Mensosialisasikan Makna Ulambana

Jurnalis : Beby Chen, Simfo Indrawati (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Andre Einstein, Lili Hermanto, Lukman, Novelia, Zusin (Tzu Chi Medan)
 
 

foto
Pada tanggal 24 Agustus 2013 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Cabang Medan mengadakan acara bulan tujuh (imlek) penuh berkah di Grand Ocean Jalan Cemara Boulevard Utara No.12 Komplek Cemara Asri – Medan.

Setiap tahunnya kita mengenal adanya bulan tujuh penanggalan Imlek. Menurut tradisi kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa, bulan ini adalah bulan hantu. Pada bulan ini mereka memercayai banyak pantangan seperti untuk mengadakan acara pernikahan, buka usaha, melakukan perjodohan, dan pada malam hari dilarang keluar rumah. Para penganut kepercayaan tradisional juga melakukan sembahyang secara besar-besaran dengan menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada leluhur dan membakar kertas sembahyang.

Mulai tahun 1972 insan Tzu Chi sudah mulai mensosialisasikan kepada masyarakat dengan terjun ke jalanan menyerukan untuk tidak membakar kertas sembahyang dan harus bervegetaris. Seperti yang Master Cheng Yen himbaukan bahwa sebenarnya ketulusan dari lubuk hati terdalam bukan dengan membakar dupa yang hanya dapat menimbulkan polusi, juga bukan dari membakar sekantong besar kertas sembahyang yang dapat menyebabkan kadar emisi karbon semakin parah. Makna dari upacara Ulambana sesungguhnya adalah menginspirasi semua orang agar melindungi semua makhluk dan membebaskan mereka dari penderitaan. Kita harus membimbing semua makhluk yang berada di tengah penderitaan menuju tempat yang aman. Setiap hari kita harus menjernihkan hati dan meringankan penderitaan semua makhluk di dunia. Karena pada bulan tujuh (Imlek) adalah bulan penuh berkah, bulan sukacita dan bulan berterima kasih.

Pada tanggal 24 Agustus 2013, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Cabang Medan mengadakan acara bulan tujuh (imlek) penuh berkah di Grand Ocean Jalan Cemara Boulevard Utara No.12 Komplek Cemara Asri – Medan, yang dihadiri oleh 300 hadirin yang disambut hangat oleh 243 orang insan Tzu Chi yang hadir pada acara tersebut.

Acara pun dimulai dengan prosesi persembahan buah dan bunga oleh para relawan dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Gatha Pendupaan “Lu Siang Can” dan pembacaan Gatha pembuka sutra “Wu Sang Sen Sen”. Terdengar suara dari Para Relawan dan Hadirin yang sungguh indah nan damai yang bergema memenuhi ruangan acara tersebut.

Kisah Putri Jyotinetra menyelamatkan Ibunda
Dalam acara tersebut ditayangkan salah satu video opera yang mengisahkan pada masa kehidupan sebelumnya Bodhisatwa Ksitigarbha. Sebelum menjadi Bodhisatwa Ksitigarbha, Beliau adalah seorang Putri Jyotinetra dimana memiliki seorang ibu yang sangat serakah dalam memenuhi nafsu mulut. Ibu Putri Jyotinetra sangat suka sekali makan anak ikan yang masih ada dalam perut induk ikan, sehingga semasa hidupnya Ibu Jyotinetra membeli banyak sekali ikan-ikan dan  selalu menciptakan karma buruk demi memenuhi nafsu mulutnya. Meskipun sudah beberapa kali senantiasa putri Jyotinetra mengingatkan dan meminta Ibunya agar menghentikan perbuatan tersebut, tetapi ibunya tidak menghiraukan perkataan putrinya, dan akhirnya setelah meninggal dunia, Ibu Putri Jyotinetra masuk ke alam neraka.

foto  foto

Keterangan :

  • Mulai tahun 1972 insan Tzu Chi sudah mulai mensosialisasikan kepada masyarakat dengan terjun ke jalanan menyerukan untuk tidak membakar kertas sembahyang dan harus bervegetaris (kiri).
  • Pemberian souvenir berupa kue Pao berbentuk buah persik yang diberikan oleh Relawan Tzu Chi dengan senyuman yang hangat (kanan).

Putri Jyotinetra sangat khawatir akan kondisi keberadaan ibunya dan pergi menemui Yang Arya untuk mencari tahu keadaan ibunya. Yang Arya menggunakan kemampuannya membawa Putri Jyotinetra masuk ke alam baka mencari ibunya. Putri Jyotinetra akhirnya menemukan ibunya yang sangat tersiksa sekali di alam neraka dimana di sana disiksa dan dapat mati dan lahir ribuan kali. Tidak tahan melihat ibunya tersiksa, putri Jyotinetra keluar dari alam neraka menemui Yang Arya untuk meminta pertolongan menolong ibunya.  Yang Arya berpesan dengan memupuk berkah melakukan pelimpahan jasa baru dapat menolong ibu. Kemudian Puteri Jyotinetra mulai memupuk berkah tersebut dari rela menjual harta keluarga untuk membangun wihara sampai dengan menolong orang agar terbebas dari petaka.

Setelah itu ibu Putri Jyotinetra muncul dan menyampaikan pesan bahwa siksaan di neraka dalam masa ratusan ribu tahun pun tak akan habis dijelaskan, ia terlahir kembali di alam manusia dengan usia pendek dan kembali terlahir di alam neraka lagi. Melihat akan hal tersebut Putri Jyotinetra sungguh sangat pilu tak sampai hati melihat kondisi tersebut. Kemudian Puteri Joytinetra berikrar “terimalah nadar utama yang akan kuikrarkan ini, asalkan ibuku bisa terbebaskan dari neraka selamanya hamba berjanji mulai sekarang semua makhluk menderita di dunia dan neraka serta di alam sengsara, hamba bersumpah akan menyelamatkan semuanya setelah mereka mencapai keBuddhaan barulah Hamba mencapai keBuddhaan”. Pada masa itu putri Jyotinetra adalah Bodhisatva Ksitigarbha. “Apabila neraka belum kosong, Aku tak akan menjadi Buddha!, Jika semua makhluk telah diselamatkan baru Aku akan mencapai Anuttara Samyak Sambuddha”.

Setelah menyaksikan serangkaian video dan Ceramah Master Cheng Yen, tibalah saatnya tim isyarat tangan menampilkan Budaya Humanis Tzu Chi yang kali ini menyampaikan sebuah Dharma yang berjudul “Yi Si Chi” dan “Wu Liang Yi Jing” yang merupakan Dharma Sutra Makna Tiada Terhingga. Para hadirin juga ikut beranjali menyanyikan sutra tersebut.

“Berikrar dihadapan Buddha, Mengambil satu lembar kartu vegetaris, penghormatan dan kembali ke tempat” kata MC kepada para relawan dan para hadirin secara bergiliran. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Acara bulan tujuh (imlek) penuh berkah ditutup dengan Doa Bersama dengan niat yang tulus.

foto  foto

Keterangan :

  • Dalam kegiatan ini, relawan juga memperkenalkan produk-produk dari Jing Si Books and Cafe (kiri).
  • Melalui acara bulan tujuh (Imlek) penuh berkah ini, Semoga kita semua bisa saling berbagi untuk saling membangkitkan niat untuk selalu berbuat kebajikan, memupuk ladang berkah dan selalu berbakti kepada Orang Tua kita (kanan).

Belajar untuk berubah
“Saya datang untuk pertama kalinya mengikuti acara ini yang diundang oleh istri teman saya yang merupakan relawan Tzu Chi. Awalnya Saya memang sudah bervegetaris pada saat Hari Uposatha (pelunaran tanggal 1, 8, 15 dan 23 setiap bulannya) saja dan akan belajar dan belajar lagi untuk bisa bervegetaris di luar Hari Uposatha,” tutur salah satu hadirin yang bernama Hasan Tiopan yang datang bersama keluarganya.

Begitu juga dengan Lini, “Sejak berumah tangga dan tidak tinggal serumah dengan orang tua, setiap sembahyang saya sudah tidak membakar kertas-kertas sembahyang lagi. Dan dulu di bangku sekolah dalam pendidikan Agama Buddha juga tidak mengenal tradisi tersebut. Dalam hal bervegetaris saya akan mulai belajar untuk pelan-pelan mengurangi masakan berbahan daging. Dengan mengurangi ini semua, saya bisa berhemat uang,” ujar Lini.

Datang dan Menghargai
Walaupun acara bulan tujuh (Imlek) penuh berkah ini merupakan acara yang diperingati oleh masyarakat etnis tionghoa yang beragama Buddha khususnya, tetapi dalam acara ini tidak di duga dihadiri juga oleh beberapa relawan yang bukan beragama Buddha. Mereka bisa datang karena adanya rasa saling menghargai, menghormati dan bertoleransi dalam beragama. Mereka juga bersama keluarga mulai mau belajar untuk bervegetaris.

Mengubah Pola Pikir, Menjaga Hati dan Melindungi Bumi dengan Bervegetaris.
Mengutip Ceramah Master Cheng Yen “Janganlah menambah pencemaran, Kita harus menjaga pikiran kita untuk melindungi kehidupan dan menjaga semua makhluk. Janganlah kita membunuh makhluk hidup. Jika setiap orang bisa berpikir seperti ini, maka kehidupan ini akan penuh dengan berkah, keselamatan, ketentraman dan keberuntungan di bumi ini. Dalam kehidupan sehari-hari kita semua harus hidup lebih sederhana agar dapat mengembangkan cinta kasih dan bersumbangsih bagi mereka yang menderita.

Melalui acara bulan tujuh (Imlek) penuh berkah ini, Semoga kita semua bisa saling berbagi untuk saling membangkitkan niat untuk selalu berbuat kebajikan, memupuk ladang berkah dan selalu berbakti kepada Orang Tua kita.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Berpegang Teguh Pada Tekad

Suara Kasih: Berpegang Teguh Pada Tekad

12 Oktober 2011
Saya sungguh sulit membayangkannya. Hal ini sungguh luar biasa. Ia memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mempelajari berbagai pengetahuan. Selain mempelajari pengetahuan medis, ia juga mempelajari pengetahuan lainnya. Ia memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mempelajari berbagai pengetahuan.
Potret Cinta Kasih Orangtua di Baksos Tzu Chi Padang

Potret Cinta Kasih Orangtua di Baksos Tzu Chi Padang

28 Februari 2017
Marlan (56) bergegas mendaftarkan Iman anaknya saat mendengar kabar bahwa Tzu Chi Padang akan menggelar pengobatan bibir sumbing. Besar harapan Marlan, agar Iman tumbuh dengan rasa percaya diri dan dapat menggapai cita-citanya menjadi tentara.  
Sosialisasi Tiga Hari Besar

Sosialisasi Tiga Hari Besar

09 Mei 2012
Dengan berjalan kaki menembus keheningan malam di Cluster Akasia,  relawan mencoba menjalin jodoh baik dengan warga perumahan PIK, sekaligus mensosialisasikan tentangkegiatan Hari Waisak, Hari Tzu Chi, dan Hari Ibu Internasional yang akan diadakan pada Minggu, 13 Mei 2012 di Aula Jing Si, PIK, Jakarta Utara.
Luangkan sedikit ruang bagi diri sendiri dan orang lain, jangan selalu bersikukuh pada pendapat diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -