Menilik Jiwa yang Luka

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

foto
Rabu, 1 Agustus 2012, relawan mendatangi bawah jembatan rel kereta api Kota-Jayakarta. Beberapa waktu lalu, wilayah ini telah terkena bencana kebakaran. Tepatnya sabtu, 28 Juli 2012, pukul 13.30.

Rabu, 1 Agustus 2012, matahari sedang berada di ubun-ubun ketika saya dan beberapa relawan mendatangi bawah jembatan rel kereta api Kota-Jayakarta. Beberapa waktu lalu, wilayah ini telah terkena bencana kebakaran. Tepatnya Sabtu, 28 Juli 2012, pukul 13.30 WIB kobaran api begitu besar ditambah dengan tiupan kencangnya angin yang menyebabkan api cepat sekali menyambar rumah-rumah warga disekitarnya.

 

 

Sumber api penyebab kebakaran ini dikarenakan adanya arus pendek listrik. Hal ini kedengarannya sudah menjadi hal yang biasa bagi warga Jakarta, permasalahan klise seperti listrik dan tabung gas memang menjadi momok utama dalam hal kebakaran. ”Yang terbakar seluruhnya terdiri dari dua RT, ada 36 di RT 8 dan 1 rumah di RT 9. Keseluruhan korban terdiri dari 177 KK, 77 warga asli sini dan selebihnya warga pendatang,” ujar Abidin, Ketua LMK Setempat.

Mendengar kabar duka yang kembali datang, Yayasan Buddha Tzu Chi tidak hanya diam, namun dengan sesegera mungkin mengulurkan bantuan bagi korban. Boks paket bantuan berisi peralatan mandi, baju, alas kaki , dan juga selimut tersebut diterima oleh para korban dengan senyum. Musibah yang terjadi pada bulan puasa ini juga menjadikan warga lebih dapat tabah dalam menyelami bulan Ramadhan dan tidak mengganggu aktivitas warga dalam berpuasa.

foto  foto

Keterangan :

  • Korban terdiri dari 36 rumah di RT 8 dan 1 rumah di RT 9, dengan jumlah KK sebanyak 177 KK (kiri).
  • Para relawan mulai bersiap dan membagikan bantuan pada pukul 12 siang dan berakhir pukul 2 sore (kanan).

Juliana misalnya, ibu rumah tangga ini rumahnya habis, rata dengan tanah, karena lokasi rumahnya tepat berada di samping pusat api berada. Saat kami bertanya apakah dirinya masih menjalankan ibadah puasa, dia kemudian menjawab, ”Ibu mah puasa, namanya ibadah. Tapipas beberapa hari kemarin, memang belum kuat puasa, pikirannya masih takut, trauma,” ujarnya.

Saat terjadi bencana, Juliana sedang menonton TV bersama dengan anaknya sedangkan suaminya yang berprofesi sebagai montir motor gede sedang mereparasi salah satu motor di halaman rumah. ”Pas lagi nonton TV, tiba-tiba listrik kedip-kedip kayak mau mati lampu tapi nggak jadi. Trus ibu mau teriak ke bapak, mau nanya awalnya, kenapa kok lampu begini. Ibu belum sempet nanya, yang diluar sudah teriak-teriak, kebakaran...kebakaran... Barang-barang ibu nggak ada yang bisa dibawa, paling cuma inget bawa surat rumah sama anak,” cerita Juliana.

foto  foto

Keterangan :

  • Kondisi perumahan warga yang telah hangus terbakar oleh lalapan api 28 Juli 2012 lalu, bahkan sebagian rumah telah rata dengan tanah (kiri).
  • Kebanyakan warga tinggal di tenda-tenda pengungsian yang didirikan oleh organisasi-organisasi masyarakat di bawah jembatan jalur kereta api (kanan).

Bagi warga setempat, kebakaran ini merupakan kebakaran ke dua yang terjadi setelah kebakaran pada tahun 1992 lalu. ”Kami dari Koramil memang selalu mendekatkan diri dengan masyarakat memberikan penyuluhan-penyuluhan mengenai bahaya kebakaran, dan setelah terjadi kebakaran seperti ini, kami merasa bahwa fungsi kami telah salah, karena kok masih saja terjadi kebakaran padahal kami telah mewanti-wanti warga,” ujar Kapten Arh Danramil Tamansari Bambang EP prihatin.

Bantuan yang tidak seberapa ini menurut warga merupakan bantuan yang sangat membantu. Abidin kembali menegaskan bahwa dirinya sangat berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi karena telah memperhatikan warganya. ”Saya sangat berterima kasih kepada Tzu Chi, karena telah memberikan perhatian kepada kami, dan juga telah memberikan bantuan peralatan-peralatan yang berguna bagi kami. Terutama terpal, terpal ini sangat berguna karena tenda-tenda yang disediakan oleh organisasi-organisasi lain tidak akan bertahan lama, paling lama hanya dua minggu, sedangkan warga membutuhkan perlindungan dari panas dan hujan hingga mereka dapat membangun rumah mereka kembali.”

Iwan Shixiong, yang merupakan koordinator pembagian bantuan ini juga berharap keadaan mereka akan segera pulih, ”Kami berharap dengan bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang tidak seberapa ini dapat membantu mereka. Dan kami juga berdoa agar kondisi mereka cepat pulih sehingga dapat menjalankan kegiatan seperti semula lagi,” ucapnya.

 

 
 

Artikel Terkait

Ayo, Melakukan Daur Ulang

Ayo, Melakukan Daur Ulang

15 Juli 2019

Setelah adanya titik daur ulang di Komplek Griya Riatur Indah, Medan banyak warga di komplek tersebut mengumpulkan barang-barang yang bisa didaur ulang dan diserahkan kepada Tzu Chi. Seperti pada 7 Juli 2019, banyak warga yang berpartisipasi ketika komunitas relawan Hu Ai Medan Barat mengadakan kegiatan pelestarian lingkungan di sana, baik yang ikut langsung atau sekadar mengantarkan barang daur ulang mereka.

Setetes Darah, Sejuta Kasih yang Mengalir

Setetes Darah, Sejuta Kasih yang Mengalir

31 Maret 2016 Pada Minggu, 20 Maret 2016, relawan Tzu Chi Padang bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) kembali mengadakan donor darah untuk ke-13 kalinya di Kantor Tzu Chi Padang.
Suara Kasih: Membangkitkan Cinta Kasih yang Penuh Rasa Syukur

Suara Kasih: Membangkitkan Cinta Kasih yang Penuh Rasa Syukur

30 November 2012 Kita sungguh harus menghubungkan semua orang di dunia dengan cinta kasih universal tanpa memandang ras dan kewarganegaraan. Semoga cinta kasih setiap orang bisa terus meluas hingga ke seluruh penjuru dunia.
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -