Menjadi Cucu Kakek Aloi
Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan)Kakek Aloi tak punya keluarga dan tinggal seorang diri. Serangan stroke membuatnya sulit bergerak dan harus dirawat di rumah sakit. Relawan Tzu Chi secara rutin mengunjunginya, seolah menjadi cucu dari kakek ini. |
| ||
Tidak begitu jelas latar belakang dari Kakek Aloi ini. Ia tidak memiliki sanak keluarga dan menggantungkan hidup dengan membantu menjaga warung kopi yang ada di seberang rumahnya. Kakek Aloi sendiri tinggal menumpang di sebuah rumah yang sudah ditempatinya selama 10 tahun terakhir ini. Anak dari pemilik rumah ini tetap memberikan tumpangan kepada Kakek Aloi karena jasa Kakek Aloi di masa lalu yang pernah menjaga ayah mereka yang juga mengalami serangan stroke. Sehingga meski ayah mereka telah meninggal, Kakek Aloi tetap diperbolehkan untuk tinggal di rumah tersebut. Pada tanggal 23 Desember 2009, Haris, salah satu anak pemilik rumah menemukan Kakek Aloi tergeletak, tidak bergerak di anak tangga rumah. Keluarga pemilik rumah langsung membantu memindahkan Kakek Aloi ke kamarnya. Dengan keterbatasan dana yang dimiliki oleh keluarga Haris ini, Kakek Aloi tidak bisa dibawa ke rumah sakit. Selama 4 hari, Kakek Aloi terbaring tidak berdaya di atas ranjangnya dan selama itu pula, Kakek Aloi tidak makan karena serangan stroke tersebut membuat kemampuan geraknya sangat terbatas. Selama 4 hari tersebut, Haris terus berusaha untuk mencari bantuan. Sebanyak 4 kali, Haris dan keluarganya bermaksud meminta bantuan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Perwakilan Medan tetapi berkali-kali mereka mengurungkan niat karena ada kata “Buddha” pada nama yayasan. Haris dan keluarganya adalah Kristiani. Selalu terbesit dalam benak bahwa tidaklah mungkin sebuah yayasan agama Buddha mau menolong umat agama lain. Tetapi karena desakan para tetangganya, akhirnya pada tanggal 27 Desember 2009 Haris membulatkan tekad meminta bantuan kepada Tzu Chi. Karena tergolong darurat, pada hari yang sama, kasus ini segera ditanggapi oleh relawan Tzu Chi Medan. Enam orang relawan langsung menuju ke rumah Haris yang berlokasi di jalan Bulan, Medan. Kakek Aloi pun langsung dibawa ke rumah sakit Malayahati agar dilakukan tindakan pertolongan. Mulai hari itu, Kakek Aloi menjalani pengobatan dan fisioterapi. Setiap pagi, Rusli Shixiong menyempatkan diri untuk membersihkan tubuh Kakek Aloi dan memberinya makan. Perlakuan Rusli terhadap Kakek Aloi bagaikan kepada keluarga sendiri. “Akong sekarang kita ganti bajunya, ya? Sekarang angkat tangannya,” pinta Rusli. Kakek Aloi pun menurutinya. Karena tabiatnya yang tertutup dan keras, Kakek Aloi tidak sembarang membiarkan orang lain untuk membersihkan tubuhnya. “Pernah waktu pertama-tama dirawat, saya datang dan tidak memakai seragam (Tzu Chi –red), akong bersikeras tidak mau dibantu dan akhirnya saya jelaskan kalau saya adalah Rusli, barulah akong membiarkan saya untuk membersihkan badannya,” kata Rusli Shixiong sambil mengingat kembali. Meskipun tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir Kakek Aloi, Rusli tetap mengajaknya untuk bercerita sembari membersihkan tubuhnya.
Ket : - Karena cukup lama harus berbaring di tempat tidur, punggung Kakek Aloi menjadi lecet. Luka-luka ini harus dibersihkan dan diganti perbannya secara rutin. (kiri) “Akong sekarang kita balik badannya ya?! Yuk, coba balik sendiri,” Rusli pun meminta Kakek Aloi untuk membalikkan badannya. Sebenarnya Kakek Aloi sudah bisa melakukan beberapa hal sendiri, menandakan kemajuan dari kesehatannya. Karena sudah sekian lama tubuhnya terlentang, beberapa bagian punggungnya menjadi lecet. Rusli mengganti perban lukanya. “Sabar, ya, Kong! Sakit sedikit tidak apa-apa, ya,” Rusli Shixiong coba meringankan hati Kakek Aloi yang menggigit bibirnya sendiri untuk menahan sakit. “Kami tahu ini sakit, Kong, tapi sabar, ya!” tambah Beby, relawan yang juga datang menjenguk dan membantu Rusli untuk membersihkan badan Kakek Aloi. Akhirnya tubuh Kakek Aloi kembali segar. “Tolong bedaknya, Beby Shijie,” pinta Rusli. Setelah membedaki Kakek Aloi, Rusli pun mengambil 2 potong baju dan meminta Kakek Aloi untuk memilihnya. Meskipun Kakek Aloi tidak leluasa berbicara, tetapi Rusli Shixiong tetap meminta pendapatnya. Kakek Aloi pun memegang baju dan merabanya. Setelah salah satu bajunya dipilih, Rusli kembali membantu Kakek Aloi untuk memakai baju. Kerja sama yang ditunjukkan Kakek Aloi sangat baik, ia segera melipat siku tangannya sewaktu akan memasukkan tangannya ke lengan baju. “Lihat, Akong hebat! Sudah bisa memakai baju sendiri!” puji Beby. Setelah itu, beberapa relawan, membantu mengganti sprei yang sudah kotor dan basah dengan sprei yang bersih. Setelah semuanya sudah bersih, Rusli Shixiong membantu Kakek Aloi untuk makan. Makanannya berupa makanan cair yang harus dihisap dengan sedotan dan kemudian dimasukkan ke sebuah selang yang sudah terhubung dengan kerongkongan kakek Aloi. Setelah beberapa kali hisapan, akhirnya satu mangkuk makanan cair tersebut habis. Pada saat yang bersamaan, salah satu penyewa kamar di lantai 3 rumah Haris, yang bernama Akiong, juga berada di rumah sakit untuk menjaga Kakek Aloi. Kalau sudah saatnya untuk makan malam, Akiong-lah yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi makan kepada Kakek Aloi. Dari cerita Akiong relawan baru mengetahui bahwa Kakek Aloi adalah seorang yang terpelajar. Ia menguasai dengan baik bahasa mandarin baik secara lisan maupun tulisan. Akiong sendiri berkenan menjaga Kakek Aloi karena dirinya adalah seorang yatim piatu. “Kedua orangtua saya sudah meninggal, melihat Kakek Aloi seperti ini, saya teringat kembali akan orangtua saya,” ujar Akiong dengan mata berkaca-kaca.
Ket : - Meski tulisannya sulit dibaca, relawan pun memahami bahwa Kakek Aloi ingin menyampaikan bahwa ia merasa bahagia. (kiri). Karena kemampuan berbicara Kakek Aloi terbatas, Rusli selalu meminta Kakek Aloi untuk menulis apa yang hendak disampaikannya. “Akong, ini ada kertas. Tulis saja apa yang Akong mau sampaikan!” pinta Rusli. Kakek Aloi pun mulai menulis. Tulisan Kakek Aloi yang tidak bisa dibaca membuat Rusli kembali meminta Kakek Aloi mengulanginya. Kakek Aloi pun tidak putus asa, beberapa kali pun diminta, ia tidak pernah berhenti untuk menulis. Setelah diperhatikan, barulah dimengerti kalau Kakek Aloi hendak menulis kata “Wo” (dalam bahasa mandarin) yang berarti “saya”. “Akong, apa ini huruf ‘wo’?” tanya Leo Shixiong. Kakek dengan isyarat tangannya mengatakan benar. Kemudian Kakek Aloi mulai menulis huruf yang kedua. Setelah diulang beberapa kali, diketahuilah kalau ia hendak menulis huruf “Xin” yang berarti “hati”. Setelah dipelajari, Leo Shixiong kembali bertanya, “Akong, apa akong ingin menyampaikan kepada kami kalau hati akong bahagia?” Kakek Aloi dengan cepat memberi isyarat kalau itu benar. Tampak keceriaan di wajah Kakek Aloi karena berhasil menyampaikan maksud hatinya kepada relawan Tzu Chi yang senantiasa membantunya. Kakek Aloi pernah diperbolehkan oleh dokter untuk pulang ke rumah pada tanggal 1 Februari 2010 dan menjalani rawat jalan. Semenjak itu, Rusli Shixiong setiap hari menyempatkan diri untuk ke rumah Kakek Aloi untuk membersihkan badannya dan memberi makan. Tetapi karena kondisinya kembali memburuk, pada tanggal 19 Februari 2010, Kakek Aloi kembali harus dirawat di Rumah Sakit Malayahati sampai sekarang. Dikarenakan waktu semakin sore, para relawan Tzu Chi Medan berpamitan pada Kakek Aloi. “Akong, kami pamit dulu ya, hari sudah sore. Besok saya datang lagi,” kata Rusli Shixiong. Kakek Aloi selalu mengangkat tangan kirinya untuk bersalaman dengan orang-orang yang datang menjenguknya. Air mata menggenang di ujung pelupuk mata kakek Aloi ketika melihat para relawan meninggalkan bangsalnya. “Sampai jumpa, Akong !” sahut semua relawan. Meskipun tidak ada ikatan keluarga, relawan Tzu Chi senantiasa mengikat jodoh yang baik dengan siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Sebuah wujud pelatihan batin agar manusia bisa belajar untuk mengecilkan ego sehingga nantinya bisa menerima dan merangkul dunia ini. | |||
Artikel Terkait
Perjalanan Para Bodhisatwa
11 September 2013 Acara ini merupakan bagian dari Persamuhan Dharma Sutra Makna Tanpa Batas (Wu Liang Yi Jing) yang diadakan dari tanggal 6-8 September 2013. Akhirnya berakhir juga sebuah persamuhan Dharma yang begitu membahagiakan.Tzu Chi Entrepreneur Conference
03 Agustus 2018Senantiasa Bersyukur Walau Menghadapi Wabah Covid-19
06 April 2020Nilai-nilai kehidupan dalam kelas budaya humanis, membantu para siswa Sekolah Tzu Chi Indonesia untuk melewati proses belajar di rumah dengan baik sambil diingatkan untuk terus bersyukur.