Menggenggam Waktu di Usia Senja
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto, Halim Ong, Akwang Kusnadi (He Qi Barat)Elly Widjaja (seragam biru putih), relawan Tzu Chi yang memanfaatkan waktunya dari Senin hingga Jumat menjadi relawan pemerhati pendidikan atau akrab disapa Daai Mama.
Pada kehidupan ini, waktu yang berlalu tak mungkin kembali kita harus dimanfaatkan setiap detik karena segala sesuatu di dunia dapat tercapai karena akumulasi waktu. Begitu juga dengan bersumbangsih. Sumbangsih cinta kasih yang besar akan menciptakan jalinan jodoh yang baik. Saling memberi perhatian dan peduli, merupakan langkah awal untuk bersumbangsih dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti halnya Elly Widjaja, Yohani Kusnadi, dan Yulia, tiga orang relawan Tzu Chi yang sudah tidak lagi aktif bekerja. Berhubung anak-anaknya telah besar serta berkeluarga, mereka pun melakukan hal yang menurut mereka bermakna, yaitu membawa manfaat bagi sesama manusia. Mereka bersumbangsih dengan bahagia melalui kegiatan relawan pemerhati. Bagi mereka, usia bukanlah suatu kendala untuk melakukan kebajikan. Justru hal inilah yang menjadi penyemangat mereka untuk terus berkarya dalam kebaikan.
Bersinergi Dengan Guru dan Buah Hati
Elly Widjaja, relawan Tzu Chi yang memanfaatkan waktunya dari Senin hingga Jumat menjadi relawan pemerhati pendidikan atau akrab disapa Daai Mama, sembari menunggu cucunya, Axxel yang bersekolah di TK Cinta Kasih Tzu Chi, pulang sekolah. “Kita kan antar anak masuk, nah kemudian kita bisa menjadi Daai Mama. Setelah anak kita pulang, kita ikut pulang. Dari situ kita tahu apa sih yang diajarkan di sekolah kemudian di rumah kita bisa mengulang untuk anak kita sendiri sih. Manfaatnya banyak,” ujar Elly yang telah bergabung menjadi Daai Mama sejak tahun 2008.
Dalam praktiknya, menjadi Daai mama memang tidaklah mudah, karena yang dihadapi adalah anak-anak yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan karakter yang unik. Maka menurut Elly untuk menjadi Daai Mama memang butuh tekad dan kasih sayang yang besar, supaya anak dapat bersinergi baik dengan guru di sekolah.
Tidak hanya itu, bergabung sebagai Daai Mama, membuat Elly dapat belajar bagaimana melakukan pendekatan dan membimbing cucunya dalam bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar. “Sebenarnya tidak ada anak yang jahat atau anak yang nakal, cuma mereka butuh perhatian. di sekolah, terutama sekolah cinta kasih ada guru dan guru itu mengajar akademiknya kita sebagai Daai Mama, kita mendampingi mereka dengan cara yang lembut tidak marah-marah,” jelas Elly.
Oleh karena itu, Elly pun mengajak para ibu yang anaknya bersekolah di TK Cinta Kasih Tzu Chi untuk ikut bergabung menjadi Daai Mama.”Daripada panas-panasan nunggu anak di luar, bisa masuk ke sini jadi Daai Mama, supaya hubungan orang tua dan anak jadi lebih dekat dan harmonis,” ajak Elly.
Menemukan Kebahagiaan Sejati dan Cara Bersyukur
Pada umumnya rumah sakit jarang dikunjungi oleh orang banyak mengingat rumah sakit digunakan orang sakit untuk berobat, tentunya penularan kuman bisa terjadi akibat interaksi di rumah sakit. Namun bagi Yohani dan Yulia yang menjadi relawan pemerhati di rumah sakit, tempat ini justru menjadi sumber inspirasi bagi mereka untuk mengetahui apa arti kehidupan yang sesungguhnya.
Kegiatan relawan pemerhati Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi Cengkareng sudah diadakan sejak tahun 2015 silam. Setiap Senin hingga Sabtu, siapa saja yang memiliki waktu luang dapat singgah dan bersumbangsih kepada pasien maupun tim medis yang bertugas.
Yulia (kiri) dan Yohani (kanan) sedang membantu menimbang balita di poli anak.
Walaupun relawan pemerhati tidak memiliki latar belakang di bidang medis, namun mereka masih dapat membantu di bagian administrasi maupun pelayanan rumah sakit.
Yulia yang telah bergabung menjadi relawan pemerhati di RSKB selama lebih kurang 6 bulan ini mengatakan bahwa semakin ia aktif sebagai relawan pemerhati, ia semakin merasakan kebahagiaan karena dapat bersumbangsih untuk sesama. Walaupun ia tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang medis, tetapi ia berusaha membantu pasien maupun tim medis di rumah sakit. “Pertama-tama sih saya takutnya bukan sama yang sakit, tapi takut nggak bisa membantu, nggak tahu apa yang saya mau lakukan di sana. Tapi setelah saya datang ternyata enak, saya bisa bantu orang banyak, bantu orang yang susah,” terang Yulia.
Di usianya yang menginjak 55 tahun, ia harus kembali belajar hal-hal baru, antara lain cara menimbang, mengukur suhu tubuh, mendampingi, dan menenangkan hati pasien. Semuanya ia lakukan dengan perlahan dan bahagia. “Sebenarnya nggak repot, yang penting kita ngelakuinnya dengan tulus hati, dengan cinta kasih, nggak ada yang repot sih, semuanya gampang,” tutur Yulia tersenyum.
Walaupun berkegiatan di Tzu Chi belum mendapat dukungan sepenuhnya dari keluarga, tetapi Yulia, selalu belajar untuk membagi waktu untuk keluarga dan Tzu Chi. “Jadi sebelum berangkat ke Tzu Chi saya beres-beres rumah, masak untuk keluarga, baru datang ke Tzu Chi,” ceritanya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Yohani Kusnadi. Sejak awal bergabung ke Tzu Chi, wanita 55 tahun ini sudah berkeinginan untuk bergabung menjadi relawan pemerhati. Tapi jalinan jodohnya baru matang 2 bulan yang lalu. Kini, setiap Kamis dan Sabtu, Yohani datang membantu di RSKB. “Seneng karena saya bisa membantu di poli anak, bisa mengisi waktu luang saya di rumah. Saya dari pagi di sini dan pulang jam 12.00 siang,” jelas Yohani.
Bergabung menjadi relawan pemerhati, memberikan sebuah masukan positif baginya dan merupakan cara terbaik untuk bersyukur atas hidupnya yang selalu aman dan bahagia. Hal ini juga satu cara untuk menjaga kesehatan tubuh tetap baik. “Di sini saya melihat banyak penyakit yang akhirnya membuat saya ingat bahwa saya harus tetap menjaga kesehatan karena sebelum menjadi relawan pemerhati, kita harus sehat dulu. Mulai dari diri sendiri baru bisa membantu orang lain,” baginya.