Menumbuhkan Karakter Pada Anak

Jurnalis : Ira Yu (He Qi Barat), Fotografer : Bobby (He Qi Barat)

Penutupan kelas budi pekerti di tahun 2015 ini dihadiri oleh para orang tua murid dengan harapan orang tua dapat turut membantu para murid mempraktikkan apa yang diajarkan di kelas di dalam kehidupan sehari-hari.

Derap langkah diiringi dengan suara anak berlari kecil yang riang menapaki tangga Aula Lantai 2 Sekolah Cinta Kasih Cengkareng, Jakarta Barat. Sungguh membuat hati ini ikut semangat. Melihat antusiasme anak-anak Kelas Budi Pekerti Tzu Chi yang hadir pada hari itu, Minggu 13 Desember 2015 pastinya juga membuat relawan (Da Ai Mama) yang tengah menantikan kehadiran mereka turut merasakan kegembiraan.

Pertemuan kelas budi pekerti pada hari itu adalah kelas penutupan  di tahun 2015. Waktu begitu cepat bergulir, masih terbayang jelas dalam ingatan saya di awal tahun 2015, anak-anak yang baru akan bergabung masih bersikap malu-malu dan menggayut manja di lengan mama-papa mereka. Tapi kini, celotehan mereka sudah terasa tak asing lagi, “Zao an Shiqu (selamat pagi ibu),” sapa Clara yang berusia 6 tahun, dengan percaya diri kepada para relawan yang membantu di bagian absensi.  Clara yang selalu didampingi oleh Mamanya termasuk salah satu anak kelas budi pekerti yang aktif selama di kelas. Walaupun pertemuan hanya 1 bulan sekali, ia sangat rajin mengerjakan tugas yang diberikan para Da Ai Mama. Sewaktu diberikan tugas menulis, Clara dengan rajin menceritakan pengalamannya jalan-jalan ke Bandung bersama Papa, Mama, sepupu serta paman dan bibinya, dan tak ketinggalan juga dengan kedua neneknya. Tulisannya cukup jelas menggambarkan apa yang dia lakukan bersama keluarganya, ditambah dengan coretan gambar orang-orang mewakili sisi kreativitasnya yang telah tumbuh.

Ini juga yang membuat Nelly, relawan pembimbing memanggil Clara ke depan, sekaligus memotivasi anak-anak lainnya. “Anak-anak dari kecil cobalah membuat jurnal harian, sebagai salah satu cara mengekspresikan diri,” ujar Nelly kepada para murid dan mama-papa mereka. “Ini bisa dijadikan juga  salah satu cara menghilangkan stres,” Lanjut Nelly.  Kondisi di zaman sekarang yang menuntut anak-anak untuk berkompetisi di dalam pelajaran sekolah memang membutuhkan sarana penyeimbang lainnya agar anak-anak tetap bisa merasakan indahnya masa kanak-kanak.

Nelly (kiri), relawan pendamping mengajak para murid untuk menulis diari sendiri sebagai bentuk untuk melepas stres dan mengekpresikan diri mereka.

Kerin (kanan) dan mamanya (kiri) aktif di kegiatan kelas budi pekerti.

Pendampingan Orang Tua

Acara penutupan kelas budi pekerti kali ini ada yang terasa istimewa, menghadirkan sosok Kerin, 12 tahun seorang gadis yang mulai remaja. Pada tahun 2009, Kerin yang waktu itu berusia 6 tahun sudah mulai bergabung di kelas budi pekerti yang bernama Xiao tai yang yang sekarang berubah namanya menjadi Qin Zi Ban. Kerin diajak para Da Ai Mama untuk sharing mengapa ia bisa terus konsisten mengikuti pembelajaran budi pekerti. “Pelajaran yang saya suka itu games soalnya seru banget dan juga makanannya enak-enak,” Jawab Kerin tanpa ragu-ragu pada saat ditanya Ira yang memandu acara sharing itu.

Mendengar jawaban Kerin, Ira pun memberikan beberapa nasihat dengan bersemangat, “Jangan malas-malas ya ikutin terus kelas budi pekerti, karena banyak yang didapat temannya juga baik-baik.”  Selama sesi sharing ini Kerin juga didampingi oleh mama-papa dan juga adiknya, Ketherin yang saat ini berusia 6 tahun dan telah menjadi murid kelas budi pekerti juga. Mamanya Kerin, yang awalnya hanya mendampingi anaknya juga telah cukup lama bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Menurut pengakuan Nila, mama dari Kerin, awalnya ia adalah seorang pendiam dan malu, namun kini memiliki kepercayaan diri menjadi guru pengajar shou yu (isyarat tangan), dan tidak hanya mengajari anak-anak tapi juga relawan orang dewasa di komunitasnya. “Mendampingi anak-anak itu perlu karena kita bisa ikut belajar juga dan tahu apa yang diajarin,” ucap Nila seolah ingin menegaskan bahwa ia telah merasakan banyak manfaat positif selama pendampingan anaknya di kelas budi pekerti. Nila dan suaminya  Johnny sangat mendukung keikutsertaan putra-putri mereka di kelas budi pekerti karena mereka memiliki  keyakinan dan harapan bahwa anak-anak mereka akan tumbuh di lingkungan yang baik dan kelak akan memilki tata krama yang baik dan sopan santun pada saat mereka terjun di masyarakat.

Pendampingan orang tua akan menumbuhkan rasa percaya diri pada setiap anak. Di sesi berikut ini tiap anak akan tampil bersama orang tua mereka masing-masing, membawakan dua lagu shou yu (bahasa isyarat tangan). Dentingan irama dua lagu yang riang dan lembut ini memberikan keharuan tersendiri bagi yang menyaksikan penampilan mama dan anak mereka yang bisa tampil secara alami dan penuh kehangatan. Bahkan pembawa acara, Shinta pun merasakan keharuan yang sama. Dengan mata berkaca-kaca ia berujar, “Terharu liat kebersamaan orang tua dan anak. Saling Mendukung, latihan bersama dan manggung. Lagu ceria pun jadi meneteskan air mata. Pesan ke orang tua, berikan sentuhan kasih sayang ke anak. Usia sekarang mereka masih mau dipeluk, nanti udah dewasa, masanya udah berlalu.” Shinta ingin mengingatkan kepada para orang tua senantiasa mengisi momen-momen yang indah untuk anak mereka,  melalui sentuhan kasih sayang penuh ketulusan ini tentunya akan menjadi momen yang penuh makna bagi anak mereka. Suatu hari pada saat dewasa nanti, semoga warisan kasih sayang ini bisa terus bergulir.

Dalam perayaan hari Ibu, Nila mendapat sebuah surat ungkapan kasih dari Ketherin (anak bungsunya)

Peringatan Hari Ibu

Salah satu sesi di acara penutupan kelas budi pekerti ini adalah peringatan Hari Ibu. Melalui sebuah kartu ucapan yang berwarna cerah, dengan dihiasi foto anak-anak dan para orang tuanya, para murid diajak para Daai Mama untuk menghampiri mama mereka masing-masing, bersimpuh dan memeluk mama mereka dengan mengucapkan terima kasih karena telah merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Momen yang indah ini semoga mengingatkan mereka kelak untuk terus berbakti kepada orang tua.

Dalam pembelajaran di kelas budi pekerti, anak-anak juga perlu diberikan motivasi agar tetap semangat. Di kesempatan yang baik ini, Ling Ling sebagai koordinator acara memberikan apresiasi hadiah kepada 3 orang murid yang tidak pernah absen selama pembelajaran. Dan untuk tanda kenangan, ada 8 orang murid yang usianya sudah 8 tahun lebih juga mendapatkan hadiah karena mereka akan melanjutkan ke jenjang berikutnya di tahun depan.

Waktu adalah ketidakkekalan namun melalui waktu kita dapat mengisi momen-momen yang indah dalam kebersamaan penuh makna. Untuk menutup seluruh rangkaian acara penutupan kelas budi pekerti ini, para relawan Daai Mama masih ingin terus berbagi suka cita dengan para murid serta mama papa mereka.  Melalui lantunan lagu “We Wish You A Merry Christmast” dan "Jingle Bells", para relawan Da Ai Mama saling bergandengan tangan dengan para murid dan orang tua mereka, penuh keriangan dan kehangatan mengucapkan Selamat Hari Natal bagi yang merayakannya. Nuansa kebersamaan yang terjalin pada hari itu tidak hanya memberikan kebahagiaan kepada para murid, namun juga dirasakan para relawan Da Ai Mama yang telah mempererat jalinan jodoh dengan para orang tua selama setahun ini, untuk terus berjalan seiring mewujudkan masyarakat yang harmonis melalui kebahagiaan yang terajut dalam tiap-tiap keluarga kecil di masyarakat.

 


Artikel Terkait

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -