Menjangkau Hati di Daerah Terpencil

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoRelawan Tzu Chi, Yopie dan Rudi memberikan bantuan kepada warga di Jorong Hulu Banda, Kecamatan Malalak Barat, Kab. Agam, Sumatera Barat yang lokasinya cukup terpencil akibat banyaknya jalan yang putus akibat gempa.

 

 

Baru 2 tahun, Emi dan Romalis berhasil memugar rumah warisan orangtuanya hingga menjadi bangunan berdinding batako dan berlantai dua. Meski belum selesai sepenuhnya, tapi rumah itu sudah sangat layak untuk mereka tempati. Bersama kedua anak mereka, Emi dan Romalis merasa hidup nyaman meski dengan kehidupan yang sederhana seperti umumnya penduduk desa.

 

 

 

 

Namun perjuangan Romalis mengumpulkan uang dari hasil kerjanya sebagai tukang kayu lenyap seketika. Rumahnya rusak parah akibat gempa yang mengguncang Sumatera pada 30 September 2009 lalu. Jika dilihat dari sisa-sisa reruntuhan dan besarnya bangunan, bisa dibilang rumah Emi dan Romalis terbilang cukup besar untuk ukuran warga Jorong (Dusun) Hulu Banda, Nagari (Desa) Malalak Barat, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. “Nanti kalau ada rezeki bangun lagi, kalo nggak ya ngungsi aja dulu,” kata Emi yang bersama suami dan anaknya kini tinggal di tenda tepat di muka rumahnya yang hancur.

Medan yang Sulit Dijangkau
Daerah Malalak Barat sangat sulit dijangkau. Tak heran jika warga desa di wilayah ini sepi dari bantuan pemerintah maupun relawan. Dengan banyaknya jalan yang terputus, akses menuju desa ini lebih banyak mengandalkan jalan kaki maupun sepeda motor. Di daerah ini juga banyak korban tewas akibat gempa, baik tertimpa bangunan maupun tertimbun longsoran tanah. Dengan kontur tanah yang tinggi dan curam, penduduk memang beresiko tinggi dengan membangun rumah di sekitar lereng bukit. Terlebih struktur tanah yang gembur —tanpa batu-batuan— membuat warga seperti bertaruh nyawa jika tinggal di lereng-lereng bukit yang curam.

foto  foto

Ket: - Emi, salah seorang warga Hulu Banda, Malalak Barat yang rumahnya rusak berat akibat gempa. Kini Emi             tinggal di tenda bersama suami dan kedua anaknya. (kiri).
        - Yopie yang sudah 2 kali datang ke desa ini memang cukup dekat dengan warga. Hal ini karena sebelumnya            Yopie dan tim medis sempat bermalam saat mengadakan baksos kesehatan di desa ini. (kanan)

“Sekarang sudah agak mending, kemarin (5 Oktober 2009 –red) jalanan sama sekali tidak bisa dilewati,” kata Yopie, relawan Tzu Chi Jakarta yang sudah mengunjungi daerah ini, sekaligus menjadi pemandu bagi saya dan relawan Tzu Chi lainnya. Dua buah eskavator tampak sedang bekerja keras menyisir gundukan tanah agar jalan bisa dibuka kembali. Karena terhalang, kami pun meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan, reruntuhan tebing dan puing-puing rumah yang berserakan membuat “ciut hati” bagi yang melihatnya. Meski dalam situasi yang sudah aman, kondisi daerah ini masih sangat mencekam. Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, kami pun tertolong dengan kedatangan seorang penduduk desa yang mengendarai sepeda motor. “Bisa ikut ke Malalak Barat? Kami mau ke posko,” kata Yopie. Si pengendara motor pun dengan ramah mengangguk. Yopie mempesilahkan saya untuk naik. Saya menolak, tapi Yopie beralasan, “Shixiong kan bawa alat. Berat..” Warga bernama Sobirin ini pun dengan ramah membiarkan saya menaiki motornya. Sementara tak lama kemudian, sepeda motor lainnya datang dan membawa Yopie menyusul.  

foto  foto

Ket: - Tidak hanya memberi bantuan, relawan Tzu Chi juga berinteraksi dengan warga. Kehadiran relawan di              tengah-tengah mereka dapat memberikan kebahagiaan dan kesejukan. (kiri).
        - Kondisi Pasar Hulu Banda yang luluh lantak akibat gempa. Bangunan Puskesmas yang berada di belakang            pasar ini juga roboh dan tak lagi bisa difungsikan.   (kanan) 

Terkesan dengan Tzu Chi
Begitu sampai di SDN 06 Hulu Banda, tempat posko bantuan gempa berada, penduduk dengan ramah menyambut kami. Rupanya kedatangan relawan Tzu Chi bersama tim medisnya lima hari pascagempa memberi kesan mendalam bagi sekitar 400 keluarga di desa ini. “Dokternya ramah, semua disapa dan diobati,” kata salah seorang warga. Terlebih kedatangan tim medis Tzu Chi saat itu merupakan tim medis pertama yang sampai ke daerah mereka. “Saya sakit gigi dan pusing-pusing. Begitu dikasih obat sama dokter langsung sembuh,” kata Emi yang mengaku turut berobat kala itu. Ada pula Tia, gadis kecil ini mengaku senang setelah diberi obat flu dan batuk. “Habis minum obat, saya langsung tidur,” ujarnya. Di Jorong Hulu Banda ini, terdapat 2 warga yang meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan saat gempa, dan 3 orang yang dinyatakan hilang (belum ditemukan).

foto  foto

Ket: - Akibat jalan yang terputus di salah satu halaman rumah warga, kini warga setempat menggunakan bagian            dalam rumah itu untuk menyeberang. (kiri).
        -Eskavator dikerahkan untuk mempercepat pembukaan akses jalan. Dengan begitu, maka akses untuk            memberikan bantuan kepada warga di desa terpencil dapat mudah dilakukan.   (kanan) 

Sabtu, 9 Oktober 2009, 4 relawan Tzu Chi kembali mendatangi desa ini. “Waktu itu penduduk mohon kalau bisa diberikan minyak tanah, soalnya mereka kesulitan karena di sini listrik masih mati,” terang Yopie. Relawan Tzu Chi pun berusaha memenuhi keinginan tersebut, namun terkendala sulitnya mencari dan membawa minyak tanah ke lokasi ini. Relawan pun menggantinya dengan membawa 400 kain sarung dan 15 dus kurma (300 bungkus) untuk diberikan kepada warga. Karena mobil tak bisa masuk, maka penduduk dengan menggunakan sepeda motor mengangkut barang-barang tersebut hingga sampai ke posko. “Rasanya senang sekali bisa membantu mereka lagi,” kata Yopie.

 
 

Artikel Terkait

Tahap Awal Menuju Kesembuhan

Tahap Awal Menuju Kesembuhan

12 November 2014 Tzu Chi membantu kalangan yang kurang mampu dengan mengadakan baksos kesehatan ke-101 dengan menggandeng Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Batam sebagai lokasi dilakukannya operasi.
Pemberkahan Akhir Tahun 2023 Tzu Chi Indonesia

Pemberkahan Akhir Tahun 2023 Tzu Chi Indonesia

02 Februari 2024
Pemberkahan Akhir Tahun 2023 Tzu Chi Indonesia digelar selama dua hari (20 - 21 Januari 2024). Pada hari pertama digelar untuk internal Tzu Chi Indonesia, sedangkan hari ke dua digelar untuk umum (eksternal). 
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -