Menjaga Kehidupan, Kesehatan, dan Cinta Kasih

Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Cindy Kusuma, Nadya Iva, Nurina Sirri Aulia (Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas)
 
 

foto
Pada tanggal 14 April 2012, Tzu Chi perwakilan Sinarmas mengadakan Baksos Kesehatan Umum dan Gigi di Desa Rungau, Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Selatan. dr. Mahendra turut serta bersumbangsih dalam baksos ini.

“Pada saat-saat yang paling susah dan paling membutuhkan pertolongan,
kita mengulurkan tangan membantu orang agar terlepas dari penderitaan
dan mendapatkan kegembiraan merupakan nilai paling mulia dari sebuah kehidupan.”
Dikutip dari Ceramah Master Cheng Yen

 

Saat malam tiba, kita tinggal memencet saklar dan lampu akan menyala. Saat butuh informasi, tinggal membuka situs internet melalui telepon genggam pintar kita. Saat merasa tidak enak badan, tinggal pergi ke dokter untuk berkonsultasi. Bagi kita yang tinggal di kota, semua ini adalah hal kebutuhan yang paling mendasar.

Namun, pernahkah kita membayangkan hidup di daerah yang layanan kesehatannya sangat tidak memadai? Di pedalaman Kalimantan dan beberapa wilayah Indonesia lainnya, jangankan pelayanan kesehatan yang paling sederhana, listrik pun susah. Bahkan penduduk setempat mungkin tidak pernah sekalipun mendengar istilah “internet”.

dr. Ida Bagus Gde Resi Mahendra Diputra paham betul. Sejak tahun 2007 ketika menyelesaikan studi kedokterannya di salah satu universitas di Surabaya, dokter umum yang akrab disapa dr. Mahendra ini mengambil program PTT di Kalimantan. Kini, dr. Mahendra bertugas di salah satu perkebunan milik Grup Sinarmas di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Selatan.

foto  foto

Keterangan :

  • Sesudah baksos, para relawan Tzu Chi Sinarmas dan tim medis TIMA mengunjungi rumah pasien yang berlokasi di Desa Sebabi. Untuk mencapai rumah pasien, harus menggunakan perahu klotok selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu perjalanan darat yang dapat memakan waktu selama 2 jam. Dr Mahendra (paling depan) turut serta dalam kunjungan ini (kiri).
  • Pasien yang dikunjungi menderita penyakit stroke sehingga tidak dapat berjalan. Oleh sebab itu, dr. Mahendra (paling kanan) mengajari istri sang pasien untuk memijit kaki sang suami agar cepat pulih (kanan).

Perjuangan di Pedalaman Kalimantan
Banjarmasin, ibukota propinsi Kalimantan Selatan, dikenal dengan julukan kota seribu sungai. Kalimantan memang terkenal dengan sungainya yang malang melintang. Namun, keadaan ini tidak didukung dengan transportasi air yang memadai, terutama saat musim hujan. Penduduk biasa mengandalkan perahu klotok menyusuri sungai untuk bepergian dari satu desa ke desa lainnya.

dr. Mahendra bertutur, biasanya ia memakai sistem “jemput bola” alias menjemput pasien dan membawanya ke klinik di perkebunan. Namun khusus bagi yang berada di daerah yang harus ditempuh dengan cara menyebrangi sungai, tim medis langsung mendatangi lokasi, contohnya di Desa Sebabi. dr. Mahendra mengatakan, baksos yang diadakan di daerah-daerah semacam ini biasanya hanya membawa obat-obatan, tidak membawa peralatan medis yang rumit. Jika ada pasien yang perlu ditangani lebih lanjut, maka akan dirujuk ke rumah sakit setempat.

Selain tantangan medan yang berat, tim medis juga menemui kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Bagi penduduk yang tinggal di Kalimantan luar (penduduk di luar pedalaman-Red), mereka berkomunikasi dengan Bahasa Melayu yang mirip dengan Bahasa Indonesia. Namun, bagi penduduk “Kalimantan dalam” terutama Suku Dayak, para dokter juga mengalami kesulitan berkomunikasi sehingga membutuhkan bantuan penerjemah untuk dapat mendiagnosis penyakit pasien.

Selama lima tahun bertugas di Kalimantan, dr. Mahendra paling sering menemui pasien dengan penyakit rematik, gatal-gatal, dan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Hal ini disebabkan oleh kadar zat asam di Kalimantan yang tinggi. Pada musim kemarau, karena maraknya pembakaran lahan di Kalimantan, kasus penyakit ISPA meningkat.

foto  foto

Keterangan :

  • Tanggal 3 September 2012, dr. Mahendra (kedua dari kanan) turut ambil bagian dalam kegiatan kunjungan kasih bersama relawan serta tim medis Tzu Chi Sinarmas di Kabupaten Seruyan (kiri).
  • Setelah mengikuti baksos Tzu Chi selama empat kali, dr. Mahendra (kanan) bertekad untuk bergabung dengan barisan TIMA. Pada tanggal 11 November 2012, dr. Mahendra resmi dilantik menjadi anggota TIMA (kanan).

Tzu Chi yang Menginspirasi
Dr. Mahendra yang berdarah Bali adalah pemeluk agama Hindu. Sebelum bergabung di Tzu Chi, ia sudah banyak membaca tentang kebajikan yang dilakukan Tzu Chi dan Dharma dari Master Cheng Yen. Ia menemukan kemiripan antara agama Hindu dan agama Buddha. Kebajikan tidak mengenal perbedaan suku, ras, dan agama. “Dulu saat saya di pedalaman, sinyal tidak ada, listrik tidak ada… Saya berkomunikasi dengan orang menggunakan kebajikan. Inilah yang membuat saya betah selama 2 tahun di pedalaman,” kenangnya.

Sejak masih menjadi calon dokter, dr. Mahendra telah mengikuti baksos berulang kali. Namun, ia belum pernah melihat baksos yang serapi yang diadakan Tzu Chi. Dalam hati ia berpikir, “Kenapa gak dari dulu saya bergabung? Bisa gak saya masuk TIMA?” Akhirnya setelah empat kali mengikuti baksos yang diadakan Tzu Chi, jodohnya dengan TIMA sudah matang. Pada tanggal 11 November 2012 di Jakarta, ia bersama dengan 54 orang lainnya resmi dilantik menjadi anggota TIMA. “Saya bergabung dengan TIMA atas inisiatif sendiri, bukan paksaan dari perusahaan atau dari manapun,” jelasnya.

Pelatihan-pelatihan yang ia ikuti di Tzu Chi memberinya inspirasi yang mendalam, “Saya mendapatkan cara bagaimana melakukan kebajikan dan bagaimana caranya membagikan welas asih kepada pasien-pasiennya di klinik.”

Memikul Tanggung Jawab dengan Berani
Dr. Mahendra mempunyai pesan khusus bagi para calon dokter untuk berani memikul tanggung jawab di daerah yang terpencil, “Kalimantan sangat kekurangan dokter. Paramedis sangat dibutuhkan. Yang penting, di manapun kita berada, di manapun kita bekerja dan melakukan tindakan, yang penting prinsip kita adalah welas asih, kebajikan, berpikir yang baik, berkata yang baik, berbuat yang baik. Jika kita berprinsip demikian, masyarakat pasti menyenangi. Kalau itu dilanggar, kita juga tidak bisa berbuat apa-apa,” pesannya.

  
 

Artikel Terkait

Tak Ada Kata “Libur” Dalam Bersumbangsih

Tak Ada Kata “Libur” Dalam Bersumbangsih

04 April 2014 Melalui kegiatan ini dapat merasakan adanya kebersamaan dan semangat dari para relawan, semoga relawan di Tzu Chi dapat terus bersatu hati, ramah tamah, saling mengasihi dan gotong royong.
Seperti Kehangatan Keluarga

Seperti Kehangatan Keluarga

21 Agustus 2014

Tak terasa azan magrib pun berkumandang. Setelah melakukan shalat, para penghuni rumah singgah bersama-sama menikmati minuman manis yang telah disediakan relawan. Buka puasa bersama ini menjadi kali pertamanya para penghuni rumah singgah mencicipi makanan vegetarian.

Memberikan Kebahagiaan dan Kenyamanan Di Bulan Suci Ramadan

Memberikan Kebahagiaan dan Kenyamanan Di Bulan Suci Ramadan

24 Mei 2019

Untuk menjaga rumah yang selalu bersih adalah hal yang sangatlah mudah bagi setiap orang. Lain halnya, dengan Pak Muhammad (54), salah satu penerima bantuan Tzu Chi yang hidup sebatang kara dan memiliki keterbatasan penglihatan (buta). Relawan membantunya membersihkan rumah untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -