Pelatihan relawan pemerhati Tzu Chi Hospital ini diikuti oleh 35 relawan Tzu Chi dari berbagai komunitas.
Relawan rumah sakit yang cakap menurut Master Cheng Yen (Pendiri Tzu Chi) adalah relawan yang menjadi jembatan komunikasi antara rumah sakit dan pasien. Selain itu dapat menginspirasi agar paramedis dan pasien saling berterima kasih serta menjalin hubungan yang hangat dengan Budaya Humanis Tzu Chi. Kehadiran Tzu Chi Hospital yang akan mulai melayani pasien rawat jalan pada 1 Oktober 2021 nanti pun terus membekali relawan pemerhati rumah sakit dengan pengenalan dan pengetahuan dasar sebagai software Tzu Chi Hospital.
Lobi utama dan area rawat jalan adalah dua tempat bagi orang berlalu-lalang, tempat yang strategis untuk memberikan pelayanan bagi orang yang datang ke sebuah rumah sakit. Sebagai relawan pemerhati rumah sakit, perlu lebih bersungguh-sungguh dalam mengamati kondisi sekitar, apakah ada pasien yang butuh bantuan kita, terutama bagi orang yang pertama kali datang ke Tzu Chi Hospital.
Pada pelatihan kedua on-side ini, relawan pemerhati Tzu Chi Hospital akan belajar dan mempraktekkan mengenai pentingnya mencuci tangan, pemakaian dan pelepasan alat pelindung diri, screening Covid-19, penggunaan kursi roda, serta penggunaan brankard.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Novi Kartikasari S. Kep, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tzu Chi Hospital memberikan penjelasan dalam pelatihan relawan pemerhati untuk wajib menerapkan pencegahan infeksi di rumah sakit.
Novi Kartikasari S. Kep, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tzu Chi Hospital menjelaskan kepada relawan pemerhati wajib menerapkan pencegahan infeksi di rumah sakit. “Dengan mencuci tangan dan memakaian alat pelindung diri, kita mencegah supaya tidak membawa kuman pulang ke rumah masing-masing dan relawan pemerhati akan selalu dalam keadaan sehat,” jelas Novi Kartikasari.
Dalam mencuci tangan harus memperhatikan Why, When, Who (3W) dan How. Mengapa kita harus melakukan kebersihan tangan? Pertanyaan sederhana yang dilontarkan Novi Kartikasari kepada 35 relawan pemerhati yang hadir dalam pelatihan pada Minggu, 19 September 2021.
Novi pun menjelaskan mencuci tangan adalah tindakan yang murah dan sederhana, namun efektif untuk memutus rantai infeksi. Terdapat 5 kondisi kapan kita harus melakukan kebersihan tangan. “Pertama, sebelum menyentuh pasien. Kedua, sebelum melakukan tindakan aseptic, misal sebelum kita memberikan makan (obat) pada pasien. Ketiga, setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, seperti darah, urine, air liur pasien. Keempat, setelah menyentuh pasien. Terakhir, setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien. Walau kita hanya memegang bed pasien, holden pasien, meja pasien, kita tetap harus melakukan kebersihan tangan. Ditambah lagi sebelum makan, setelah dari toilet,” ujarnya.
Selain itu, Novi juga menjelaskan tentang bagaimana cara membersihkan tangan atau mencuci tangan yang benar menurut standard WHO. Tentunya sebelum kita membersihkan tangan, pastikan juga kita telah melepaskan perhiasan atau aksesoris yang ada di tangan. “Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan menggunakan handrub atau cairan berbasis alkohol. Ataupun menggunakan handwash, cuci tangan dengan air mengalir dan sabun,” jelas Novi.
Waktu yang diperlukan untuk cuci tangan menggunakan handrub adalah 20-30 detik, sedangkan handwash memerlukan waktu dua kali lebih lama yaitu 40-60 detik, karena ada konsep membilas tangan dengan air mengalir. Selain itu, cara mencuci tangan juga bisa dengan singkatan Te Pung Sela Ci Pu Put yaitu Te (telapak tangan), Pung (punggung tangan), Sela (sela-sela jari), Ci (kunci jari), Pu (putar ibu jari), dan Put (putar ujung jari).
Relawan pemerhati Tzu Chi Hospital menyimak langsung penjelasan dari Novi Kartikasari tentang pentingnya membersihkan Alat Pelindung Diri (APD).
Selain mencuci tangan sebagai tindakan pencegahan infeksi yang paling sederhana, relawan pemerhati juga harus mengerti cara memakai dan melepaskan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar selama berada di Tzu Chi Hospital. APD ini juga terdiri 3 tingkatan. Alat pelindung diri level satu adalah masker bedah dan faceshield.
Alat pelindung diri level dua, adalah APD level satu ditambah pakaian medis lengan panjang, cap (penutup kepala) dan glove (sarung tangan). Penggunaan APD level dua bagi relawan pemerhati hanya bila ada tindakan yang beresiko terpapar cairan tubuh pasien, yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan relawan pemerhati.
“Sebelum memakai APD, kita harus membersihkan tangan, pakai masker, pakaian medis lengan panjang, pelindung mata (faceshield/goggle), tutup kepala (cap) dan terakhir pakai sarung tangan harus menutupi lengan jubah (pakaian).” jelas Novi Kartikasari tentang langkah-langkah pemakaian alat pelindung diri level dua.
Sedangkan cara melepas APD adalah kebalikan dari cara pakainya. “Glove kita lepas duluan. Prinsipnya, kotor ketemu kotor, bersih ketemu bersih. Bagian dalam harus dalam posisi di luar, kemudian kita gulung. Kuman tidak bisa terbang, tetapi bila kita kibaskan, maka kuman akan mengikuti udara (bersifat aerosol) sehingga kita membuka APD harus perlahan-lahan. Kemudian lepas pelindung mata, pakaian medis, masker dengan cara mengambil tali masker dan lakukan kebersihan tangan,” tambah Novi.
Adapun APD level tiga, terdiri dari hazmat, masker N95, double glove, shoe cover, faceshield (goggle). APD level tiga digunakan untuk tindakan aerosol didalamnya terhadap pasien dengan penyakit Covid-19 ataupun bila melakukan perawatan pasien Covid-19.
Selain itu, setiap orang (pasien) yang berkunjung di Tzu Chi Hospital wajib melakukan screening Covid-19 untuk menghindari penyebaran Covid-19 di lingkungan Tzu Chi Hospital sekaligus untuk mengantisipasi agar pasien yang diduga terpapar Covid-19 dapat langsung diarahkan ke pandemic ward.
Transfer dan Ambulasi Pasien Tzu Chi Hospital
Angeline Charolina Nursida Putri Siregar, Staf Fisioterapi Tzu Chi Hospital menjelaskan tentang pentingnya ilmu Ergonomi kepada relawan pemerhati.
Sebelum melakukan transfer dan ambulasi pasien dari mobil ke kursi roda atau ke brankard dan sebaliknya, harus memahami Ilmu Ergonomi yang mempelajari mengenai aspek manusia dalam lingkungan kerja yang ditinjau dari anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen serta desain perancangan. Tujuannya adalah mengurangi angka cedera dan kesakitan pekerja, meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja, meningkatkan tingkat kenyamanan dalam bekerja, menurunkan kunjungan berobat, menurunkan biaya kecelakaan kerja, dan mengurangi ketidakhadiran dalam bekerja.
Tenaga medis dan non medis di lingkungan rumah sakit banyak memiliki tindakan resiko tinggi Ergonomi. Seperti mengangkat benda, memindahkan pasien dari kursi ke tempat tidur dan sebaliknya, memindahkan pasien dari kursi roda ke mobil dan sebaliknya, mendorong tempat tidur atau kursi roda, mengganti sprei dan mengambil barang di lemari bawah ataupun atas.
Relawan pemerhati Tzu Chi Hospital mempraktekkan secara langsung cara melakukan transfer dan ambulasi pasien dari mobil ke kursi roda atau ke brankard dan sebaliknya.
“Sering terjadi di fisioterapi atau IGD dalam penanganan pertama pasien. Bila dilihat kasusnya sepele, tetapi berkelanjutan. Misal nyeri pinggang, nyeri leher. Kejadian ini banyak terjadi bila tidak menerapkan ilmu Ergonomi. ketika mentransfer pasien, sehingga resiko bahaya lebih tinggi,” jelas Angeline Charolina Nursida Putri Siregar (27), Staf Fisioterapi Tzu Chi Hospital.
Untuk melakukan transfer pasien dari mobil ke brankard dengan tingkat kegawatdaruratan tinggi (pasien dengan penurunan kesadaran atau kelemahan fisik) harus diawasi oleh petugas medis. Dalam hal ini, diperlukan minimal 3 orang untuk memindahkan pasien dari mobil ke brankard. Mereka itu adalah 1 orang petugas medis, 1 orang petugas pembantu (sekuriti atau lainnya), keluarga pasien sebagai penolong pertama dan relawan sebagai penolong kedua. Setelah menyimak materi, relawan pemerhati Tzu Chi Hospital pun mempraktekkan secara langsung agar lebih dapat memahaminya.
Learning By Doing
Johan Kohar, salah satu relawan pemerhati Tzu Chi Hospital mempraktekkan secara langsung beberapa materi yang diberikan dalam pelatihan tersebut dengan didampingi staf dari Tzu Chi Hospital.
Cinta kasih universal dan Budaya Humanis Tzu Chi telah mendorong Donny de Keizer (44) menjadi software Tzu Chi Hospital, “Materi hari ini, membuat saya menjadi lebih menghargai tenaga kesehatan. Kita harus tumbuh kesadaran mengikuti protokol kesehatan dan mengingatkan diri sendiri dan keluarga kita. Untuk membantu orang, haruslah membantu diri sendiri terlebih dahulu,” tutur Donny.
Donny semakin yakin bahwa menebar cinta kasih adalah kewajiban kita semua salah satnya dengan menjadi relawan pemerhati. “Kita harus memanfaatkan kesempatan dan peluang, menyiapkan waktu dan ruang untuk berkontribusi sebagai relawan pemerhati,” tambahnya.
Selain Donny de Keizer, ada juga Johan Kohar yang menuturkan materi tentang materi mencuci tangan yang diterapkan di Tzu Chi Hospital juga dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. “Cara hidup kita, terutama di masa pandemi ini lebih mendasar jika mengetahui cara mencuci tangan yang benar. Tentunya kita juga bisa mengajarkan kepada orang lain,” ujar Johan Kohar disela-sela pelatihan relawan pemerhati Tzu Chi Hospital.
Editor: Arimami Suryo A.