bersejarah bagi Tzu Chi Indonesia, yang saat itu juga membentuk jalinan jodoh dengan Kali Angke,” terang Liu Su Mei.

Perhatian di Masa Pandemi
Di awal tahun 2020 Indonesia dilanda pandemi Covid-19 yang mulai merebak. Kondisi masyarakat menjadi kacau. Perubahan hidup dan perilaku dituntut menyesuaikan dengan situasi pandemi: menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Tzu Chi Indonesia berusaha untuk berkoordinasi dengan seluruh staf dan relawan untuk menghadapi pandemi tersebut. Badan misi bekerja sama dengan bagian administrasi, eksternal relation, keuangan, pembelanjaan, pajak, logistik, transportasi, konsumsi, dan tim dokumentasi saling bahu membahu dalam menghadapi pandemi Covid-19 tersebut. 

Kondisi pandemi yang sangat sulit diprediksi, membuat perekonomian juga berubah. Harga barang yang tidak terkendali bahkan kebutuhan medis serta pangan banyak diborong oleh masyarakat luas. Hal inilah yang menggerakkan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk mengajak para pengusaha untuk memberikan bantuan penanganan Covid-19 di Indonesia.  “Bersyukur saat itu Aguan Shixiong (Sugianto Kusuma) dan Franky Shixiong (Franky O. Widjaja) dengan sigap mengajak para pengusaha yang tergabung dalattm Pengusaha Peduli NKRI membantu penannganan wabah Covid-19 di Indonesia,” jelas Liu Su Mei. 

Selain menceritakan pengalamannya, Liu Su Mei juga memberikan semangat dan motivasi kepada para relawan melalui pesan cinta kasih di penghujung pelatihan ini.

Tzu Chi sangat berterima kasih dengan Pemerintah Indonesia khususnya kepada anggota TNI dalam pengiriman bantuan obat-obatan, alat-alat kesehatan, serta kebutuhan-kebutuhan lainnya ke berbagai pulau di Indonesia dengan cepat sehingga dapat tersalurkan dengan lancar.

Sementara itu untuk mengatasi wabah pandemi Covid-19 di Jakarta, Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat menjadi salah satu rujukan bagi pasien Covid-19, RS Cinta Kasih Tzu Chi tidak mempunyai fasilitas kamar bertekanan negatif, sementara di IGD pasien membludak maka mes perawat kosong di lantai 1 Gedung A menjadi ruang/kamar bertekanan negatif, dengan kapasitas hanya 8 tempat tidur, maka di putuskan untuk membuka lantai 2 dan 3, sehingga kapasitas kamar tekanan negatif sebanyak 42 tempat tidur.  Dengan semakin merebaknya Covid-19, menyebabkan banyak tenaga kesehatan yang tertular dan sakit, sementara kamar di IGD selalu penuh. 

Di lain sisi Tzu Chi Hospital yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk masih dalam tahap pembangunan. Untuk mengantisipasi penanganan pasien Covid, maka Tzu Chi Hospital di lakukan pembangunan secara terus menerus. Pandemic Ward yang tidak ada dalam rencana pembangunan, menjadi prioritas utama dalam pembangunan di Tzu Chi Hospital. Dengan kapasitas 56 tempat tidur, termasuk ruang bedah khusus, ICU, CT dan fasilitas lainnya, akhirnya 14 Juni 2021 pandemic ward dibuka.  Tzu Chi juga menerima pengakuan dari pemerintah dalam penanganan vaksinasi bagi para tenaga kesehatan, relawan serta masyarakat umum. 

Kantor Tzu Chi Jakarta beserta kantor penghubung/perwakilan Tzu Chi di daerah mulai membuka sentra vaksinasi bagi lebih dari 600 ribu warga, selain itu TIMA Indonesia juga membuka telemedicine di setiap komunitas dan menyediakan obat-obatan.

Walaupun kondisi Covid-19 mulai terkendali, dalam dua tahun terakhir kondisi perekonomian masyarakat sangat memprihatinkan. Kondisi ekonomi memburuk, serta keluarga prasejahtera semakin sulit bertahan, mendorong Tzu Chi untuk melakukan pembagian bantuan tahap kedua. Dengan dibukanya bantuan tersebut, Tzu Chi berharap dapat terus bersumbangsih di tengah masyarakat dan berharap seluruh relawan Tzu Chi dapat terus berjalan dan mengambil tanggung jawab dalam pelayanan kepada masyarakat.

Belajar di Tzu Chi
Jodoh awal Sugianto Kusuma (Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia) yang sudah hampir 20 tahun menjadi relawan Tzu Chi (bergabung di Tzu Chi sejak tahun 2002), bermula saat terjadi banjir besar di Jakarta. Dari sana Sugianto Kusuma yang akrab dipanggil Aguan Shixiong, banyak belajar. Saat banjir besar mengunjungi Kali Angke, Sugianto melihat langsung kondisi Kali Angke. “Dari situ bisa melihat langsung kondisi masyarakat di sana, sangat memprihatinkan,” ungkapnya.

Ketika Tzu Chi Indonesia membangun Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng bagi warga bantaran Kali Angke yang terkena program normalisasi Kali Angke oleh Pemprov DKI, Master berpesan untuk membangun rumah yang para relawan pun mau untuk tinggal di dalamnya.

Banyak hal yang dilakukan dalam pemulihan Kali Angke tersebut, dari pengerukan, pembersihan, penyemprotan hama (desinfektan), bakti sosial dan yang terakhir memindahkan warga di bantaran Kali Angke ke lokasi yang layak untuk tempat tinggal.

Akhirnya setelah berkonsultasi dengan Master Cheng Yen, diputuskan untuk membangun rumah susun yang layak bagi warga pindahan Kali Angke untuk memulihkan kehidupan. Tanggal 8 Juli 2002 merupakan tonggak sejarah pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Setelah peletakan batu pertama maka Tzu Chi mulai sedikit demi sedikit melakukan kegiatan baksos kesehatan, baik dalam skala kecil maupun besar.

Pembangunan Tzu Chi Hospital sudah direncanakan sejak 7 atau 8 tahun yang lalu.  Sewaktu pembangunan Perumahan Cinta Kasih beserta fasilitasnya termasuk Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi yang terletak di dalam kompleks yang sama, poliklinik ini di resmikan tanggal 25 Agustus 2003 dengan fasilitas pelayanan di bidang pengobatan umum, gigi dan mata.  Selain itu fasilitas pun bertambah dengan adanya fasilitas laboratorium, radiologi, apotik, dan USG.

Pada tanggal 21 Juni 2006, Poliklinik Cinta Kasih ditingkatkan statusnya menjadi Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi dan saat itu penambahan fasilitas juga di tingkatkan seperti penambahan ruang rawat inap, dioperasikannya UGD (Unit Gawat Darurat), Ruang Operasi, Poli Kebidanan, Poli Tulang (ortopedi), dan Poli Bedah. Tahun demi tahun RSKB terus meningkatkan fasilitas dan pelayanan, sehingga pada tanggal 10 Januari 2008, RSKB Cinta Kasih Tzu Chi resmi beroperasi 24 jam.

Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma berbagi kisah dan pengalamannya selama hampir 20 tahun di Tzu Chi.

Fasilitas pelayanan pun makin ditingkatkan, ditandai dengan dibukanya Ruang Khusus Maternity dan Perina pada tanggal 10 Januari 2014. Tanggal 1 Desember 2014 resmi mulai beroperasinya Ruang HCU. Status Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi per tanggal 14 Desember 2016 berubah dari Rumah Sakit Khusus Bedah menjadi Rumah Sakit Umum, RS Cinta Kasih Tzu Chi.

Sewaktu rencana pembangunan Tzu Chi Hospital di buat, Sugianto Kusuma beberapa kali berkonsultasi dengan Master Cheng Yen.  “Sekitar 10 kali model atau rencana pembangunan rumah sakit disampaikan kepada Master, tetapi beliau tidak bicara apa-apa, hanya taruh di meja,” ungkap Sugianto Kusuma.

Suatu waktu Sugianto bertemu dengan Prof. Dr. dr. Satyanegara Sp. BS dan dr Gunawan Susanto Sp. BS dan menceritakan tentang rencana pembangunan Tzu Chi Hospital yang lebih berorientasi kemanusiaan dan bersifat sosial.  Prof. Satyanegara dan dr. Gunawan sangat setuju dan mau mendukung pembangunan Tzu Chi Hospital. 

Selanjutnya Sugianto Kusuma bertemu dengan Eka Tjandranegara, dan beliau menawarkan desainer dari Jepang dan akhirnya bersama-sama pergi ke Hualien bertemu Master Cheng Yen.  “Saat itu Master tersenyum,” kata Sugianto. Ia pun merasakan adanya harapan untuk pembangunan rumah Sakit.  Selanjutnya proses pembangunan berjalan dan Sugianto kemudian melakukan proyeksi pendanaan dan desain agar rumah sakit dapat dibangun dengan baik.

Sugianto Kusuma juga menceritakan bagaimana proses pembangunan Tzu Chi Hospital di Indonesia. Master Cheng Yen berpesan kepada Sugianto bahwa rumah sakit bukan untuk mencari uang, tetapi untuk membantu kemanusiaan.

Pembangunan Tzu Chi Hospital belum rampung seluruhnya ketika wabah pandemi Covid-19 mulai merebak di tanah air. Pemanfaatan lantai 9 Tzu Chi Hospital yang tadinya direncanakan sebagai ruang serbaguna atau perkantoran, menjadi area Pandemic Ward menghadapi pandemi Covid-19.  Seluruh desain dalam ruangan tersebut berubah menjadi one for all dalam mengatasi pandemi.  Di lantai 9 disiapkan Ruang CT, Ruang ICU, Ruang Operasi serta Ruang Bersalin juga tersedia di lantai 9. Saat itu disiapkan 56 bed untuk pasien Covid-19.

Saat bertemu dengan Master Cheng Yen, beliau kembali berpesan kepada Sugianto Kusuma bahwa rumah sakit bukan untuk mencari uang, tetapi untuk membantu kemanusiaan.  Kepada para relawan yang hadir, Sugianto Kusuma mengajak untuk bersama-sama membantu dan menolong sesama agar rumah sakit ini bisa membantu banyak orang.

Sugianto Kusuma juga mengajak para relawan yang ikut  pelatihan ini untuk aktif dan bersemangat mendukung misi-misi kemanusiaan Tzu Chi. Banyak hal yang baru yang bisa dipelajari oleh para relawan. “Kita niatkan datang ke Tzu Chi untuk belajar, dan memberikan kontribusi apa yang bisa kita lakukan, sehingga bisa terus bertahan di jalan Tzu Chi,” tegas Sugianto Kusuma.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Kuntum-kuntum Teratai di Kota Tebing Tinggi

Kuntum-kuntum Teratai di Kota Tebing Tinggi

01 Juni 2016

Turut hadir 12 relawan dari Kota Tebing Tinggi yang mengikuti pelatihan. Enam di antaranya adalah calon komite yang tahun ini akan dilantik menjadi komite pertama di Tebing Tinggi.

Batin Terhubung Dalam Tekad Walau Jasmani Terpisah Dalam Jarak

Batin Terhubung Dalam Tekad Walau Jasmani Terpisah Dalam Jarak

22 Oktober 2021

Pelatihan Fungsionaris 4 in 1 dilakukan Sabtu dan Minggu, 9 dan 10 Oktober 2021. Diikuti oleh relawan Tzu Chi dari seluruh Indonesia, training ini masih dilakukan secara virtual karena pandemi.

Mengenang Masa Awal, Menjaga Niat dan Tekad di Masa Depan

Mengenang Masa Awal, Menjaga Niat dan Tekad di Masa Depan

07 November 2022

Pelatihan Pengurus 4 in 1 kali ini terasa istimewa dengan kehadiran Ketua dan Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei dan Sugianto Kusuma. Keduanya berbagi inspirasi bahwa Tzu Chi dimulai, dikembangkan di Indonesia melalui upaya dan cinta kasih banyak orang.

Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -