Menjalankan dan Menyelami Dharma
Jurnalis : Leo Samuel Salim, Fotografer : Leo Samuel Salim I Made Kari (tidak berbaju) terpaksa menjaga anaknya, Indah, yang semenjak kecil menderita polio sehingga tidak bisa leluasa keluar rumah. |
| ||
Keluarga I Made Kari adalah salah satu keluarga yang dibantu oleh Tzu Chi selama empat tahun belakangan ini. Sudah 11 tahun ini I Made Kari dan keluarganya tinggal di Denpasar, Bali dan mereka sendiri tergolong sebagai pendatang karena asalnya adalah dari Kabupaten Karang Asem. “Semua saudara suami saya sudah tidak ada lagi di kampung. Tanah tandus. Makanya setelah ada ajakan dari ipar saya waktu itu, saya dan suami serta dua anak ini langsung ke Denpasar,“ ungkap Ni Nyoman Simpen, istri I Made Kari. Kondisi anak sulung mereka, Ni Luh Indah yang terlahir tidak sempurna membuat beban keluarga menjadi lebih berat. Tiga bulan pertama, keluarga ini mendapat tempat tinggal gratis di Denpasar tetapi setelah itu mereka harus mengusahakannya sendiri. Pengalaman berpindah-pindah kontrakatan sudah sering dialami keluarga ini. Ni Nyoman Simpen harus senantiasa membopong anak sulungnya ke mana pun mereka pindah. Sehingga pada suatu hari, salah satu sanak saudara istrinya menyarankan untuk menyewa tanah kosong yang ada di pinggiran Kota Denpasar sehingga mereka tidak perlu berpindah-pindah. Dengan bayaran sewa yang masih tergolong rendah dan jangka waktu penyewaan yang lama, membuatnya memutuskan untuk menetap. Dari hanya sepetak tanah kosong, mereka harus memikirkan bagaimana mendirikan sebuah rumah. Sudah hampir sepuluh tahun rumah itu ditempati mereka. Dengan jerih payah yang tak sedikit, satu per satu bagian rumah ini didirikan dan sekitar empat bulan yang lalu, mereka berhasil mendapatkan pelayanan PLN dengan memasang meteran listrik di rumah. Kondisi kaki kanan I Made Kari tidak sempurna membuatnya tidak dapat mengerjakan pekerjaan berat sehingga istrinyalah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari nafkah. I Made Kari sendiri lebih banyak di rumah untuk menjaga si sulung yang mengalami gangguan pada semua otot motoriknya dan kemampuan bicaranya yang sangat minim. Sehari-hari istri I Made Kari, Nyoman Simpen harus berjuang keras memenuhi kebutuhan keluarga. Mulai dari berjualan nasi, membuat canang (sesajen bunga - red) sampai menjadi pengangkat barang di pasar. Tetapi bukan berarti I Made Kari melepaskan tanggung jawabnya selaku kepala keluarga kepada istrinya. Jika ada tawaran kerja serabutan dari temannya, pastilah disanggupi meski kerjaanya hanya sebagai penyapu di proyek-proyek bangunan. Berjodoh dengan Tzu Chi
Keterangan :
Relawan Tzu Chi Bali kemudian memutuskan untuk membantu biaya pendidikan Ni Nyoman Sariasih, anak bungsu I Made Kari yang lahir di Denpasar. Meski baru duduk di kelas dua SD, tetapi prestasi belajarnya juga tidak mengecewakan. I Made Kari senantiasa mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai pentingnya pendidikan di masa sekarang ini. Ni Nyoman Sariasih juga tidak mau kalah dengan kakaknya, diapun menunjukkan rapornya kepada relawan Tzu Chi. “Wah, nilainya bagus ya! Kamu memang anak yang pintar,” puji relawan dan wajah Nyoman Sariasih pun memerah. Di sore hari itu, saat relawan berkunjung ke rumah I Made Kari, semua anggota keluarga sedang sibuk membuat canang yang akan dijual oleh istrinya. Membuat canang sekarang adalah satu-satunya pemasukan bagi keluarga ini. Karenakan dalam beberapa hari lagi akan ada Hari Raya Galungan maka harga canang akan naik sehingga dapat memberikan pemasukan yang lebih sehingga membutuhkan bantuan dari setiap anggota keluarga untuk membuatnya. Ni Nyoman Simpen harus membawa semua canang yang sudah siap dijual ke Pasar Badung setiap pagi, pukul 04.00 WITA. Setelah canangnya habis terjual, Ni Nyoman Simpen tidak serta merta langsung pulang ke rumah tetapi menawarkan jasanya kepada pembeli yang datang ke pasar untuk mengangkat barang-barang yang dibeli dengan cara diangkat di atas kepala. Jasa seperti ini di Bali disebut dengan nyunggih. Keteguhan Seorang Istri Di samping itu, melihat keteguhan dari Ni Nyoman Simpen sebagai seorang ibu yang harus bekerja keras demi kehidupan keluarganya membuat relawan Tzu Chi kembali berintrospeksi apa yang masih kurang dalam kehidupan ini. Master Cheng Yen senantiasa mengajarkan kita agar senantiasa berpuas diri. Terlebih para relawan Tzu Chi ini juga memiliki anak. Melihat anak Ni Nyoman Simpen yang tidak pernah mengeluh akan kondisi keluarganya dan melakukan kewajibannya sebagai anak dan pelajar, membuat semua orang berpikir, betapa beruntungnya anak-anak mereka. Master Cheng Yen mengatakan Dharma itu bukan hanya didengar tetapi juga harus diselami sehingga dapat diketahui makna sebenarnya dari Dharma itu. Terjun di dunia Tzu Chi membuat diri ini menemui sebuah kenyataan dan mengerti bagaimana menjadi manusia yang seutuhnya. | |||