Meningkatkan Perbuatan Untuk Lebih Baik

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
 

fotoLiu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan pihak Pulau Intan General Construction, tengah berdiskusi dengan Alex Kuo, arsitek Taiwan yang menangani pembangunan Aula jing Si.

 “Ini kita jadikan proyek percontohan kita, untuk menularkan budaya Tzu Chi ke proyek-proyek Pulai Intan yang lainnya, kedepan.” (Wendy, Manajer Proyek Pulau Intan)

Tujuh bulan sudah pembangunan Aula Jing Si yang berada di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, dilakukan. Pada tangal 7 Januari 2010 lalu, Alex Kuo (arsitek dari Tzu Chi Taiwan) datang yang kedua kalinya ke Indonesia untuk memberikan masukan-masukan tentang pembangunan Aula Jing Si tersebut.

Kontribusi Setiap Relawan
Saat ini pembangunan sudah pada tahap pengecoran tiang dan dak di lantai 4.  Sedangkan menurut rencana, struktur bangunannya secara keseluruhan segera selesai pada bulan Maret 2010. Relawan Tzu Chi juga berkontibusi terhadap pembangunan Aula jing Si, ini terbukti dengan kehadiran mereka di kantin Aula Jing si secara bergiliran, untuk menyiapkan hidangan makan siang bagi para seniman bangunan ini diserahkan kepada Tzu Chi. “Ini adalah untuk yang ketiga kalinya,” tambah Viny.

Wendy, manajer proyek dari Pulau Intan mengatakan sangat berterimakasih kepada relawan Tzu Chi karena Pulau Intan dikasih kesempatan untuk belajar budaya Tzu Chi, “Ini kita jadikan proyek percontohan kita, untuk menularkan budaya Tzu Chi ke proyek-proyek Pulai Intan yang lainnya ke depan.” Program Budaya Humanis Tzu Chi ini memang sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan pembangunan proyek. “Perubahan yang paling mendasar salah satunya adalah masalah kebersihan, dan merokok,” ungkap Wendy yang menangani lebih kurang 250 pekerja.

foto  foto

Ket : - Liu Su Mei dan Alex Kuo tengah berdiskusi tentang atap Aula Jing Si dalam rapat rutin pembangunan Aula             Jing Si. (kiri)
        - Hardiman Tiang dan Hendro, relawan Tzu Chi, mendengarkan penjelasan dari Alex Kuo saat meninjau lokasi            pembangunan Aula Jing Si beberapa waktu yang lalu. (kanan)

Standar Keamanan yang Tinggi
Sementara itu, di lokasi pembangunan makanan dan minuman yang berasal dari luar area pembangunan dibatasi. Hal ini dilakukan karena seluruh kebutuhan mulai dari dari alat makan, gelas, makanan, dan air minum telah disediakan, sehingga para pekerja dapat mulai belajar memahami akan pentingnya menjaga kebersihan. Menurut Wendy, penyesuaian ini membutuhkan waktu satu bulan. Bahkan sekarang ini kebiasaan merokok sangat kurang dan bisa dikatakan tidak ada.

Masalah keselamatan kerja juga sangat diperhatikan oleh relawan Tzu Chi yang bertugas di lokasi pembangunan. Selain sudah menjadi standar keselamatan kerja dari Pulau Intan, namun relawan Tzu Chi tidak henti-hentinya memberi saran kepada para pekerja seni bangunan ini untuk selalu memakai helm, sepatu proyek, dan mereka yang sedang bertugas di ketinggin selalu diingatkan untuk memakai safety belt.

Keberhasilan menjalankan misi budaya Tzu Chi di lingkungan pembangunan Aula Jing Si ini berkat kerja keras para relawan Tzu Chi, mereka tidak henti-hentinya menularkan budaya humanis kepada para pekerja. Jadi peran para Shixiong dan Shijie seluruh He Qi sangat berperan terhadap berhasilnya budaya humanis yang diterapkan di lingkungan pembangunan Aula Jing Si.

foto  foto

Ket:: - Selain koordinator pembangunan, para relawan Tzu Chi lainnya juga turut berperan serta dalam mengawasi            proyek pembangunan Aula Jing Si. (kiri).
        - Beberapa relawan Tzu Chi tengah mengamati ikatan-ikatan besi sebelum dicor. Ini menjadi tanggung jawab           semua relawan dalam mewujudkan Aula Jing Si agar dapat bertahan hingga ribuan tahun. (kanan)

Bukan Menegur, Tapi Mencontohkan
Bersyukur atas apa yang sudah di perbuat oleh pekerja seni bangunan ini, para relawan Tzu Chi setiap hari pagi-pagi sekali jam 06.30 Wib, secara bergiliran datang ke kantin Aula Jing Si untuk memasak makanan makan siang bagi para pekerja. “Mereka (relawan Tzu Chi) itu sangat luar biasa dan mereka bekerja dengan suka cita” ungkap Wendy. Oleh sebab itu, rencananya makan siang ini menurut Wendy juga akan menjadi salah satu sistem model baru yang akan di terapkan oleh Pulau Intan di proyek-proyek berikutnya.

Sementara itu Hendro Wiyogo, salah satu relawan yang bertugas sebagai quality control fisik bangunan juga mengutarakan perkembangan yang terjadi di lokasi proyek dengan disosialisasikannya budaya humanis Tzu Chi kepada para pekerja. Hendro Shixiong  tak henti-hentinya membimbing mereka seperti budaya antri, hingga masalah kebersihan, namun dengan cara berbeda, “Kalau saya lagi di lokasi proyek lalu ada sampah bukannya saya menyuruh mereka untuk membersihkan, tapi saya pungut langsung sampah itu dan saya letakkan di tong sampah, setelah beberapa lama perlakuan ini saya lakukan di depan pakerja seni bangunan ini, lama-lama ternyata mereka mengikuti saya.”

Tidak hanya Hendro, Hardiman Tiang Shixiong atau yang biasa di panggil Abun Shixiong juga punya cara tersendiri saat menghadapi para pekerja di lapangan. “Selama 3 hingga 4 bulan ini saya melihat banyak perubahan terhadap pekerja, karena saat saya berada di lokasi proyek dan menemukan sesuatu yang kurang bagus, saya tidak langsung menegur mereka (pekerja) tapi saya lakukan sendiri mengerjakannya. Contohnya seperti mengikat gelang-gelang tiang cor, ada yang tidak terikat baik dengan kawat, langsung saya kerjakan sendiri di depan mereka bukannya menegur mereka sambil memberi  saran-saran,” jelas Hardiman.

 

 
 

Artikel Terkait

Meski Difabel, Iswahyudi Mampu Bertahan di Tengah Pandemi

Meski Difabel, Iswahyudi Mampu Bertahan di Tengah Pandemi

24 Juli 2020

Iswahyudi (58) adalah seorang difabel yang berjuang di kala pandemi COVID-19. Ia hidup dari barang-barang bekas yang ia perbaiki hingga mempunyai nilai jual. 

Saatnya Peduli

Saatnya Peduli

16 Juni 2014 Sebagian besar pendonor, baru pertama kali melakukan donor darah. Rasa takut tampak terpancar dari wajah masing-masing pendonor. Namun demi rasa berbagi cinta kasih, para pendonor memberanikan diri untuk tetap mendonorkan darahnya.
Menjaga dan Melayani Orangtua

Menjaga dan Melayani Orangtua

14 September 2011
Setibanya di panti, para relawan mendapat sambutan hangat dari opa dan oma yang sudah menunggu kehadiran mereka. Rasa rindu pun terobati setelah empat bulan lamanya para relawan tidak mengunjungi opa dan oma.
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -