Menggambar Layaknya Anak Kecil

Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Anand Yahya, Juliana Santy, Teddy Lianto
 
 

foto
Murid-murid di kelas Pushi Art yang diasuh oleh Zhang Junxiang Shixiong menunjukkan kemajuan yang membanggakan setelah menjalani pelatihan selama dua hari.

Suasana kelas pelatihan yang bertempat di lantai 4, Tower 2, Aula Jing Si tak ubahnya kelas menggambar di Taman Kanak-kanak. Dari sekitar 30 orang yang mengikuti kelas “Pushi Art”, setiap orang dengan bersungguh hati menorehkan setiap warna krayon di atas kertas gambar, melambangkan berbagai suasana hati yang mereka rasakan saat itu.

 

 

 

Apa itu Pushi Art? Pushi Art adalah salah satu kelas di program Pembinaan Masyarakat Tzu Chi yang dirintis sejak hampir 10 tahun lalu oleh Zhang Junxiang Shixiong di Taiwan. Untuk menjadi murid kelas ini tidak harus pandai menggambar, dan tujuan kelas ini bukan supaya setiap murid jago menggambar, melainkan agar setiap murid dapat mengekspresikan suasana hatinya dengan menggambar dan mendapatkan ketenangan batin dalam proses menggambar.

Bukan Belajar Gambar, melainkan Belajar Dharma
Pelatihan ini terdiri dari tujuh sesi yang dibagi dalam dua hari, yaitu pada tanggal 1-2 Agustus 2012. Pada sesi pertama, Zhang Laoshi (guru), menanyakan kepada para murid yang memiliki latar belakang beragam, “Siapa di sini yang bisa menggambar?” Hampir tidak ada yang mengangkat tangan. Zhang Laoshi-pun memberikan tugas pertama kepada para murid, yaitu menggambar bebas dengan menggunakan tinta hitam yang ditorehkan dengan ujung sumpit.

Ketika setiap murid diminta untuk mempresentasikan hasil karyanya, Zhang Laoshi banyak memuji hasil karya mereka dan menanyakan sebuah pertanyaan kepada setiap orang, “Apa kamu puas dengan hasil karyamu?” Ditanya demikian, banyak yang mulai merengut, menggeleng-gelengkan kepala, atau tersenyum malu-malu, dan menjawab, “tidak puas” atau “lumayan”. Menerima jawaban seperti itu, Zhang Laoshi berkata, “Kalau bilang lumayan, nilainya hanya 59, tidak lulus. Kalau bilang puas, maka nilainya 95.” Banyak murid yang mau tidak mau mengatakan puas meski raut wajahnya berkata lain.

foto  foto

Keterangan :

  • Lin Ruiyun Shijie (kanan) setia mendampingi suaminya, Zhang Junxiang Shixiong, serta murid-murid kelas Pushi Art (kiri).
  • Salah satu teknik yang diajarkan oleh Zhang Laoshi adalah mengaplikasikan warna muda terlebih dahulu, baru warna yang lebih gelap (kanan).

“Banyak orang yang mengira kalau gambar harus persis seperti aslinya, padahal tidak,” jelas Zhang Laoshi. Ia menjelaskan bahwa menggambar harus merupakan ekspresi dari suasana hati, setiap orang hendaknya menggunakan kesempatan menggambar ini untuk menenangkan batin dan menuangkan perasaannya. “Kalau seseorang setiap hari hanya bilang, ‘Master, saya sangat terharu,’ lebih baik menuangkan rasa terharu itu dalam bentuk gambar. Gambar bisa menjadi sarana untuk membabarkan Dharma dari Master,” pesan Zhang Laoshi.

Hati Seperti Anak Kecil
Banyak peserta yang belum pernah menggambar sama sekali atau sudah lama sekali tidak menggambar. Mungkin, terakhir kali mereka menggambar adalah saat mereka di taman kanak-kanak. “Setiap orang harus mempunyai hati seperti anak kecil saat menggambar,” begitu pesan Zhang Laoshi, agar setiap orang bisa mempunyai kepolosan dan kejujuran saat menuangkan ekspresi dalam gambar. “Jangan melekat pada perasaan ingin mirip dengan objek yang digambar, karena semirip-miripnya gambarmu dengan objek aslinya, tidak akan bisa mengalahkan teknologi kamera.”

Zhang Laoshi kemudian meminta setiap murid untuk menggambar dengan krayon. Ia melarang murid-murid untuk menggunakan pensil sebagai bentuk pelatihan kebijaksanaan, “Pensil akan membuat kita ingin selalu hapus dan mengganti. Semakin dihapus, maka akan semakin risau, semakin ingin yang lebih sempurna lagi. Saya hari ini melatih kalian untuk bertanggungjawab. Sebelum gambar, pikirkanlah dulu baik-baik.”

foto  foto

Keterangan :

  • Zhang Laoshi berpesan agar setiap orang menggunakan hati anak-anak menuangkan suasana hati dalam kertas gambar (kiri).
  • Lo Hok Lay Shixiong menjelaskan ilustrasi “Jing Si Yu” (Kata Perenungan) dengan anak tangga di belakangnya. Hok Lay mengibaratkan membaca Kata Perenungan bagai naik tangga, di mana di anak tangga yang paling tinggi, kita akan sampai pada “Jing” yang berarti ketenangan (kanan).

Menuangkan Cinta dan Bakti dalam Gambar

Setelah empat kali meminta murid-murid untuk menggambar bebas, di sesi terakhir, ZhangLaoshi menyuruh para murid untuk menggambar dengan tema “berbakti pada orang tua”. Sesi ini terasa begitu emosional, sampai-sampai ada peserta menitikkan air mata saat menggambar. Stephanie Kang, relawan asal Taiwan yang pindah ke Indonesia setelah menikah merasa sedih ketika teringat orang tuanya yang ada di kampung halaman. Melalui gambar, ia menuangkan rasa rindu dan berbaktinya kepada kedua orangtuanya. Dalam sharingnya, Zhang Laoshimenasihati Stephanie layaknya seorang saudara, “Kamu pindah ke Indonesia bukan berarti tidak berbakti. Bersumbangsih di Tzu Chi juga merupakan sebuah bentuk bakti kepada orang tua.”

Masing-masing orang mempunyai ceritanya masing-masing yang dituangkan dalam gambar. Ada yang menggambar sekeluarga sedang menyaksikan matahari terbenam di pantai, ada yang menggambar dua orang yang bercocok tanam sebagai bentuk kebanggaannya terhadap orang tuanya yang berprofesi sebagai petani, dan sebagainya. Cerita setiap orang begitu menyentuh, dan meninggalkan kesan yang begitu hangat dan mendalam.

Setelah mengikuti pelatihan selama dua hari, Zhang Laoshi kembali menanyakan hal yang sama kepada setiap murid, “Apakah kamu puas akan hasil karyamu?” Kali ini tanpa ragu-ragu, semua orang mengangguk mantap dan menjawab, “Sangat puas!” Meski tidak banyak diajarkan teknik menggambar, tapi setiap murid menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan. Bukan hanya mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, tapi juga mendapat kebahagiaan dalam Dharma yang begitu berharga.

 

 
 

Artikel Terkait

Sentuhan Lembut Keluarga Baru

Sentuhan Lembut Keluarga Baru

17 November 2017

Seminggu sekali, Weny selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan memberikan bantuan kepada para pasien penerima bantuan yang berasal dari luar Kota Jakarta. Salah satu blok di Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng memang dikhususkan sebagai rumah singgah bagi pasien Tzu Chi dari luar kota.

Sukacita Para Relawan Tzu Chi di Palembang Bersumbangsih Pada Kegiatan Vaksinasi Covid-19

Sukacita Para Relawan Tzu Chi di Palembang Bersumbangsih Pada Kegiatan Vaksinasi Covid-19

10 Agustus 2021

Tzu Chi Palembang bekerja sama dengan Kodim 0418/Palembang mengadakan vaksinasi Covid-19 ke-2 pada Kamis, 5 Agustus 2021di Gedung Rajawali Grand Ballroom, Jalan Rajawali, Palembang.

Kunjungan Penuh Arti

Kunjungan Penuh Arti

14 Agustus 2009 Kesan Yu Chiu Min datang pertama kali ke Indonesia adalah berbeda dengan apa yang di dalam pikirannya. Ia berpikiran Indonesia semestinya merupakan tempat yang ramai dan bagus, tetapi pada kenyataannya masih ada penduduk yang tempat tinggalnya begitu sempit. Baginya, yang paling membuatnya terharu adalah relawan Tzu Chi Indonesia sangat aktif dan tekun dalam melakukan kegiatan Tzu Chi.
Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -