Mengingat Xavier, Si Kecil dengan Implan Koklea

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
Relawan Tzu Chi dan tim medis dari Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat melakukan kunjungan ke rumah orang tua Xavier di Bukit Duri, Jakarta Selatan (3/3/17). Kunjungan ini merupakan kunjungan kedua kali yang dilakukan relawan untuk menjenguk dan melihat perkembangan Xavier.

Senang rasanya saat pertama kali melihat Xavier (4,5 tahun) lagi setelah sekian lama. Kami terakhir kali bertemu sekitar 18 bulan lalu, tepatnya usai pengaktifan implan koklea yang dipasang di kedua telinga Xavier pada 18 September 2015. Dan kini, si kecil yang sangat aktif itu sudah bisa memalingkan mukanya saat kami memanggil namanya, walaupun dia tidak mau terlalu lama memandang ‘teman lamanya’ karena malu.

Dulu Vier, panggilan akrabnya, sama sekali tidak merespon apapun ketika kami mengajaknya bicara. Dokter menjelaskan bahwa sulung dari dua bersaudara itu menderita congenital hearing loss atau ketulian total yang diderita sejak lahir. Dia hanya merespon ketika melihat orang di depannya memeragakan sesuatu, itupun dengan bahasa tubuh seperti menggeleng, mengangguk, atau tertawa dan menangis. Apabila kesakitan, seperti sakit perut maka ia akan memegang perutnya. Apabila ia lapar, ia akan akan memeragakan makanan masuk ke mulutnya. Orang tuanya pun mengatakan bahwa, jangan harap dia akan menengok ketika dipanggil, karena dia memang tidak bisa mendengar apapun.

Xavier menjalani operasi implan koklea di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng, 28 Agustus 2015 lalu dengan ditangani oleh tim dokter RSCK dengan dipimpin oleh Dokter Soekirman Soekin, salah satu koordinator bedah mastoid dari RS Khusus THT Proklamasi.

Ketika Vier berusia tiga tahun, orang tuanya, Citami dan Chandra mengajukan permohonan bantuan kepada Tzu Chi atas rujukan dari Dokter Soekirman Soekin, salah satu koordinator bedah mastoid dari RS Khusus THT Proklamasi, Jakarta Pusat. Harga implan yang dibutuhkan Vier memang tidak main-main, “Kalau kami dokter THT itu biasa memakai istilah memindahkan mobil mewah ke dalam telinga. Alatnya memang sangat canggih dan mahal,” kata Dokter Soekirman kala itu.

Bantuan implan koklea tersebut lalu diberikan kepada Vier, tentunya setelah melalui berbagai pemeriksaan. Operasinya pun dilakukan di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat, 28 Agustus 2015. Usai rangkaian operasi dan pemasangan alat implan, dokter menyarankan Citami untuk rutin mengajak Vier terapi mendengar dan berbicara.

Dua bulan pertama pemasangan implan, Vier memang sering menolak alat dengar menempel di atas telinganya. Dia menangis karena menganggap suara-suara yang ia dengar adalah suatu gangguan. Menurut dokter, hal tersebut sangat normal. Orang tua Vier pun tetap berusaha sedikit demi sedikit membiasakan Vier dengan bunyi-bunyian, misalnya bunyi ketukan atau suara-suara kecil lainnya. Lambat laun Vier mulai terbiasa dan kini ia selalu memakai alat dengarnya kecuali ketika dia mandi dan tidur. Dengan ditunjang oleh terapi yang rutin dan juga ketelatenan orang tua, kondisi Vier kini menunjukkan kemajuan yang amat signifikan. 

Dokter Soekirman Soekin memeriksa kondisi Xavier di RS Khusus THT Proklamasi, Jakarta Pusat sebulan pascaoperasi yang dijalani Xavier. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjelang pengaktifan implan koklea di kedua telinga Xavier.

Dokter Fikri (kanan) bersama Dokter Oppy Surya Atmaja mengaktifkan implan koklea di kedua telinga Xavier pada 18 September 2015 di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng.

Dokter Herman, dokter umum dari RSCK Tzu Chi Cengkareng yang ikut berkunjung ke rumah orang tua Vier di Bukit Duri, Jakarta Selatan (3/3/17) mengatakan bahwa perkembangan yang ditunjukkan Vier termasuk sangat cepat. “Sejujurnya saya agak kaget dengan progress Xavier, cepat sekali,” ucapnya. “Kita lihat dia sudah reaktif, ada kata-kata yang dia mengerti. Kata-kata itu berupa kalimat, bukan cuma kata-kata yang tidak jelas. Lalu kita bicara pelan saja dia merespon dengan baik,” jelas dr. Herman.

Vier kini pun sudah masuk sekolah di tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk anak-anak umum. “Walaupun dulu sempat nangis dan nggak mau sekolah juga karena terganggu sama teman-temannya,” ucap Citami, “tapi akhirnya dia sendiri yang minta sekolah lagi.” Menurut gurunya, Vier termasuk anak yang mudah bersosialisasi dan memiliki percaya diri yang tinggi. Terbukti ketika ia berhasil memenangkan juara 3 dalam perlombaan mewarnai, mewakili PAUD-nya. “Waktu itu lombanya di Ancol, sama PAUD lainnya,” cerita Citami.

Dokter Herman (kiri), dokter umum dari Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng yang ikut berkunjung ke rumah orang tua Vier di Bukit Duri, Jakarta Selatan (3/3/17) mengatakan bahwa perkembangan yang ditunjukkan Vier termasuk sangat cepat.

Sebagai orang tua, Citami sering kali tidak mampu menyembunyikan rasa haru ketika anak sulungnya tersebut belajar berbicara. Ia juga tidak jarang menangis gembira ketika mendengar Vier bisa mengatakan satu kata baru. Chandra pun tak kalah antusias, ia begitu senang dan bersabar ketika mendengar cerita-cerita Citami sepulang bekerja ataupun mendengar sendiri anaknya berbicara. “Ini adalah bagian dari doa kami semua supaya Vier bisa mendengar dan bicara dengan normal,” tutur Citami.

Sekarang Vier sudah bisa memanggil ‘mama’ untuk ibunya, ‘ayah’ untuk ayahnya, dan ‘abiel’ untuk memanggil adiknya yang bernama Azriel. Vier pun sudah bisa mengatakan kalau dia ingin makan, sakit perut, dan hal-hal dalam keseharian lainnya. “Kami sangat senang menyaksikan momen-momen baru dalam diri Vier,” imbuh Citami.

Walaupun dulu sempat terganggu dengan implan koklea, Xavier kini sudah sangat terbiasa menggunakan alat dengarnya tersebut. Ia selalu memakai alat dengarnya kecuali ketika mandi dan tidur. Dengan ditunjang oleh terapi yang rutin dan juga ketelatenan orang tua, kondisi Vier pun menunjukkan kemajuan yang amat signifikan. 

Dokter Herman pun merasakah perasaan haru dan senang, sama seperti orang tua dan relawan Tzu Chi yang datang. Ia pun mengatakan bahwa bantuan yang diberikan Tzu Chi mungkin berkesan hanya sederhana, untuk satu anak saja. “Tapi bayangkan, satu orang itu setelah kita pasang (implan) dia bisa bicara, bisa tumbuh mandiri, berapa banyak kebaikan yang bisa dilakukan anak itu kepada orang lain nantinya?” ujar dr. Herman. “Semua hal baik ini pasti akan berbuah dan berlipat ganda,” imbuhnya berharap.

Editor: Arimami Suryo A


Artikel Terkait

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -