Menjadi Komunikator yang Baik
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah
Tema pelatihan kali ini adalah Self Awareness in Known, Learn and Change. Para pengajar juga relawan pendidikan harus menyadari kelemahan dan kelebihannya lalu kemudian memulai langkah bagaimana menjadi orang yang lebih baik.
Bagi sebagian orang, berbicara sangatlah mudah, tapi tidak demikian dengan kemampuan mendengar. Seseorang bisa bicara banyak tapi jika yang dibicarakan tidak sampai kepada lawan bicara, maka tidak terjadi komunikasi. Komunikasi haruslah dua arah, bukan hanya berbicara, tapi juga mendengarkan.
“Komunikasi seperti bermain bulu tangkis atau bola pingpong. Kita yang buka pola, tidak boleh terlalu tinggi, tidak boleh terlalu rendah supaya pihak lawan bisa menerima,” kata Linda Budiman, relawan Misi Pendidikan Tzu Chi dalam pelatihan relawan pendidikan, Minggu, 23 Juli 2017 di Tzu Chi Center Jakarta.
Kemampuan menjadi pendengar yang baik menjadi salah satu goal dalam pelatihan yang diikuti oleh 253 orang ini. 97 di antaranya adalah guru-guru dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Sementara yang lainnya adalah relawan di misi pendidikan, ada yang dari Jakarta, Tangerang, Bandung, Cianjur, dan Sukabumi. Ada juga dari Pekanbaru dan Biak.
Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompoknya terdiri dari lima orang. Setiap orang diminta menceritakan sepuluh kelebihan diri sendiri, sepuluh kelemahan, juga tiga makanan yang paling disukai. Ketika orang berbicara, yang lain harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Setelah itu, masing-masing peserta ditanya kembali apa yang sudah disebutkan oleh teman-teman sekelompoknya.
Para peserta bermain sebuah games tentang mengalah kepada orang lain.
Relawan Mettayani dan Lina dari Tzu Chi Pekanbaru (kanan ke kiri) saat mengikuti pelatihan relawan pendidikan. Murid kelas budi pekerti Tzu Chi Pekanbaru sendiri saat ini ada sekitar 150 murid.
Selain bagaimana berkomunikasi yang efektif, para peserta juga memahami lebih mendalam tentang makna belajar dan berkembang. Materi ini dibawakan oleh relawan Ji Shou.
Ketua Misi Pendidikan Tzu Chi Pekanbaru, Mettayani datang bersama dua relawan lainnya dari Pekanbaru. Ia sadar sebagai seorang relawan pendidikan harus selalu mengembangkan diri supaya dapat menyampaikan materi yang aplikatif dan up to date.
“Saya tertarik dengan Materi Ji Shou Shixiong bahwa kita ini bukan hanya sebagai pengajar tapi juga harus menjadi seorang coach, seorang pelatih. Sebenarnya dalam dunia pendidikan itu kita bisa menjadi designer, jadi engineer dan bisa jadi creator. Nah di Tzu Chi ini kita ingin anak-anak ini kita create menjadi manusia yang punya budaya humanis dan karakter yang baik. Dengan begitu, mereka akan bisa menghadapi perubahan di dunia yang begitu cepat,” ujar Mettayani.
Kepala
Sekolah SD dan Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Freddy S. Kom,
MM (pegang mic) senang bisa menyelesaikan games
dengan baik.
Relawan Linda Budiman (rompi) saat membawakan games tentang pantang menyerah.
Kepala Sekolah SD dan Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Freddy S. Kom, MM mengaku siap mempraktikkan ilmu tentang komunikasi kepada siswa yang Ia dapatkan dari pelatihan kali ini.
“Bagaimana cara kita menghadapi siswa bukan seperti kita menghadapi orang dewasa. Lalu kita akan membuat anak-anak lebih aktif lagi. Kita bukan hanya sebagai guru, tapi juga kita sebagai coach, bagaimana cara kita bisa empower kemampuan anak-anak, kita bukan hanya mentransfer ilmu saja. Jadi teknik-teknik baru ini yang memang harus kita terapkan,” jelas Freddy.
Pelatihan kali ini juga membuat Chandra Ferdian (27), relawan Tzu Chi Biak makin mantap menjalankan kegiatan bina desa.
“Karena bagi kita pendidikan itu sangat penting terutama sekarang kita kan ada program bina desa. Bagaimana kita turun untuk bina desa itu kita mendidik anak di desa itu supaya mengenal budi pekerti,” kata Chandra.
Editor: Yuliati