Menjernihkan Batin di Hari Waisak
Jurnalis : Nuraina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Erik (Tzu Chi Medan)Master Cheng Yen berceramah,"Kita harus berterima kasih kepada Sang Tri Ratna, orang tua dan guru, serta semua makhluk. Lahan penghormatan, lahan balas budi luhur dan lahan amal kebajikan merupakan tiga lahan pahala besar. Dari itu setiap tahun setibanya di Hari Waisak, kita mengadakan prosesi pemandian Buddha rupang, bukan karena kita hendak mengikuti tradisi, tetapi karena kita hendak menunjukkan perasaan berterima kasih kita secara khidmat dan penuh hormat, serta memupuk berkah dan kebijaksanaan secara bersamaan."
Semua orang seharusnya memahami maksud hati Buddha, belajar pada Buddha bagaimana melenyapkan kegelapan batin dan mencapai pencerahan. Jika cinta kasih dalam hati setiap orang dapat dibangkitkan dan senantiasa menyimpan rasa syukur, barulah batin bisa disucikan, inilah makna sebenarnya dari prosesi pemandian rupang Buddha.
Dalam prosesi pemandian rupang Buddha di Tzu Chi, ketika telapak tangan hadirin menyentuh air suci dan tubuh dibungkukkan 90 derajat untuk menghormati Buddha, ini melambangkan penghormatan paling tulus "bersujud di kaki Sang Buddha". Dan ketika itu pulalah sebetulnya kita sedang membersihkan batin kita sendiri. Jika setiap orang paham akan tata krama ini, tentu bisa meningkatkan ketulusan hati masing-masing, selalu bermawas diri untuk tidak melanggar sila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian tentu kita akan bisa selalu menjaga kejernihan batin.
Prosesi pemandian rupang Buddha Tzu Chi Tebing Tinggi diawali oleh 2 orang Sangha. |
Sama halnya dengan Medan dan daerah lain di Indonesia, kota Tebing tinggi juga membuat acara Waisak tahun ini pada tanggal 11 Mei 2014. Acara dimulai pada pukul 19.30 dan dihadiri oleh 2 orang Bikkhu, 40 relawan dari Medan, 52 relawan dari tuan rumah sendiri yakni kota Tebing Tinggi, sedangkan dari Pematang Siantar hadir sebanyak 12 relawan dan 16 orang relawan dari Kisaran. Jumlah tamu umum yang hadir adalah 60 orang anak-anak dan 326 orang dewasa, dan tidak ketinggalan relawan dari Laut Tador sebanyak 17 orang juga ikut hadir.
Sebelum acara dimulai, Wardi Shixiong menjelaskan kepada hadirin tata cara pelaksanaan Waisak, karena prosesi Waisak di Yayasan Buddha Tzu Chi agak berbeda dengan prosesi Waisak pada umumnya. Sebagai pembuka acara terdengar Gatha Pembuka Lu Xiang Chan menggema dan para hadirin ikut melantunkannya dengan khidmat. Suasana yang begitu hening mengawali acara prosesi pelita, air, dan bunga. Kemudian anggota Sangha mengawali prosesi pemandian rupang Buddha yang diikuti sebaris demi sebaris relawan dan para tamu. Kemudian acara diteruskan dengan pradaksina yaitu meditasi berjalan. Sebelum acara Waisak selesai, semua hadirin menyanyikan lagu doa untuk memohon kepada Buddha agar batin semua manusia tersucikan, masyarakat aman sejahtera, dan semua makhluk hidup terbebas dari bencana.
Yen Ie Wen Shixiong berharap dapat ikut menjernihkan batin dengan mengikuti prosesi Waisak ini. |
Ketika prosesi pemandian rupang Buddha, terlihat ada satu tamu yaitu Yen Ie Wen (36 tahun), menempelkan kedua telapak tangan ke matanya setelah tangannya menyentuh air suci. Ternyata setelah acara selesai ia mengatakan bahwa matanya mengalami kebutaan 5 bulan yang lalu dan sudah berobat sampai ke luar negeri tetapi dokter mengatakan matanya tidak bisa diobati lagi. Dengan hati yang pasrah ia berdoa dan meminta air suci bisa menjadi mukjizat untuk kesembuhan matanya. "Walaupun kegelapan menemani saya dalam acara Waisak, tetapi saya bisa merasakan suasana yang khidmat dan agungnya Buddha dan juga rasa kekeluargaan dari para relawan," ucap Yen Ie Wen dengan nada sedih.
Yen Ie Wen adalah anak dari Chen Sui Lien Shijie, seorang relawan yang meminjamkan tempatnya untuk digunakan sebagai tempat pemilahan barang daur ulang di Pematang Siantar sebelum sekarang ini ada tempat daur ulang yang dipinjamkan Mujianto Shixiong (Ketua Tzu Chi Medan). Kita semua berdoa untuk Yen Ie Wen Shixiong, semoga bisa sembuh dari kegelapan dan menemukan titik terang bagi kehidupannya.