Menjalin Persahabatan dan Persaudaraan
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto Sebagai tanda persahabatan antar universitas, perwakilan Universitas Tzu Chi Taiwan menyerahkan kenang-kenangan kepada perwakilan Universitas Indonesia. | Di hari kedua Friendship Camp, tanggal 10 Juli 2009, para peserta kamp tampak lebih akrab satu dengan lainnya. Pagi hari itu, pukul 07.00 mereka tengah melakukan sarapan pagi di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Suasana hening dan sunyi mengiringi acara sarapan pagi, walau jumlah peserta lebih dari seratus. Ini adalah salah satu contoh budaya humanis Tzu Chi yang tengah dipraktikkan oleh para peserta. Mereka yang biasanya makan dengan riuh dan ramai, kini belajar untuk makan dengan tenang dan penuh perhatian. Tidak itu saja, nasi, sayur-mayur, dan lauk-pauk yang mereka lahap pun harus dihabiskan. Sebuah pertanda bagaimana kita menghormati bumi dan menghargai para petani yang telah dengan susah payah menanam bahan makanan. |
Selesai sarapan pagi, mereka diajak untuk melakukan bahasa isyarat tangan (shou yu) bersama-sama. Dipandu oleh para mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tzu Chi Taiwan, para peserta kamp yang berasal dari Universitas Indonesia (UI), Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya, Tzu Ching Indonesia, dan anak asuh Tzu Chi dari berbagai perguruan tinggi ini belajar mempraktikkan bahasa isyarat tangan. Kemudian, Charlie mahasiswa dari Universitas Tzu Chi Taiwan maju ke depan dan mempresentasikan profil Universitas Tzu Chi. Ia menjelaskan tata letak bangunan Universitas Tzu Chi yang terdiri dari ruang kelas, lapangan olahraga, dan asrama tempat tinggal para mahasiswa. Ia juga turut menjelaskan bagaimana Universitas Tzu Chi didirikan oleh Master Cheng Yen dengan tujuan dapat menjalin cinta kasih, welas asih, dan membantu sesama. Di sesi selanjutnya, Connie mahasiswi Universitas Tzu Chi Taiwan maju ke depan dan memberikan presentasi Save Our Earth dengan tema Stand Up for Love. Presentasi dibuka dengan menampilkan slide-slide pemandangan alam yang begitu indah dan menawan hati. Setelah disuguhi beberapa slide pemandangan yang indah, lalu muncullah kata-kata, maybe after 20 years. Maka tampil slide dengan pemandangan yang memilukan. Di layar, seorang anak yang kulitnya kering dengan tulang dada menonjol sedang berharap sedikit makanan untuk menyambung hidup. Lalu tampak pula, sebuah gambar tangan yang hanya tinggal tulang disandingkan dengan tangan manusia lain yang berkecukupan. Sangat jauh berbeda ukuran tangan di antara keduanya. Ket : - Dengan bersemangat, para peserta Friendship Camp dari Indonesia berlatih bahasa isyarat tangan lewat Di sebuah ilustrasi lain, seorang anak yang begitu kurus kering sedang berharap sedikit air untuk diminum. Ruas-ruas tulang dadanya tergurat jelas. “Bagaimana perasaan kita saat melihat semua itu?” tanya Connie dalam bahasa Inggris kepada para peserta. Seluruh peserta pun tertegun saat menyadari bahwa di belahan dunia lain, saudara-saudara kita ada yang masih berada dalam kesulitan dan penderitaan. Connie lalu menggambarkan berbagai macam energi alternatif yang tengah dikembangkan oleh manusia. Dari teknologi panas bumi hingga panas matahari. Selain itu, ia juga menggambarkan berbagai kegiatan pelestarian lingkungan hidup yang tengah dilakukan oleh manusia atau organisasi yang sadar betapa pentingnya kelestarian bumi bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, Connie lantas bertanya, “Cukupkah semua itu?” Berbagai upaya pelestarian lingkungan dilakukan namun perilaku sebagian manusia tidak berubah, menghabiskan sumber daya alam secara membabi-buta. “Itu bukanlah sebuah pemecahan,” tandasnya. Menurutnya, mengekang kebebasan dan nafsu keinginan kita untuk mengeksploitasi alam dan bumi adalah hal yang paling penting dilakukan. Belajar berhemat dan membeli barang yang dibutuhkan serta menggunakan kembali barang adalah salah satu upaya untuk melestarikan bumi. Dalam presentasi itu, tergambarkan pula perbedaan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh sebuah keluarga di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, sebuah keluarga dengan dua orang anak dapat menghabiskan begitu banyak makanan dalam waktu satu minggu, sementara di benua Afrika, sebuah keluarga dengan tiga orang anak, hanya menghabiskan setengah dari apa yang dimakan oleh keluarga di Amerika. Sebuah ilustrasi singkat, betapa kesenjangan ekonomi berimbas kepada kesejahteraan masyarakatnya. Ket : - Saling berkenalan tanpa prasangka, dengan hati yang tulus berjabat tangan saling memperkenalkan diri. Di siang hari, usai makan bersama, para peserta Friendship Camp bersama dengan para pimpinan dan staf Universitas Tzu Chi Taiwan bergegas mengunjungi Universitas Indonesia (UI) di Depok. Di sana mereka diterima oleh para pimpinan dari UI. Tampak hadir Andrianus Meliala, salah satu pakar kriminolog yang cukup terkenal dari UI. Di sana, para peserta disuguhi presentasi singkat sejarah berdirinya UI. Usai sesi ini, dengan menggunakan dua buah bus, para peserta diajak berkeliling melihat kompleks UI yang luas ini. Para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Taiwan ini pun dibuat terkagum-kagum dengan luas dan indahnya kampus tersebut. Sebuah pemandangan yang membuat mereka lebih berdecak kagum, heran dan sekaligus menakutkan adalah saat melintasi stasiun kereta api UI. Kebetulan, saat bus melintas, sebuah kereta listrik sedang berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang. Di atap kereta, tampak bergerombol para penumpang yang duduk di atasnya. Tanpa menghiraukan resiko dan bahaya yang akan terjadi, para penumpang ini nekat duduk di atap yang berdekatan dengan kabel listrik, sumber tenaga kereta listrik. Inilah pemandangan tak biasa yang tak pernah mereka lihat dan alami di negara asal mereka, Taiwan. Dengan dipandu para mahasiswa UI, mereka pun berkeliling kampus. Usai berkeliling, para peserta lantas bersiap diri untuk kembali ke kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Sore kini telah menjelang, banyak sekali kenangan telah masuk ke dalam ingatan para peserta Friendship Camp, menjalin persahabatan dan persaudaraan itulah tujuannya. | |
Artikel Terkait
Suara Kasih: Menyebarkan Cinta Kasih di Mozambik
18 September 2013 Lihatlah, para insan Tzu Chi Afrika selatan yang bagaikan mutiara hitam ini berangkat dari Afrika Selatan ke Swaziland dan Mozambik untuk membimbing warga setempat.Belajar dengan Tenang Tanpa Sakit Gigi Lagi
28 November 2016Kurangnya kesadaran para siswa untuk merawat gigi membuat mereka mengalami kendala dalam belajar, seperti sakit gigi. Karena itu Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng menggandeng relawan medis Tzu Chi atau TIMA mengadakan baksos gigi gratis di sekolah.