Menjadi Lebih Dewasa
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha * Para peserta pendewasaan terlihat bersemangat mendengarkan setiap sesi yang dibawakan oleh para mentor. Tidak hanya membekali para peserta dengan ilmu namun juga moral yang baik. | Ketika manusia dihadapkan pada kesulitan dalam hidupnya, maka terkadang di saat itulah mereka baru belajar untuk menghargai sebuah kehidupan. Hal inilah yang ditangkap dan coba diterapkan oleh para trainer Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dalam kegiatan Camp Pendewasaan Anak Sekolah 2008, 12-13 Juli 2008. yang diadakan di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan Aula Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng. |
Seperti adegan dalam program acara di salah satu stasiun televisi swasta, yang menggambarkan tentang seorang mahasiswa yang bersusah payah menjadi seorang ojek sepeda, pada Camp Pendewasaan Anak Tzu Chi, hal serupa juga dilakukan. Bedanya, bukan menjadi seorang ojek sepeda namun kali ini para peserta yang terdiri dari murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan anak asuh Tzu Chi, diajak untuk merasakan beratnya perjuangan seorang ibu dalam mengandung anaknya. Dengan menggunakan sekantung beras seberat 5 kg yang dililitkan pada perut, para peserta diajak untuk melakukan segala aktivitas, dari mulai merapikan ruang tidur, menyapu, hingga membersihkan kamar mandi. Agung Wijaya, salah satu anak asuh yang bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 56, Pluit, mengaku bahwa ternyata tidak mudah membawa beban seberat 5 kg tersebut. “Saya saja yang laki-laki merasa kelelahan membawa beras ini, padahal belum ada dua jam, rasanya sudah pegal sekali. Apalagi ibu kita yang membawa kita kemana-mana selama sembilan bulan,” ucap Agung mengakui besarnya pengorbanan seorang ibu dalam mengandung anaknya. Beratnya beras 5 kilogram hanyalah sebagian kecil dari pelatihan ini. Sebelumnya pada sesi “Bakti Anak kepada Orangtua”, para peserta diajak untuk menyaksikan penggalan Drama Sutra Bakti Seorang Anak, dan merenungi betapa besar pengorbanan para orangtua untuk kebahagiaan anak mereka. Ket : - Para peserta Camp pendewasaan 2008 dihimbau untuk bervegetarian, karena dengan bervegetarian secara Hujan air mata pun tidak terbendung lagi. Penyesalan yang mendalam bercampur menjadi satu dengan keharuan yang teramat sangat, terlebih ketika Helmi, salah satu mentor kegiatan mulai mengumandangkan ujub-ujub doa yang syahdu. ”Saya tidak bisa menahan tangis, rasa sesal itu menyesakkan dada saya. Saya hanya berharap, saya masih punya kesempatan untuk minta maaf kepada mama dan papa, dan membahagiakan mereka,” tutur Yulyanto K, salah satu murid Sekolah Cinta Kasih yang tidak kuat menahan keharuan. Camp Pendewasaan Anak Sekolah 2008 ini diikuti oleh 255 peserta dan didukung oleh para guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, serta muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching). ”Kegiatan ini kami lakukan dalam rangka mengisi hari libur sekolah,” jelas Lulu, salah satu relawan Tzu Chi. Ini bukanlah camp pertama yang diadakan Tzu Chi, biasanya kegiatan camp pendewasaan diberikan kepada anak-anak SD atau SMP yang baru lulus dan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi untuk kali ini, camp diberikan kepada anak-anak kelas dua SMP, hingga SMK. ”Di Indonesia kan belum ada Tzu Shao, jadi acara ini kami buat dengan tujuan dapat menumbuhkan bibit-bibit kebajikan dalam diri para Tzu Chi muda. Tidak hanya itu, dengan tema ”Global Warming” dan “Berbakti Kepada Orangtua”, kami juga berharap mereka bisa mengendalikan diri dalam berbuat sesuatu, karena pemanasan global terjadi akibat keserakahan kita,” ungkap Lulu. Ket : - Suka dan duka yang dirasakan para peserta selama dua hari pada acara pendewasaan anak sekolah 2008 Master Cheng Yen pernah khawatir akan budi pekerti yang semakin hari, semakin luntur. Oleh sebab itu, pendewasaan ini tidak cukup hanya membekali anak-anak dengan ilmu, namun juga perlu bekal moral yang baik. ”Kita harapkan dengan pendewasaan ini anak-anak jadi belajar sesuatu. Karena Master (Cheng Yen) pernah bilang, walaupun sekolah kita bukan sekolah internasional tetapi anak-anak kita harus punya wawasan internasional,” jelas Lulu optimis. Berbagi Semangat Apa yang dikatakan oleh Sarah, sapaan hangat puteri pertama pasangan Muhammad Syah dan Susi Hayati ini, berasal dari lubuk hatinya yang terdalam. Lebih kurang empat bulan lalu, ayah Sarah dipanggil oleh Sang Pencipta. Muhammad Syah meninggal karena penyakit diabetes yang dideritanya sekitar 15 tahun, menyebar dan mengganggu organ-organ tubuh yang lain. “Ketika saya masih di dalam kandungan ibu, ayah sudah mulai sakit-sakitan. Tapi meskipun kondisi ayah tidak fit, ayah adalah seorang pekerja keras. Selama ia masih mampu bekerja, ia akan lakukan apapun untuk dapat menghidupi keluarganya,” tutur Sarah, mengenang sang ayah. Sarah mengaku, hubungannya dengan keluarga memang sangat hangat dan dekat. Semua keluh kesah selalu ia tumpahkan kepada orangtuanya. Bahkan menurutnya, ia tidak bisa curhat kepada teman-teman maupun sahabat terdekatnya. Ket : - Yulyanto K, tidak sanggup menahan tangisnya ketika baik demi bait doa dikumandangkan oleh Helmi, ”Makanya ketika ayah dipanggil Tuhan 4 bulan lalu, rasanya seperti mimpi. Tapi setiap kali saya menangis, saya selalu ingat pesan ayah untuk tetap kuat menjalani hidup. Saya anak pertama, jadi saya bertanggung jawab untuk menjaga keluarga saya nantinya,” tutur Sarah yang membantu ekonomi keluarga, dengan mengajar les atau mengaji. Semangat dan kedewasaan tidak hanya terlihat dalam diri Sarah. Berkat pendewasaan ini, Ika yang semenjak kecil diasuh dan dibesarkan oleh neneknya menyadari bahwa pikirannya selama ini bahwa orangtuanya tidak pernah menyayanginya, itu salah. ”Sekarang saya sadar, apa yang mereka lakukan adalah bukti cinta kasih mereka kepada saya. Mereka tidak bisa menjaga saya, karena mereka harus mencari uang untuk pendidikan saya, agar saya bisa meraih ilmu setinggi-tingginya,” katanya. Menjadi dewasa tidak diukur dari perubahan fisik semata. Dengan belajar untuk bisa berempati, berarti kita belajar untuk menjadi dewasa. Berhasil mengendalikan diri dengan menghargai bumi, orang lain, dan diri sendiri, merupakan satu keberhasilan bagi kita untuk mencintai kehidupan ini. | |