Menjaga Kehidupan, Kesehatan, dan Cinta Kasih
Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Cindy Kusuma, Nadya Iva, Nurina Sirri Aulia (Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas)
|
| ||
Saat malam tiba, kita tinggal memencet saklar dan lampu akan menyala. Saat butuh informasi, tinggal membuka situs internet melalui telepon genggam pintar kita. Saat merasa tidak enak badan, tinggal pergi ke dokter untuk berkonsultasi. Bagi kita yang tinggal di kota, semua ini adalah hal kebutuhan yang paling mendasar. Namun, pernahkah kita membayangkan hidup di daerah yang layanan kesehatannya sangat tidak memadai? Di pedalaman Kalimantan dan beberapa wilayah Indonesia lainnya, jangankan pelayanan kesehatan yang paling sederhana, listrik pun susah. Bahkan penduduk setempat mungkin tidak pernah sekalipun mendengar istilah “internet”. dr. Ida Bagus Gde Resi Mahendra Diputra paham betul. Sejak tahun 2007 ketika menyelesaikan studi kedokterannya di salah satu universitas di Surabaya, dokter umum yang akrab disapa dr. Mahendra ini mengambil program PTT di Kalimantan. Kini, dr. Mahendra bertugas di salah satu perkebunan milik Grup Sinarmas di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Selatan.
Keterangan :
Perjuangan di Pedalaman Kalimantan dr. Mahendra bertutur, biasanya ia memakai sistem “jemput bola” alias menjemput pasien dan membawanya ke klinik di perkebunan. Namun khusus bagi yang berada di daerah yang harus ditempuh dengan cara menyebrangi sungai, tim medis langsung mendatangi lokasi, contohnya di Desa Sebabi. dr. Mahendra mengatakan, baksos yang diadakan di daerah-daerah semacam ini biasanya hanya membawa obat-obatan, tidak membawa peralatan medis yang rumit. Jika ada pasien yang perlu ditangani lebih lanjut, maka akan dirujuk ke rumah sakit setempat. Selain tantangan medan yang berat, tim medis juga menemui kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Bagi penduduk yang tinggal di Kalimantan luar (penduduk di luar pedalaman-Red), mereka berkomunikasi dengan Bahasa Melayu yang mirip dengan Bahasa Indonesia. Namun, bagi penduduk “Kalimantan dalam” terutama Suku Dayak, para dokter juga mengalami kesulitan berkomunikasi sehingga membutuhkan bantuan penerjemah untuk dapat mendiagnosis penyakit pasien. Selama lima tahun bertugas di Kalimantan, dr. Mahendra paling sering menemui pasien dengan penyakit rematik, gatal-gatal, dan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Hal ini disebabkan oleh kadar zat asam di Kalimantan yang tinggi. Pada musim kemarau, karena maraknya pembakaran lahan di Kalimantan, kasus penyakit ISPA meningkat.
Keterangan :
Tzu Chi yang Menginspirasi Sejak masih menjadi calon dokter, dr. Mahendra telah mengikuti baksos berulang kali. Namun, ia belum pernah melihat baksos yang serapi yang diadakan Tzu Chi. Dalam hati ia berpikir, “Kenapa gak dari dulu saya bergabung? Bisa gak saya masuk TIMA?” Akhirnya setelah empat kali mengikuti baksos yang diadakan Tzu Chi, jodohnya dengan TIMA sudah matang. Pada tanggal 11 November 2012 di Jakarta, ia bersama dengan 54 orang lainnya resmi dilantik menjadi anggota TIMA. “Saya bergabung dengan TIMA atas inisiatif sendiri, bukan paksaan dari perusahaan atau dari manapun,” jelasnya. Pelatihan-pelatihan yang ia ikuti di Tzu Chi memberinya inspirasi yang mendalam, “Saya mendapatkan cara bagaimana melakukan kebajikan dan bagaimana caranya membagikan welas asih kepada pasien-pasiennya di klinik.” Memikul Tanggung Jawab dengan Berani | |||
Artikel Terkait
Tak Ada Kata “Libur†Dalam Bersumbangsih
04 April 2014 Melalui kegiatan ini dapat merasakan adanya kebersamaan dan semangat dari para relawan, semoga relawan di Tzu Chi dapat terus bersatu hati, ramah tamah, saling mengasihi dan gotong royong.Seperti Kehangatan Keluarga
21 Agustus 2014Tak terasa azan magrib pun berkumandang. Setelah melakukan shalat, para penghuni rumah singgah bersama-sama menikmati minuman manis yang telah disediakan relawan. Buka puasa bersama ini menjadi kali pertamanya para penghuni rumah singgah mencicipi makanan vegetarian.
Memberikan Kebahagiaan dan Kenyamanan Di Bulan Suci Ramadan
24 Mei 2019Untuk menjaga rumah yang selalu bersih adalah hal yang sangatlah mudah bagi setiap orang. Lain halnya, dengan Pak Muhammad (54), salah satu penerima bantuan Tzu Chi yang hidup sebatang kara dan memiliki keterbatasan penglihatan (buta). Relawan membantunya membersihkan rumah untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.