Meningkatkan Kualitas Pengobatan dan Pelayanan Berbudaya Humanis

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur), Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur)


Pelatihan kelima relawan pemerhati Tzu Chi Hospital melalui aplikasi Zoom yang diikuti oleh 757 insan Tzu Chi Indonesia pada hari Minggu, 10 Januari 2021

Di masa awal Tzu Chi, Master Cheng Yen bertekad membangun rumah sakit yang berlandaskan cinta kasih. Master Cheng Yen berharap insan Tzu Chi menerapkan pelayanan berbudaya humanis di rumah sakit. Kalimat ini diutarakan Shen Bi Hua, relawan pemerhati asal Taiwan yang berbagi kisahnya pada pelatihan kelima relawan pemerhati Tzu Chi Hospital melalui aplikasi Zoom. yang diikuti oleh 757 relawan Tzu Chi Indonesia pada 10 Januari 2021.

Menjadi relawan pemerhati di Unit Gawat Darurat (UGD) harus tahu bagaimana mendampingi pasien dalam kondisi darurat. Hal terpenting adalah melayani dengan hati yang tulus. “Sangat bersyukur setiap kali menjadi relawan Tzu Chi Hospital, saya banyak belajar dari pasien. Di area rawat inap misalnya, kami dapat melakukan estafet cinta kasih.” cerita Shen Bi Hua, relawan pemerhati Tzu Chi Hospital UGD.

Di rumah sakit banyak pasien yang membutuhkan relawan pemerhati dengan hati yang baik, tulus, dan damai untuk menyemangati sehingga, pasien bisa merasa tenang. “Master Cheng Yen ingin setiap relawan selalu membawa cinta kasih, dan mencurahkan perhatian ke setiap ruangan rawat inap pasien. Selain itu, kita juga harus menunjukkan pada pasien sehingga pasien bisa merasakan kesungguhan dan ketulusan dari relawan pemerhati.” pesan Shen Bi Hua.

Setiap detik, kita melihat banyak pasien atau keluarga pasien yang tidak tenang. “Dari sana, kita bisa merasakan penderitaan pasien yang dirawat, keluarganya juga ikut merasakan kecemasan. Relawan bisa menjadi perangkat lunak di Tzu Chi Hospital, bisa membantu mereka, menenangkan hati pasien dan keluarga.” Lanjut Shen Bi Hua.


Pan Liao Ye suka mempererat keakraban melalui usia untuk mempersempit jarak.

Hal terpenting, setiap kali mengunjungi atau mendampingi di kamar pasien ataupun di sisi mereka, kita bisa lihat apa yang dibutuhkan. Setiap orang bisa bersumbangsih dalam berbagai hal sehingga pasien bisa merasakan betapa pentingnya peran relawan pemerhati rumah sakit. “Kita bersyukur bahwa para pasien tahu bahwa relawan pemerhati adalah sandaran bagi mereka, bagaikan “obat Penenang” bagi mereka.” tambahnya

Master Cheng Yen berkata, ada empat fase kehidupan. Demikian pula di Tzu Chi Hospital, kita dapat melihat fase lahir, tua, sakit dan mati. Inilah yang disyukurinya selama menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital bahwa dalam 20-30 tahun ini, “Kami bisa memahami dan belajar bagaimana hidup berdampingan dengan ketidak kekalan, berdampingan dengan derita penyakit.

Shen Bi bersyukur setiap kali menjadi relawan Tzu Chi Hospital adalah memulai lembaran baru. “Kita melayani pasien dengan cara yang berbeda-beda. Namun, kita belajar memahami penderitaan dan lelahnya seorang pasien.” jelas Shen Bi Hua.

Setiap relawan pemerhati rumah sakit bagaikan satu baut kecil, tetapi memiliki peran yang besar. “Mata kita harus jeli untuk melihat. Otak kita harus cerdas untuk berpikir, supaya tahu pelayanan apa yang harus diberikan. Yang terpenting adalah kita turun tangan sendiri. Inilah yang perlu dilakukan setiap relawan pemerhati.” tutupnya

Tulus Menghibur Pasien; Menghimpun Kebajikan dan Berkah yang Tak Terhingga

 

Ong Tjandra sejak awal sudah tertarik untuk menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital, dan pernah ikut menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital di Taiwan (Taipei) selama dua hari.

Didalam kerelawan Tzu Chi Hospital, Pan Liao Ye berharap selalu memiliki jalinan jodoh yang baik, memiliki hati untuk membantu orang, sehingga ketika datang ke Tzu Chi Hospital, Pan Liao Ye akan meninggalkan ego. Baginya, setiap orang yang kita temui mungkin baru bertemu dengan kita. Ia bersumbangsih dengan pikiran seperti ini.

Kasus pertama yang Pan Liao Ye dampingi adalah seorang anak muda pecandu rokok, berusia sekitar 40 tahun. Anak muda ini bercerita tentang kondisi keluarganya, dia seorang teknisi dan punya jabatan tinggi di sebuah perusahaan. Ia juga memiliki seorang kekasih yang sudah terjalin 20 tahun lebih. Demi kebebasan, mereka tidak menikah dan tidak mau punya anak. Namun ketika ada masalah dalam hidupnya, kekasihnya pergi meninggalkannya.

Pemuda ini jarang berinteraksi dengan orang, ketika sakit dia sendiri yang menghadapi, sendirian ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi karena kanker. Ia menutup diri terhadap relawan pemerhati. Di hatinya ada banyak penderitaan.

Pan Liao Ye lebih suka mempererat keakraban melalui usia untuk mempersempit jarak. Setelah berinteraksi dengan baik, tanpa sadar Pan Liao Ye telah menjadi ibu Tzu Chi baginya. “Saya menasehatinya untuk menuruti kata dokter dengan baik. Kamu harus berjuang melawan penyakitmu.” ajak Pan Liao Ye memberi semangat.


Menjadi relawan pemerhati di Unit Gawat Darurat (UGD) harus mengetahui tentang bagaimana melayani pasien dalam kondisi darurat dengan hati yang tulus.

Tzu Chi, ada tata cara berinteraksi dengan orang. Kita harus bisa memahami dalam kondisi apapun, misalnya sakit, adalah bagian dari hukum alam. Master Cheng Yen mengatakan sakit fisik pada manusia hanyalah 30 persen. Sedangkan 70 persennya pikiran.

Ketika manusia sakit, sikap batin seperti apa yang harus kita gunakan untuk menghadapi kondisi itu, agar saat fisik sakit, batin kita tidak ikut sakit atau kita menjadi benar-benar sakit lahir bathin.

Begitu pula dengan kehidupan Pan Liao Ye sebelum bergabung di Tzu Chi. “Saya sering bertanya, mengapa dunia ini begitu tidak adil. Saya sudah begitu rajin dan baik. Menjaga keluarga, mengapa keluarga saya tidak menghargai saya.” jelas Pan Liao Ye. Namun, setelah bergabung dengan Tzu Chi, mendengar ceramah Master, Pan Liao Ye baru tahu ternyata semua bergantung pada naskah yang kita tulis sendiri. Kita tahu bagaimana menyempurnakan kehidupan kita.

Seperti yang Master Cheng Yen katakan, perjalanan kehidupan sulit dan berliku-liku, maka di kehidupan mendatang, bisa menjadi murid monastik Master Cheng Yen. “Saya rasa ini adalah doa bagi saya, harapan Master Cheng Yen bagi saya.” ujar Pan Liao Ye. Kita perlahan-lahan dapat mengikis jalinan jodoh buruk yang tercipta akibat tiadanya kebijaksanan di masa lampau.

Pan Liao Ye bersyukur bisa menjadi relawan pemerhati rumah sakit, kita berlatih menghadapi keluarga kita dengan sikap bathin yang baik, menghadapi orang dengan tenang. Kita hendaknya bersyukur ada kesempatan menjadi relawan di rumah sakit dapat melihat penderitan lahir, tua, sakit dan mati. Kita harus banyak menjalin jodoh baik secara luas dan menjadi penolong bagi kehidupan orang lain.

Bagi Pan Liao Ye, inilah manfaat terbesar menjadi relawan pemerhati rumah sakit, kita dapat melihat diri sendiri dan menyemangati diri kita sendiri. Kita belajar mengikis kekeruhan bathin kita sehingga dapat tumbuh berkah dan kebijaksanaan.

Tulus Bersumbangsih dengan Melihat dan Mempelajari Banyak Pengalaman


“Orang sakit, tentunya bathin dan pikirannya kacau, maka kita harus menjadi pendamping mereka, menghibur mereka dengan tulus, dan tetap menjalankannya dengan prinsip Ce Pei Shi Xi.” kata Nilawati mendapat tambahan pengalaman hingga tulus dalam membantu pasien.

Dari sharing pengalaman pendampingan Shen Bi Hua Sj dan Pan Liao Ye, Indi mendapat pembelajaran bahwa ketika mendampingi pasien kita harus tulus dalam membantu pasien agar mereka tidak hanya sembuh secara fisik tapi juga sembuh secara bathin. “Selain itu, pasien dapat merubah kebiasaan buruk, memperbaiki komunikasi dan jalinan jodoh baik dengan semua orang.” kata Indi salah satu peserta pemerhati Tzu Chi Hospital.

“Orang sakit, tentunya bathin dan pikirannya kacau, maka kita harus menjadi pendamping mereka, menghibur mereka dengan tulus, dan tetap menjalankan prinsip Ce Pei Shi Xi.” kata Nilawati peserta pelatihan relawan pemerhati Tzu Chi Hospital.

Hal yang sama juga dirasakan dr. Ong Tjandra yang sejak awal sudah tertarik untuk menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital. Ong Tjandra mengungkapkan bahwa pernah ikut menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital di Taiwan (Taipei) selama dua hari. “Baginya, dari pengalaman para senior relawan pemerhati (asal Taiwan), kita bersumbangsih, belajar, memahami dan membuktikan ajaran Master Cheng Yen.” jelas Ong Tjandra.

Begitupun dengan Megawati Sridjaja, pelatihan ini telah mendorongnya untuk bersumbangsih dan memberikan perhatian dengan penuh cinta kasih kepada semua orang. “Sharing mereka, telah membuka hati pasien untuk mensyukuri apa yang sudah diperoleh selama hidupnya.” Ujar Megawati di penghujung pelatihan.

Editor: Anand Yahya


Artikel Terkait

Meneguhkan Hati Agar Niat Awal Tidak Tergoyahkan

Meneguhkan Hati Agar Niat Awal Tidak Tergoyahkan

06 Desember 2017

Pelatihan Relawan Abu Putih ke-2 di tahun 2017 yang diadakan Tzu Chi Medan diikuti oleh 112 peserta. Pelatihan kali ini terasa istimewa dengan hadirnya Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang merupakan bibit pertama Tzu Chi di Indonesia.

Mengasah Welas Asih

Mengasah Welas Asih

26 Februari 2018

Tzu Chi mengadakan kegiatan training relawan pendidikan yang bertujuan agar relawan pendidikan tetap mendapatkan semangat. Kegiatan yang diikuti sebanyak 125 relawan pada Sabtu, 24 Februari 2018 diharapkan dapat mengajak dan menularkan semangat dan cinta kasih kepada orang lain.

 Menguatkan dan Membangkitkan Semangat Kerelawanan

Menguatkan dan Membangkitkan Semangat Kerelawanan

01 Juli 2019

Sebanyak 169 relawan Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas dari berbagai wilayah di Indonesia menyatukan hati di Jing Si Tang, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara untuk mengikuti Kamp Pelatihan Relawan Abu Logo 2019. Ada pula pelantikan Duta Dharma Wanita Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas.

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -