Menghimpun Keceriaan di Jagabita

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A
doc tzu chi

Keceriaan anak-anak dan warga Kampung Gintung, Desa Jagabita, Parung Panjang, Bogor bersama para Tzu Ching dari tiga negara.

Canda tawa mengikuti semilir angin diantara rimbunnya pohon bambu di salah satu sudut Desa Jagabita, Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat. Walaupun berbeda bahasa, keceriaan menjadi jembatan bagi Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) dari Taiwan dan Malaysia dalam memulai interaksinya dengan para penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi di wilayah tersebut.

Kehadiran Tzu Ching Taiwan dan Malaysia ini didamping oleh Tzu Ching Indonesia. Selain itu, bersamaan dengan kedatangan 7 keluarga penerima bantuan bedah rumah tahap ke-4 di Desa Jagabita, beberapa warga juga ikut berdatangan untuk melihat kegiatan yang dilakukan oleh para Tzu Ching tersebut.

Perbedaan bahasa untuk berkomunikasi tidak menjadi kendala. Dengan semangat mudanya, para Tzu Ching menyapa penerima bantuan dan warga dengan tarian serta menggunakan baju tradisional Taiwan untuk lebih menyemarakkan kegiatan. Warga yang tadinya malu-malu akhirnya ikut menari bersama Tzu Ching dan larut dalam keceriaan.  

Pan Pohung, relawan Komite Tzu Chi Taiwan yang menjadi Ketua Rombongan Tzu Ching Taiwan dan Malaysia memberikan sambutan kepada para penerima bantuan Tzu Chi di Kampung Gintung, Desa Jagabita.

“Kehadiran kami saat ini dalam rangka pendidikan agar mereka (Tzu Ching) dapat merasakan kehidupan dan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat, serta menyebarkan Dharma Master Cheng Yen yang universal,” jelas Pan Pohung,  relawan Komite Tzu Chi Taiwan yang menjadi Ketua Rombongan Tzu Ching Taiwan dan Malaysia. Pan Pohung juga menjelaskan peserta yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 20 orang Tzu Ching dari Taiwan, 7 orang Tzu Ching dari Malaysia, dan 20 orang Tzu Ching Indonesia. “Jadi totalnya 47 orang untuk kegiatan hari ini. Selain itu juga ada relawan pendamping yang ikut,” jelasnya.

Kebahagiaan dan keceriaan pun berlanjut, para Tzu Ching, relawan pendamping, serta warga penerima bantuan bedah rumah membuat onde-onde sebagai simbol rasa syukur atas keselamatan bersama serta saat menempati rumah baru. Satu persatu warga penerima bantuan membentuk adonan tepung berwarna merah dan putih menjadi bulatan-bulatan kecil yang nantinya akan direbus.

“Hari ini saya dan teman-teman merasa sangat senang karena dapat membantu para gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi-red) karena di Taiwan kami tidak banyak kesempatan untuk bersumbangsih langsung. Kehidupan kami di Taiwan sangat bahagia, setelah keluar negeri baru mengetahui bahwa di luar sini masih sangat banyak orang yang memerlukan bantuan. Kami sangat senang dapat membantu mereka disini,” ungkap Lin Guanyin, mahasiswi S2 jurusan Department of Oriental Languages and Literature, Universitas Tzu Chi Taiwan.

Dalam kegiatan ini, Lin Guanyin bersama lima Tzu Ching dari Universitas Taiwan dan seorang relawan yang menjadi penerjemah bahasa tergabung dalam satu kelompok mendampingi Sarni (70), salah satu penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi di Kampung Gintung, Desa Jagabita. Ditemani kedua cucunya, Sarni pun duduk bersama para Tzu Ching yang mendampinginya.

Sambil membuat Onde-onde, mereka saling berbicara dengan bantuan relawan yang menjadi penerjemah. “Ibu itu (Sarni) bilang dia menjual makanan pada pagi hari, jadi saya menanyakan ke dia apakah ada waktu untuk istirahat ? Karena di Taiwan ada libur 2 hari dalam seminggu. Dan dia menjawab hanya libur pada saat Lebaran, terus tadi dia berdiri terlalu lama jadi agak capek, kaki pegal lalu duduk. Jadi saya bersama teman-teman yang lain berinisiatif untuk memijatnya,” ungkap Lin Guanyin. 

Kebahagiaan Lin Guanyin (tengah) saat memijat Sarni (70) bersama dua orang rekan kelompoknya.

Sebelumnya, kondisi rumah Sarni sebelum dibedah menggunakan bilik bambu dan tiang kayu. Jika hujan, gentengnya pun banyak yang bocor. Keseharian Sarni, selain menjual makanan kecil, ia juga menjadi buruh tanam serta panen padi jika datang musimnya. Setelah rumahnya dibedah dan diperbaiki oleh Tzu Chi, Sarni merasa bahagia. Terlebih lagi dengan kunjungan para Tzu Ching yang berinteraksi dengannya. “Senang, dipijit sama anak-anak (Tzu Ching) tadi,” ungkap Sarni sambil tersenyum lebar.

Lin Guanyin berharap kehidupan Sarni dapat menjadi lebih baik lagi. Apalagi usianya juga sudah tua. “Saya merasa dia (Sarni) bagaikan nenek saya. Nenek saya di umur seperti dia sudah hidup bahagia di rumah, jadi saat melihat dia saya jadi sedih. Semoga lain kali jika datang ke sini saya dapat melihat dia dalam setahun setidaknya ada beberapa minggu untuk beristirahat dan tidak keluar berjualan,” kata Lin Guanyin sambil berkemas dan mengakhiri kegiatan di kebun bambu.

Semangat para Tzu Ching saat bersumbangsih dengan mengecat rumah para penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi di Kampung Gintung, Desa Jagabita.

Sebagai simbol keselamatan dan kebahagiaan, para Tzu Ching dan relawan pendamping memberikan onde-onde serta hiasan untuk keberkahan di rumah yang baru. 

Bersumbangsih dan Melayani

Kegiatan pada Rabu, 9 Agustus 2017 ini tidak selesai di sekitaran kebun bambu, rombongan Tzu Ching dari tiga negara ini pun berinisiatif untuk mengecat tujuh rumah milik para gan en hu yang telah dibedah Tzu Chi pada tahap ke-4 di Kampung Gintung RT 03/01, Desa Jagabita, Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat.

Berbekal onde-onde, cat, bambu, koran bekas, dan rol kuas yang telah dipersiapkan sebelumnya, seluruh peserta dibagi menjadi 7 kelompok untuk mendampingi para gan en hu menuju rumah mereka masing-masing. Didampingi para relawan dari Tzu Chi Tangerang, 47 Tzu Ching pun serentak memulai proses pengecatan rumah setibanya di lokasi.

Lv Zhiwei, mahasiswi Universitas Hungkuang, Taiwan mengajarkan salah satu warga membuat onde-onde.

Lv Zhiwei, mahasiswi Universitas Hungkuang, Taiwan pun merasakan bagaimana terjun langsung dan bersumbangsih kepada gan en hu. “Ini pertama kali mengecat rumah. Saya merasa sangat unik. Terus  saya orang pertama yang mengecat, dan ada sedikit cat yang jatuh menetes. Ini seperti mengingatkan kita bahwa dalam melakukan hal apapun harus berhati-hati,” ungkap Lv Zhiwei sambil menaik-turunkan rol kuas di tembok.

Pengalaman Lv Zhiwei yang baru pertama kali ke Indonesia menjadikannya tertarik untuk berinteraksi lebih dengan para gan en hu. Disela-sela kegiatan, ia juga menyempatkan diri bercanda dan menggendong anak Balita keluarga gan en hu. “Karena perbedaan bahasa kami tidak dapat berkomunikasi, tetapi gerakan kami adalah alat komunikasi terbaik, melalui gerakan kami dapat cepat berbaur dengan mereka dan sedikit belajar kata-kata dalam bahasa Indonesia,” jelas Lv Zhiwei.

doc tzu chi

Keterbatasan bahasa tidak menjadi penghalang untuk saling berbagi dan berinteraksi.

Interaksinya dengan warga Kampung Gintung, Desa Jagabita membuat Lv Zhiwei ingin melihat tempat-tempat lain yang dibantu oleh Tzu Chi Indonesia. Sebab ini pertama kalinya ia melayani langsung para gan en hu. “Saya merasa sangat unik dan antusias dengan kegiatan ini. Semoga di lain kesempatan saya dapat melayani mereka lagi dan melakukan lebih banyak lagi kebajikan,” imbuh mahasiswi jurusan Kindergarten Teacher ini.

Ketua Tzu Chi Tangerang, Lu Lian Chu yang turut serta dalam kegiatan ini menyambut positif apa yang dilakukan oleh para Tzu Ching kepada para gan en hu. “Sebenarnya kegiatan hari ini adalah gabungan Tzu Ching dari tiga negara. Kami membawa mereka ke sini untuk mengajarkan mereka bagaimana melayani, sehingga mereka mengerti harus bagaimana membantu orang-orang yang membutuhkan. Kami juga mengajarkan kepada mereka untuk melihat rumah-rumah di sini dan kehidupan orang di sini, jadi kita harus senantiasa mawas diri dalam menjalani kehidupan,” ungkap Lu Lian Chu .

Untuk menyemarakkan kegiatan, Ketua Tzu Chi Tangerang, Lu Lian Chu ikut menggunakan pakaian tradisional Taiwan.

Para Tzu Ching asal Taiwan, Malaysia, dan Indonesia ini mengikuti rangkaian kegiatan Kelompok Pendidikan Budaya Humanis Tzu Chi Indonesia 2017 yang berlangsung dari tanggal 7 - 17 Agustus 2017. Salah satunya dengan mengunjungi, bersumbangsih, kemudian belajar dan berinteraksi dengan para penerima bantuan bedah rumah Tzu Chi di Jagabita. Selain itu, para Tzu Ching juga diajak mengunjungi Aula Jing Si, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Pesantren Nurul Iman, Sekolah Mutiara Bangsa, Sekolah Ehipasiko, dan juga Taman Mini Indonesia Indah.

Editor: Hadi Pranoto



Artikel Terkait

Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -