Menjalankan dan Menyelami Dharma

Jurnalis : Leo Samuel Salim, Fotografer : Leo Samuel Salim
 

fotoI Made Kari (tidak berbaju) terpaksa menjaga anaknya, Indah, yang semenjak kecil menderita polio sehingga tidak bisa leluasa keluar rumah.

Meski mentari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, keempat relawan Tzu Chi terus melangkahkan kakinya menuju ke rumah kediaman I Made Kari, pasien penerima bantuan  Tzu Chi pada hari Sabtu, 2 Juli 2011. Jalan setapak yang tidak mulus dan gang-gang kecil yang sempit dan berbau tidak sedap harus dilalui para relawan. Sesampainya di rumah yang dituju, relawan Tzu Chi disambut dengan hangat oleh satu per satu anggota keluarga I Made Kari.

 

Keluarga I Made Kari adalah salah satu keluarga yang dibantu oleh Tzu Chi selama empat tahun belakangan ini. Sudah 11 tahun ini I Made Kari dan keluarganya tinggal di Denpasar, Bali dan mereka sendiri tergolong sebagai pendatang karena asalnya adalah dari Kabupaten Karang Asem. “Semua saudara suami saya sudah tidak ada lagi di kampung. Tanah tandus. Makanya setelah ada ajakan dari ipar saya waktu itu, saya dan suami serta dua anak ini langsung ke Denpasar,“ ungkap Ni Nyoman Simpen, istri I Made Kari. Kondisi anak sulung mereka, Ni Luh Indah yang terlahir tidak sempurna membuat beban keluarga menjadi lebih berat. Tiga bulan pertama, keluarga ini mendapat tempat tinggal gratis di Denpasar tetapi setelah itu mereka harus mengusahakannya sendiri.

Pengalaman berpindah-pindah kontrakatan sudah sering dialami keluarga ini. Ni Nyoman Simpen harus senantiasa membopong anak sulungnya ke mana pun mereka pindah. Sehingga pada suatu hari, salah satu sanak saudara istrinya menyarankan untuk menyewa tanah kosong yang ada di pinggiran Kota Denpasar sehingga mereka tidak perlu berpindah-pindah. Dengan bayaran sewa yang masih tergolong rendah dan jangka waktu penyewaan yang lama, membuatnya memutuskan untuk menetap. Dari hanya sepetak tanah kosong, mereka harus memikirkan bagaimana mendirikan sebuah rumah. Sudah hampir sepuluh tahun rumah itu ditempati mereka. Dengan jerih payah yang tak sedikit, satu per satu bagian rumah ini didirikan dan sekitar empat bulan yang lalu, mereka berhasil mendapatkan pelayanan PLN dengan memasang meteran listrik di rumah.

Kondisi kaki kanan I Made Kari tidak sempurna membuatnya tidak dapat mengerjakan pekerjaan berat sehingga istrinyalah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari nafkah. I Made Kari sendiri lebih banyak di rumah untuk menjaga si sulung yang mengalami gangguan pada semua otot motoriknya dan kemampuan bicaranya yang sangat minim. Sehari-hari istri I Made Kari, Nyoman Simpen harus berjuang keras memenuhi kebutuhan keluarga. Mulai dari berjualan nasi, membuat canang (sesajen bunga - red) sampai menjadi pengangkat barang di pasar. Tetapi bukan berarti I Made Kari melepaskan tanggung jawabnya selaku kepala keluarga kepada istrinya. Jika ada tawaran kerja serabutan dari temannya, pastilah disanggupi meski kerjaanya hanya sebagai penyapu di proyek-proyek bangunan.

Berjodoh dengan Tzu Chi
Jodoh antara keluarga I Made Kari dengan Tzu Chi bermula pada saat I Made Sumerta, anak keduanya terkendala dalam hal pendidikan. Semangat belajar I Made Sumerta mulai menurun di kala kedua orang tuanya sudah tidak sanggup mendukung proses belajarnya. Maka semenjak kelas dua SMP, Tzu Chi Bali memutuskan untuk menyokong biaya pendidikannya. Melihat prestasi belajarnya yang tidak kalah dengan teman-temannya, pada kelas satu SMA ada salah satu orang tua asuh bersedia untuk menanggung semua biaya pendidikan I Made Sumerta. Meski dirinya sudah tidak dibantu lagi oleh Tzu Chi Bali, setiap kali menerima rapor, pasti ditunjukkannya kepada relawan Tzu Chi Bali sebagai wujud terima kasihnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Nyoman Simpen, istri I Made Kari menyambut dengan hangat kedatangan relawan Tzu Chi Bali. Kondisi kaki kanan suaminya yang kurang sempurna membuat Nyoman Simpen menjadi tulang punggung keluarga ini. (kiri)
  • Nilai-nilai rapor Sariasih yang rata-ratanya di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) kelasnya membuat semua relawan ikut berbahagia. (kanan)

Relawan Tzu Chi Bali kemudian memutuskan untuk membantu biaya pendidikan Ni Nyoman Sariasih, anak bungsu I Made Kari yang lahir di Denpasar. Meski baru duduk di kelas dua SD, tetapi prestasi belajarnya juga tidak mengecewakan. I Made Kari senantiasa mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai pentingnya pendidikan di masa sekarang ini. Ni Nyoman Sariasih juga tidak mau kalah dengan kakaknya, diapun menunjukkan rapornya kepada relawan Tzu Chi. “Wah, nilainya bagus ya! Kamu memang anak yang pintar,” puji relawan dan wajah Nyoman Sariasih pun memerah.

Di sore hari itu, saat relawan berkunjung ke rumah I Made Kari, semua anggota keluarga sedang sibuk membuat canang yang akan dijual oleh istrinya. Membuat canang sekarang adalah satu-satunya pemasukan bagi keluarga ini. Karenakan dalam beberapa hari lagi akan ada Hari Raya Galungan maka harga canang akan naik sehingga dapat memberikan pemasukan yang lebih sehingga membutuhkan bantuan dari setiap anggota keluarga untuk membuatnya. Ni Nyoman Simpen harus membawa semua canang yang sudah siap dijual ke Pasar Badung setiap pagi, pukul 04.00 WITA. Setelah canangnya habis terjual, Ni Nyoman Simpen tidak serta merta langsung pulang ke rumah tetapi menawarkan jasanya kepada pembeli yang datang ke pasar untuk mengangkat barang-barang yang dibeli dengan cara diangkat di atas kepala. Jasa seperti ini di Bali disebut dengan nyunggih.

Keteguhan Seorang Istri
“Celengannya (celengan bambu Tzu Chi - red) masih diisi, Pak?” tanya relawan kepada I Made Kari. Celengan itu didapatnya pada saat acara pemberkahan akhir tahun kemarin. “Iya, masih,” jawabnya. Relawan kembali menjelaskan makna dari celengan bambu tersebut kepada semua anggota keluarga I Made Kari. “Meski sekarang telapak tangan kita seakan-akan menghadap ke atas, kita harus berusaha keras bagaimana kita dapat membiasakan telapak tangan kita ke bawah. Karena saya yakin kita semua mau mengubah nasib kita kan?” jelas relawan. “Nasib ada di tangan kita sendiri. Dengan memiliki pikiran yang penuh syukur maka nasib kita akan menjadi lebih baik. Dengan mengisi celengan itu maka bapak dan keluarga juga turut memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Ini juga berarti kita telah menanam karma baik,” tambahnya.

Di samping itu, melihat keteguhan dari Ni Nyoman Simpen sebagai seorang ibu yang harus bekerja keras demi kehidupan keluarganya membuat relawan Tzu Chi kembali berintrospeksi apa yang masih kurang dalam kehidupan ini. Master Cheng Yen senantiasa mengajarkan kita agar senantiasa berpuas diri. Terlebih para relawan Tzu Chi ini juga memiliki anak. Melihat anak Ni Nyoman Simpen yang tidak pernah mengeluh akan kondisi keluarganya dan melakukan kewajibannya sebagai anak dan pelajar, membuat semua orang berpikir, betapa beruntungnya anak-anak mereka. Master Cheng Yen mengatakan Dharma itu bukan hanya didengar tetapi juga harus diselami sehingga dapat diketahui makna sebenarnya dari Dharma itu. Terjun di dunia Tzu Chi membuat diri ini menemui sebuah kenyataan dan mengerti bagaimana menjadi manusia yang seutuhnya.

  
 

Artikel Terkait

Kita Bisa Luar Biasa

Kita Bisa Luar Biasa

13 April 2017 Sebanyak 24 muda mudi Tzu Chi (Tzu Ching) ikut dalam kegiatan Tzu Ching Kamp di Tzu Chi Singkawang yang dilangsungkan pada 18 – 19 Maret 2017.
Semangat Celengan Bambu, Menjaga Cinta Kasih Tetap Tumbuh

Semangat Celengan Bambu, Menjaga Cinta Kasih Tetap Tumbuh

09 April 2018
Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menuturkan, “Master Cheng Yen menjelaskan kepada murid-muridnya tentang mengapa setiap hari kita harus memasukkan uang ke celengan bambu. Jawabannya sangat singkat. Kalau kita ada niat baik, niat buruk pasti akan berkurang,” ungkapnya.
Berbagi Kasih dan Perhatian di Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti

Berbagi Kasih dan Perhatian di Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti

06 Agustus 2024

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang mengadakan kunjungan kasih ke Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti pada 14 Juli 2024. Dalam kegiatan ini, relawan memberikan penghiburan kepada oma dan opa yang tinggal di panti.

Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -