Menggalang Hati di Setiap Waktu

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya
 
 

foto
Kapolri Jendral Timur Pradopo melihat secara langsung pertunjukan isyarat tangan yang dibawakan relawan Tzu Chi dalam pembukaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-85 di RS Polri Kramat Jati.

“Sudah jatuh, tertimpa tangga pula”, kira-kira seperti itulah peribahasa untuk menggambarkan duka yang dialami Mursilah. Wanita muda berusia 23 tahun ini sudah harus kehilangan suami tercintanya setahun silam, di saat ia tengah mengandung buah hati pernikahan mereka. Saat usia kandungannya menginjak 4 bulan, sang suami, Rushan—kala itu berusia 24 tahun—tiba-tiba terkena musibah. Sepulangnya menonton pertandingan sepakbola di Serang, tubuhnya ditemukan warga dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Diperkirakan ia mengalami kecelakaan akibat terjatuh dari motornya. “Nggak ada yang lihat kejadiannya, tahu-tahu saya dikabarin aja kalau suami masuk rumah sakit,” kenang Mursilah, yang kala itu baru 2 bulan bekerja di pabrik sepatu di daerah Serang, Banten.

Senyum Abi
Anehnya, saat hendak menenggok di rumah sakit, pihak keluarga melarangnya dan menyarankannya pulang ke rumah saja keesokkan harinya. Begitu sampai di rumah, Mursilah pun jatuh pingsan saat mengetahui sang suami ternyata sudah tak ada lagi. Beberapa kali ia jatuh pingsan hingga saat pemakaman sang suami pun ia tak lagi melihat dan mengetahuinya. “Kondisinya lemah banget, saya jadi nggak tega,” kata Wawan (42), ayah Mursilah.

Seminggu pasca pemakaman, Mursilah sempat memutuskan untuk bekerja kembali. Namun kondisi fisiknya yang lemah membuatnya sering jatuh sakit. Tak enak hati karena sering ‘alfa’ Mursilah pun kemudian memutuskan untuk berhenti bekerja. Sambil menunggu kelahiran sang buah hati, Mursilah di rumah hidup dengan mengandalkan orang tua dan bantuan dari saudara-saudara orang tuanya (paman dan bibinya). Orang tua Mursilah sendiri sebenarnya masih harus menanggung beban kedua anak mereka yang masih kecil. Kehidupan Mursilah makin suram karena keluarga almarhum suaminya (mertuanya) sejak awal memang tidak menyetujui pernikahan Mursilah dengan Rushan. “Bahkan ada yang bilang, ‘kalau kakak saya nggak kawin sama kamu (Mursilah-red), pasti dia masih hidup’,” kata Wawan, menirukan ucapan salah satu anggota keluarga mendiang menantunya.

Layaknya ibu-ibu yang tengah mengandung, Mursilah pun sangat menjaga betul kandungannya. Makan selalu ia upayakan agar asupan gizi cukup untuk buah hatinya. Tentunya ini disesuaikan dengan kondisi ekonomi keluarganya yang amat sederhana. Ia pun tak lupa untuk memeriksakan kehamilannya pada bidan. Jika segala sesuatu berjalan lancar, mestinya biaya melahirkan pun tak akan terlalu memberatkan dirinya. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Menjelang kelahiran, ternyata Mursilah tak juga kunjung melahirkan. “Dua hari dua malam di bidan, sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit,” katanya. Akhirnya bayi laki-laki yang diberi nama Abi Rushan itu pun lahir pada tanggal 8 Mei 2011.

foto  foto

Keterangan :

  • Abi yang tengah 'rewel' karena harus berpuasa menjelang operasi akhirnya bisa terdiam dihibur sang nenek (kiri).
  • Setelah hampir 2 jam di ruang operasi, operasi bibir sumbing Abi pun berlangsung dengan baik (kanan).

Kegundahan Mursilah semakin bertambah, bukan karena ia dan keluarganya harus berutang sana-sini untuk membayar biaya persalinan di rumah sakit, tetapi hatinya miris tatkala melihat putranya ternyata terlahir tak sempurna. Bibi atas Abi terbuka, dan bahkan tidak memiliki langit-langit. “Sempat kecewa, tapi mau gimana? Namanya pemberian Tuhan ya diterima aja,” ungkap Mursilah. Kondisi Abi membuatnya tak dapat menerima ASI (Air Susu Ibu). Praktis hanya susu formula saja yang masuk ke tubuhnya, karena tanpa langit-langit Abi tak dapat menerima makanan. Bahkan yang terlunak sekalipun.

Dirundung berbagai cobaan, Mursilah tak larut dalam kesedihan. Setelah Abi menginjak usia 2 bulan, ia pun berangkat ke Jakarta. Mursilah mengadu nasib di ibukota lantaran tak enak hati harus bergantung terus kepada orang tuanya. Di daerah Teluk Gong, Jakarta Utara, Mursilah pun tinggal dan bekerja di perusahaan konveksi. “Penghasilan saya dua minggu 400 ribu. Untuk makan dan kos, sisanya saya selalu kirimkan untuk bantu beli susu Abi,” terang gadis yang hanya sempat mengenyam bangku sekolah dasar ini. Tinggal dan hidup di Jakarta dengan penuh keprihatinan, Mursilah tetap ‘memendam’ keinginan untuk dapat mengoperasi putranya. “Saya berdoa saja, mudah-mudahan bisa ada jalan,” pungkasnya, “kalau nunggu saya punya duit, sampai kapan?”

Usaha Tak Kenal Lelah
Bukan hanya Mursilah yang memikirkan nasib Abi, tetapi orang tuanya yang dititipi Abi pun selalu mencari cara untuk kesembuhan cucu pertama mereka. Sudah 3 kali Wawan mengajukan permohonan pengobatan (operasi bibir sumbing) bagi Abi. Semua cara ditempuhnya, mulai dari melapor ke Ketua RT, aparat kelurahan, hingga ke rumah sakit untuk menanyakan tentang kemungkinan adanya pengobatan gratis bagi Abi. “Saya sudah tiga kali lapor, tapi belum ada kelanjutannya,” kata Wawan.

Jodoh baik justru terbuka di Jakarta. Mursilah saat di tempat kerjanya didatangi relawan Tzu Chi yang kala itu sedang melakukan survei pembagian beras di daerah tempat tinggalnya. “Saya kemudian tanya, ada nggak pengobatan untuk anak saya. Dijawab ada,” terangnya. Tak menunggu waktu lama, Mursilah pun segera mendatangi RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng untuk mendaftarkan putranya mengikuti Baksos Kesehatan Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Kapolri Jendral Timur Pradopo memukul gong sebagai pertanda dimulainya Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-85 di RS Polri. Baksos ini dilaksanakan dalam rangka HUT Bhayangkara yang ke-66 (kiri).
  • Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma menggalang hati dan kepedulian melalui kotak dana Tzu Chi. Kapolri Jendral Timur Pradopo menjadi yang pertama bersumbangsih dalam kegiatan ini, dan diikuti dengan tamu undangan lainnya (kanan).

Kurang lebih 3 bulan menunggu, pertengahan Juni 2012 Mursilah pun mendapatkan jawaban. Ia segera memboyong putranya untuk mengikuti proses screening di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Ditemani kakek dan nenek buyutnya, selama di Jakarta Abi tinggal di rumah Paman Mursilah di daerah Kota, Jakarta Pusat. Setelah dinyatakan lolos screening, akhirnya pada tanggal 24 Juni 2012 Abi pun menjalani operasi bibir sumbing di RS Polri Kramat Jati Jakarta Timur. Operasi ini sendiri terbilang cukup lama, hampir 2 jam lebih, mengingat Abi mengalami kelainan sumbing ganda sehingga tingkat kesulitannya pun sangat tinggi. “Saya sangat bersyukur sekali. Mudah-mudahan tahun depan bisa ada baksos seperti ini lagi, jadi anak saya bisa sempurna seperti anak-anak lainnya,” harap Mursilah yang khawatir jika tidak dioperasi maka Abi akan jadi bahan ejekan teman-temannya.

“Harapan kami akhirnya terkabul. Saya dah cari kesana-kemari di Serang untuk cari pengobatan gratis, eh nggak tahunya malah dapatnya di Jakarta,” kata Wawan haru. Seperti Mursila, Wawan berharap setelah operasi ini, kakek-nenek dari mendiang ayahnya mau menggendong dan mengajaknya bermain. “Harapan saya cuma itu aja, mungkin dulu masih malu liat cucunya kondisinya nggak sempurna, nah mudah-mudahan sekarang dah mau megang,” kata Wawan.

Rasa Haru dalam "Satu Keluarga"
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-85 yang dilaksanakan di RS Polri Kramat Jati ini diadakan dalam rangka HUT Bhayangkara yang ke-66. Baksos ini dilaksanakan dari tanggal 23 – 24 Juni 2012. Dalam baksos kesehatan yang dilaksanakan ini berhasil ditangani pasien: katarak 208, pterygium 19, hernia 73, sumbing, 7, minor GA 7. Minor lokal 45, pelayanan KB 500, dan pengobatan umum sebanyak 2.000 orang.

Kapolri Jendral Timur Pradopo dalam sambutannya mengatakan bahwa diadakannya baksos kesehatan ini adalah merupakan salah satu komitmen bersama dalam rangka membangun kesehatan masyarakat. “Program pemerintah dalam mencerdaskan bangsa, membangun kesehatan dan menyejahterakan masyarakat harus didukung oleh segenap elemen masyarakat,” kata Kapolri.

Nuansa budaya humanis Tzu Chi juga terasa dalam pembukaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-85 ini, dimana para relawan menampilkan peragaan isyarat tangan secara langsung di hadapan Kapolri. Awalnya penampilan isyarat tangan "Satu Keluarga" ini sempat tertunda hingga beberapa saat karena musik dan lagu yang mengiringi pertunjukan belum bisa diputar. Hingga beberapa menit kemudian, pembawa acara menyebutkan jika pertunjukan isyarat tangan ini dibatalkan. Namun kejadian ini justru menuai berkah, dimana seusai acara pembukaan Kapolri dan tamu undangan lainnya segera menghampiri relawan Tzu Chi dan memintanya untuk memeragakan isyarat tangan dengan lagu yang dinyanyikan relawan sendiri. Hal ini membuat interaksi menjadi semakin hidup dalam suasana yang penuh kekeluargaan.

Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma dalam kesempatan itu menjelaskan kepada Kapolri Jendral Timur Pradopo bahwa lagu Satu Keluarga ini seringkali saat dinyanyikan di saat relawan Tzu Chi memberikan bantuan kepada korban bencana menimbulkan rasa haru yang sangat dalam di hati para penerima bantuan. "Mereka merasa terharu karena menganggap kita semua satu keluarga," kata Sugianto Kusuma. "Saya juga terharu mendengarnya," kata Kapolri Jendral Timur Pradopo spontan menjawab.

Upaya menggalang hati juga dilakukan Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma, dimana di sela-sela acara mengunjungi pasien baksos kesehatan, Sugianto Kusuma dengan menggunakan kotak dana Tzu Chi menggalang hati dan kepedulian para tamu undangan. Sambutan hangat pun langsung muncul, dimana Kapolri beserta istri segera memasukkan uang ke kotak dana Tzu Chi. Tindakan ini kemudian diikuti para tamu undangan lainnya yang hadir.

Dalam rangka HUT Bhayangkara ke-66 ini sendiri mengusung program “Pelayanan Prima, Anti KKN, Anti Kekerasan, Memantapkan Kemendagri, dan Supremasi Hukum untuk Mendukung Pembangunan Nasional”. Baksos ini sendiri melibatkan partisipasi banyak pihak, seperti Polri (RS Polri), Dinas Kesehatan DKI Jakarta, PMI Jakarta, Bank Mandiri, dan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.  Jika semua pihak dapat saling bekerjasama dan mendukung maka seberat apapun permasalahan yang dihadapi akan menjadi lebih mudah diselesaikan. “Dengan satu tangan kita bisa berbuat, dengan dua tangan maka kita dapat berbuat lebih banyak lagi.”

  
 

Artikel Terkait

Ayo Belajar Memasak

Ayo Belajar Memasak

29 Agustus 2019

Untuk mengajarkan  kepada Xiao Pu Sa ( Anak-anak Jingsi Ban) rasa terima kasih dan bersyukur kepada Mama yang sudah menyiapkan sarapan pagi setiap hari, pada   Minggu, 25 Agustus 2019, Jingsi Ban Tzu Chi Medan mengadakan kelas Ekstra Cooking Class  di Depo Pelestarian Lingkungan Mandala Medan.

Setiap Tetes Darah Merupakan Wujud Cinta Kasih

Setiap Tetes Darah Merupakan Wujud Cinta Kasih

26 April 2021

Kelangkaan darah sering terjadi di Bulan Suci Ramadan. Untuk mendukung pasokan darah di Kota Batam, Tzu Chi mengadakan Donor Darah yang ke-2 di tahun 2021 pada 18 April 2021 di Aula Jing Si Batam.

Merayakan Waisak di Rumah Sakit

Merayakan Waisak di Rumah Sakit

18 Mei 2011
Kegiatan ini sendiri baru pertama kali dilakukan oleh relawan Tzu Chi di Indonesia. “Awalnya saya melihat dari tayangan DAAI TV tentang relawan Tzu Chi Malaysia yang membawa rupang Buddha ke warga yang tidak bisa merayakan Waisak karena sakit, lalu saya terpikir untuk mencoba melakukannya di Indonesia,” terang Rosaline.
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -