Menghargai Diri Sendiri dan Tidak Mudah Menyerah Pada Keadaan
Jurnalis : Vincent Salimputra (He Qi Utara 2), Fotografer : Henny Yohannes, Vincent Salimputra (He Qi Utara 2)Sebanyak 44 peserta turut berpartisipasi dalam kelas daring Tzu Shao Ban yang diadakan pada 26 Juli 2020.
Berbagai upaya menerapkan pembatasan sosial maupun pembatasan fisik di tengah wabah pandemi harus dilaksanakan demi memutus mata rantai penyebaran virus corona di Indonesia. Namun, hal ini tidak mengurangi semangat insan Tzu Chi untuk membimbing para xiao pu sha (siswa kelas budi pekerti Tzuu Chi) dengan memanfaatkan teknologi internet. Tim relawan Misi Pendidikan dari komunitas He Qi Utara 2 pun mengadakan kembali kelas Tzu Shao Ban secara daring untuk kedua kalinya melalui aplikasi Zoom, pada 26 Juli 2020.
Suasana kelas daring sudah mulai ramai sejak pukul 10.00 WIB ketika satu persatu duifu mama (mentor) disusul xiao pu sha memasuki sesi tersebut. Tercatat ada 44 peserta yang turut berpartisipasi, termasuk orang tua yang mendampingi.
Video: The Value
Pada kesempatan kali ini, Christine sebagai narasumber memulai sesinya dengan berbagi video inspiratif dengan para xiao pusa. Dalam video tersebut, dikisahkan mengenai seorang ayah yang mengajarkan anaknya untuk meningkatkan kualitas diri walaupun hidup harus dijalani dengan penuh kesederhanaan.
Ketika anak tersebut berusia 13 tahun, ayahnya memberikan sehelai baju bekas dan bertanya kepadanya, “Menurutmu, berapa nilai baju ini?”
Anak tersebut pun menjawab, “Mungkin sekitar 1 USD”.
Ayahnya kembali berkata, “Bisakah kamu menjualnya seharga 2 USD? Bila kamu berhasil menjualnya, maka kamu telah membantu orang tuamu.”
“Saya akan mencoba menjualnya, tetapi belum tentu berhasil,” jawab sang anak sambil mengganggukkan kepalanya.
Baju yang telah dicuci oleh anak tersebut ditawarkan kepada orang yang berlalu lalang dalam salah satu stasiun bawah tanah. Akhirnya, setelah 6 jam lebih berlalu, baju tersebut pun terjual dan ia pulang dengan gembira untuk memberitahu ayahnya.
Beberapa hari kemudian, ayah anak tersebut kembali memberikan sehelai baju bekas dan memberikan tantangan kepadanya untuk menjual dengan harga 20 USD.
“Ayah, bagaimana mungkin baju tersebut laku 20 USD? Harga baju ini paling besar hanya sekitar 2 USD,” jawab anak tersebut.
Semangat para relawan yang berpartisipasi sangat besar, termasuk juga para xiao pu sha yang mendengarkan materi yang disampaikan oleh Christine dengan penuh seksama dan konsentrasi.
Sang ayah tersenyum dan mencoba memberikan motivasi kepada anak tersebut, “Mengapa kamu tidak mencobanya terlebih dahulu? Siapa tahu ada keajaiban.”
Akhirnya, anak tersebut mendapatkan ide dan meminta bantuan kakak iparnya yang pandai melukis untuk melukis karakter Disney, Donal Bebek dan Miki Tikus, pada baju tersebut. Kali ini, ia menawarkan baju tersebut dalam sebuah sekolah anak orang kaya. Tak lama kemudian, ada seorang pengurus rumah tangga yang ingin menjemput tuan mudanya melihat baju tersebut dan membelinya seharga 20 USD. Tidak hanya itu, ternyata tuan mudanya sangat menyukai baju tersebut dan juga memberikan tip 5 USD kepada anak tersebut. Anak tersebut pulang dengan rasa bangga karena berhasil menjawab tantangan sang ayah dan mendapatkan 25 USD melebih harapan awalnya.
“Lihatlah, dirimu berhasil menjawab tantangan ayah. Sekarang, mampukah kamu menjual baju ini seharga 200 USD?” tantang sang ayah kembali sambil menyerahkan baju bekas lainnya. Berbeda dengan sebelumnya, anak tersebut menerimanya tanpa keraguan sedikit pun. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk menjual bajunya lebih lama.
Dua bulan kemudian, ada salah satu artis terkenal, Farah Fawcett sedang melakukan promosi film terbarunya. Setelah sang artis selesai melakukan konferensi pers, anak tersebut mendekatinya serta meminta tandatangan dan namanya untuk dibubuhkan pada baju bekas miliknya. Anak tersebut lantas berteriak gembira ketika sang artis juga tidak mempermasalahkan keputusan anak tersebut untuk menjual baju yang telah ditandatanganinya. Ia pun segera mengumumkan pelelangan baju tersebut dan ternyata ada seorang pengusaha yang tertarik untuk membelinya seharga 1,200 USD, lebih tinggi dari harga yang ditawarkan sebelumnya.
Sang ayah yang mendengar cerita anaknya selepas pulang, menangis terharu dan berkata, “Ayah tidak menyangka kamu berhasil menjual bajunya dengan harga fantastis. Tadi ayah berencana untuk menyuruh orang lain untuk membelinya bila bajunya tidak terjual.”
Kemudian, sang ayah juga bertanya mengenai pengalaman anaknya menjual 3 baju bekas dan memberikannya motivasi, “Sehelai baju bekas yang awalnya hanya bernilai 1 USD bisa ditingkatkan nilai jualnya, lalu apakah ada alasan bagi kita sebagai manusia untuk meremehkan diri sendiri dan merasa kecil sebelum mencoba berusaha?”
Pada akhir video tersebut, diselipkan pesan moral untuk menghargai diri sendiri dan tidak mudah menyerah dengan rintangan hidup yang ada.
Belajar dari Sikap Sang Anak
Setelah selesai menyaksikan videonya, Christine mengajak beberapa xiao pu sha untuk menilai dirinya masing-masing termasuk berdiskusi mengenai sikap yang dapat diteladani dari anak kecil dalam video tersebut.
Seperti ketika Christine menanyakan faktor keberhasilan anak menjual baju bekasnya dalam video tersebut kepada salah satu xiao pu sha bernama Viryadi Gunawan, yang biasa dipanggil Didi.
“Anak kecil tersebut sangat cerdik dan gigih sehingga membuatnya bisa berhasil menjual baju bekasnya. Ia bisa berpikir apa yang tidak terpikirkan oleh orang lain, seperti ketika meminta artis untuk menandatangani baju bekasnya sehingga harganya bisa berkali-kali lipat,” terang Didi.
Lebih lanjut, saat ditanya apakah Didi memiliki sikap yang sama dengan anak tersebut. “Saya lebih gigih dibandingkan cerdik, karena saya mau berusaha setiap kali menemui kegagalan,” jawab Didi.
Tidak ketinggalan, Crystallin Gunawan juga turut menyebutkan faktor keberhasilan anak kecil dalam video tersebut dipengaruhi oleh sikap tekun dan pantang menyerah.
“Anak kecil tersebut tekun berusaha dan tidak mudah menyerah, awalnya ragu-ragu tapi tetap mau mencoba ketika diminta ayahnya menjual baju bekasnya.”
Viryadi Gunawan, salah satu xiao pu sha yang menyampaikan kesannya setelah menyaksikan video yang dibagikan.
Christine juga menanyakan apakah sikap tersebut telah diterapkan Crystallin dalam kegiatan belajarnya. “Ketika saya mendapatkan nilai ujian di bawah delapan, saya harus belajar dengan tekun untuk mendapatkan nilai yang lebih bagus.”
Untuk menutup sesi diskusi, Christine merangkum 7 sikap teladan yang wajib ditiruoleh para xiao pusa.
- Pantang menyerah: Di tengah keraguannya saat menerima tantangan ayahnya menjual baju bekas, anak kecil dalam video tersebut tetap mau berusaha dan rela menunggu lama hingga akhirnya bajunya terjual, bahkan dengan harga lebih tinggi.
- Kreatif: Setiap kali mendapat tantangan dari ayahnya untuk menjual baju bekas dengan harga lebih tinggi, anak kecil dalam video tersebut justru tak kehabisan akal dan mencoba memanfaatkan bakat kakak iparnya untuk melukis karakter Disney pada baju bekasnya tersebut. Sama halnya, ketika ia memanfaatkan tanda tangan artis terkenal pada baju bekasnya, sehingga membuat nilai bajunya menjadi tinggi.
- Semangat: Tantangan demi tantangan yang diberikan sang ayah tidak membuat semangat anak kecil dalam video tersebut meredup, melainkan semangat membantu orang tuanya yang besar membuatnya tetap bertahan melewati rintangan yang ada.
- Percaya diri: Bila saja anak kecil dalam video tersebut tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri menjual baju bekas ketika pertama kali menerima tantangan dari ayahnya, maka tentu ia tidak akan melangkah lebih jauh dan menolak tantangan selanjutnya.
- Yakin: Walaupun awalnya sempat ragu menerima tantangan dari ayahnya, anak kecil dalam video tersebut tetap mau berusaha dan yakin dapat menjual baju bekasnya. Terbukti, penjualan baju bekasnya selalu membuahkan hasil.
- Berpikiran positif: Ketika anak kecil dalam video tersebut menerima tantangannya dengan sikap dan pikiran positif, maka tidak berapa lama kemudian ia dapat menemukan jalan keluar untuk menghadapi tantangannya tersebut.
- Tekun: Anak kecil dalam video tersebut selalu bersungguh hati mempersiapkan baju bekas yang akan dijualnya, mulai dari mencucinya dengan hati-hati, menghaluskannya dengan sikat di atas papan kayu yang datar hingga menjemurnya.
Christine juga mengungkapkan bahwa sikap tersebut di atas akan sangat berguna sebagai modal untuk menghadapi berbagai tantangan di dunia yang semakin dinamis, terlebih di tengah pandemi seperti ini. Kaum milenial hari ini akan mempunyai peranan penting dalam menentukan masa depan bangsa. Pendidikan tinggi saja tidak cukup, kualitas kepribadian seseorang juga sangatlah penting dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan kehidupan sosial. Christine mencontohkan anak didiknya di UI yang mampu berpikir specara kreatif dan inovatif sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Christine membuat beberapa topik diskusi untuk mendapatkan respon dari para xiao pu sha, termasuk Crystallin Gunawan.
Penerapan Protokol Kesehatan
Lebih lanjut, Christine pun tidak lupa berpesan kepada para xiao pu sha untuk tetap berada di rumah agar dapat memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia. Waktu di rumah tersebut dapat digunakan untuk kegiatan belajar daring atau pun mendekatkan diri dengan keluarga.
Christine pun merinci protokol kesehatan yang harus ditaati oleh para xiao pu sha di tengah pandemi ini, seperti mencuci tangan dengan cairan pencuci tangan atau hand sanitizer, menggunakan masker, mengurangi berjabat tangan, dan selalu menjaga kebersihan.
Tidak terasa kelas daring yang berlangsung selama 60 menit tersebut telah memasuki akhir. Sebelum berpisah, Christine memberikan pekerjaan rumah kepada para xiao pu sha untuk merefleksikan dan merenungkan komitmen yang akan mereka penuhi agar tetap produktif selama berada di rumah. Komitmen tersebut meliputi hal yang berdampak pada kesehatan, kebahagiaaan dan kebijaksanaan mereka.
Kelas daring kemudian ditutup dengan doa bersama dan memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen.
“Jangan mengganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)
Editor: Metta Wulandari
Artikel Terkait
Penyambutan dan Perpisahan di Tzu Shao Ban Tanjung Balai Karimun
15 Juni 2017Ada yang istimewa dari kegiatan Tzu Shao Ban Tzu Chi Tanjung Balai Karimun kali ini. Tzu Shao Ban kali ini dilaksanakan dengan tujuan khusus, yaitu untuk menyambut Tzu Shao dari kelas VI dan perpisahan Tzu Shao kelas XII yang akan meninggalkan Tanjung Balai Karimun untuk melanjutkan pendidikan.