Menumbuhkan Kesadaran Akan Kebersihan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Relawan Tzu Chi dengan penuh perhatian dan kesabaran mengajarkan kepada anak-anak SDN Mesjid Priyayi, Serang, Banten, cara membersihkan bak sampah dan bak tempat mencuci tangan.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 09.30 WIB, tapi panas matahari terasa begitu menyengat di kepala. Beberapa pohon tinggi yang tumbuh di luar halaman sekolah dan hembusan angin yang bertiup dari areal persawahan di kanan-kiri sekolah seolah tak sanggup meredam panasnya matahari. Beberapa ibu tampak sibuk menyabit dan mengumpulkan padi-padi yang telah menguning di areal persawahan yang tepat berada di muka sekolah, SDN Mesjid Priyayi, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten.
Seolah mengikuti semangat para orangtuanya, murid-murid SDN Mesjid Priyayi pun tak tampak surut semangatnya oleh panas matahari. Mereka dengan sabar dan tertib berbaris mengikuti arahan dari para relawan Tzu Chi Tangerang yang akan mengajak mereka untuk bekerja bakti membersihkan lingkungan sekolahnya. Sapu, pengki plastik, lap, ember, dan kain pel yang dibawa para relawan pun segera dibagikan kepada sekitar 150 siswa-siswi sekolah ini, mulai dari kelas 1 hingga 6.

Merawat dan Menjaga Kebersihan
SDN Mesjid Priyayi yang pernah terkena musibah angin puting beliung pada 14 November 2007, setelah direnovasi oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, kini kondisinya menjadi jauh lebih baik. Selain fasilitas dan sarana prasarana yang lebih lengkap, murid-murid pun dapat lebih berkonsentrasi untuk belajar dan tidak lagi khawatir gedung sekolah mereka akan rubuh. “Gedung ini harus selalu dirawat. Kalian harus menjaga kebersihan sekolah ini,” himbau Lu Lien Chu, Ketua Tzu Chi Tangerang kepada para murid. Anak-anak itu pun mendengarkan dengan penuh seksama. “Dan bagian yang terpenting adalah WC. Ini haruslah bersih,” sambung Lien Chu menegaskan.

Enam belas relawan Tzu Chi Tangerang membimbing anak-anak membersihkan ruang kelas dan kamar mandi. “Setiap murid bertanggung jawab terhadap kebersihan kelasnya masing-masing,” kata Komarudin, Kepala SDN Mesjid Priyayi. Diringi alunan lagu Satu Keluarga (Yi Ji A Ren), dengan penuh semangat anak-anak membersihkan ruang kelas mereka masing-masing. Khusus bagi siswa-siswi di kelas 5 dan 6, selain membersihkan ruang kelasnya, mereka juga ada yang bertugas membersihkan kamar mandi.

foto  foto

Ket : - Ketua Tzu Chi Tangerang, Lu Lien Chu memberi pengarahan sebelum pelaksanaan kerja bakti di SDN
           Mesjid Priyayi. Relawan juga menyediakan berbagai macam alat kebersihan untuk mendukung kegiatan ini.
           (kiri)
         - Dengan penuh semangat, anak-anak SDN Mesjid Priyayi menyanyikan dan memeragakan lagu isyarat
           tangan "Satu Keluarga". (kanan)

Menurut Komarudin, Kepala SDN Mesjid Priyayi, kegiatan ini sangat baik untuk mendidik anak-anak untuk langsung mempraktikkan gaya hidup bersih dan sehat. “Ingat, kebersihan adalah setengah daripada keimanan,” katanya di hadapan para muridnya. Selain itu, Komarudin juga berpesan agar para muridnya bisa menerapkannya pula di rumah. “Kalau ingin ngising (buang air –red) jangan di kebon atau sawah, tapi di WC,” himbaunya.

Dalam waktu 2½ jam, ruang kelas dan WC pun menjadi lebih bersih. Anak-anak, guru, dan para relawan bahu-membahu membersihkan sekolah. Relawan dan para guru juga mengajari murid-murid cara membersihkan meja, kursi, kaca jendela, dan ruang kelas. “Setiap bulan akan diadakan penilaian oleh guru kalian, dan kelas yang terbersih akan mendapatkan hadiah,” kata Lu Lien Chu seusai kegiatan. Ia pun punya alasan tersendiri mengapa menaruh perhatian penting terhadap pendidikan anak-anak. “Kami berpikir pendidikan sangat penting, maka kami menggunakan lebih banyak waktu di sini karena anak-anak adalah harapan dari masa depan. Kami berharap di masa mendatang Indonesia bisa lebih maju dan berkembang,” ungkapnya. Lien Chu juga mengaku sangat senang dengan semangat anak-anak dalam membersihkan ruang kelas mereka. “Anak-anak kerjanya luar biasa,” pujinya. Dengan berbagai kegiatan dan perhatian di sekolah ini, Lien Chu berharap benih cinta kasih ini bisa berkembang di Serang dan bisa mengajak lebih banyak relawan yang ikut dalam kegiatan Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Yunita, siswi kelas 5 ini mengaku senang dengan kegiatan kerja bakti yang membuat sekolahnya bertambah
           bersih sehingga aktivitas belajar-mengajar menjadi lebih baik. (kiri)
         - Noval dan teman-temannya turut membantu membersihkan ruang kelas. Noval adalah murid yang terpandai
           di kelasnya. (kanan)

Rawan Putus Sekolah
“(Saya) senang bisa kerja bareng-bareng,” kata Yunita, siswi kelas 5. Yunita yang juara kelas ini mengungkapkan alasannya senang mengikuti kegiatan bersih-bersih ini, “Kalau bersih itu enak, lihatnya tenteram. Kita belajarnya juga bisa lebih tenang.” Bercita-cita menjadi seorang dokter, Yunita memang mesti banyak belajar tentang kebersihan sejak dini. Dulu sewaktu gedung sekolah ini belum direnovasi, para murid dan guru harus memakai WC yang kurang layak. “Kalo sekarang lebih bagus dan bersih. Tempat sampahnya juga ada,” kata Yunita.

Seperti anak-anak lainnya di sekolah ini, Yunita juga berasal dari keluarga yang tak mampu. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani dan ibunya sebagai ibu rumah tangga biasa. Meski begitu, dukungan dari orangtuanya sangatlah besar, walau tak semua kebutuhannya bisa terpenuhi. “Kalau ada keperluan sekolah, kadang dikabulin, kadang juga nggak. Ya diterima aja,” ujarnya pasrah. Harapannya untuk dapat menggapai cita-citanya hanyalah jika ia mendapat beasiswa. Jika tidak, maka seperti murid-murid lainnya, Yunita pun terpaksa harus mengandaskan impiannya untuk menjadi seorang dokter.

foto  foto

Ket : - Masyarakat Desa Kasemen mayoritas bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang terbatas.
           Akibatnya, banyak anak yang putus sekolah lantaran tidak ada biaya. (kiri)
         - Untuk mandi, warga Desa Kasemen menggunakan kamar mandi umum dengan air yang disediakan dari
           PDAM Serang, termasuk anak-anak ini. (kanan)

Masalah yang sama juga dihadapi oleh Noval, siswa kelas 5 yang juga memiliki prestasi akademis terbaik di kelasnya, bahkan di sekolah. “Nggak tahu nantinya bisa nerusin atau nggak,” jawab Dayat, kakak pertama Noval ketika ditanyakan kesiapannya akan kelanjutan pendidikan adiknya. Dari 6 bersaudara, Noval yang anak kelima ini memang paling menonjol prestasi akademiknya. Dayat sendiri telah berkeluarga, dan dari penghasilannya mengojek hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan istrinya saja. “Mudah-mudahan saja ada beasiswa, jadi adik saya bisa melanjutkan sekolahnya,” harap Dayat. Ayah Noval sendiri sudah meninggal dunia dan ibunya berdagang makanan kecil-kecilan di depan rumah. “Sekarang lagi nggak dagang, nggak ada modal,” kata Darojat, ibu Noval. Kakak-kakak Noval sendiri hanya seorang yang lulusan SMP, lainnya hanya tamat SD.

Menurut Sumiyah, salah seorang guru di SDN Mesjid Priyayi, tingkat anak putus sekolah di sekolahnya memang tinggi. “Kadang di kelas 6, kita dah capek-capek ngajar sampe maksimal dan mereka dapat nilai bagus, tapi akhirnya nggak ada yang ngelanjutin ke SMP. Kan kitanya jadi sedih. Rata-rata seperti itu,” ungkap Sumiyah lirih. Budaya dan kultur masyarakat di wilayah ini memang masih menggangap pendidikan bukan sesuatu hal yang penting. “Biaya memang menjadi kendala utama. Tapi sebenarnya ada yang mampu, tapi mereka eman (sayang –red) kalau untuk dipakai biaya sekolah,” kata Sumiyati.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi juga membagikan alat tulis (buku dan pensil) kepada murid-murid SDN Mesjid Priyayi yang
           memang sangat membutuhkan bantuan alat belajar. (kiri)
         - Usai kegiatan, relawan Tzu Chi dan anak-anak bergembira bersama. Belajar kebersihan dengan diselingi
           permainan dapat menghibur anak-anak sekolah ini. (kanan)

Komarudin, Kepala SDN Mesjid Priyayi berharap relawan Tzu Chi dapat membantu biaya pendidikan anak-anak muridnya. “Agar mereka bisa melanjutkan sekolah dan mengubah nasibnya,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Lu Lien Chu mengatakan, “Kami belum banyak tahu tentang kondisi mereka, tapi kami akan mencaritahu, merundingkan, dan melakukan langkah-langkah untuk membantu mereka.” Pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib manusia. Dengan dukungan dan cinta kasih yang tulus, harapan dan impian anak-anak desa Kasemen ini tentunya bukanlah suatu hal yang sulit untuk diwujudkan.

 

Artikel Terkait

Relawan Pemerhati: Menjadi Relawan yang Melayani dan Serba Bisa

Relawan Pemerhati: Menjadi Relawan yang Melayani dan Serba Bisa

03 Juni 2022

Laksmi Widyastuti, relawan komite Tzu Chi sekaligus juga relawan pemerhati di Tzu Chi Hospital aktif melakukan berbagai hal untuk melayani pasien bersama relawan pemerhati lainnya.

Dulu Diberi, Kini Memberi

Dulu Diberi, Kini Memberi

05 Februari 2020

Sebanyak 450 relawan, donatur, dan masyarakat umum hadir pada Pemberkahan Awal Tahun 2020 di Tzu Chi Bandung. Kegiatan ini merupakan wujud ungkapan terima kasih kepada para donatur dan relawan yang telah meluangkan waktu, tenaga, maupun dana untuk mendukung Tzu Chi, juga kepada para penerima bantuan.

Kasih Ibu Tiada Tara

Kasih Ibu Tiada Tara

26 Juli 2017

Kasih ibu tiada tara, demi sang buah hati ia rela mengorbankan segalanya: waktu, uang, tenaga, dan bahkan kehidupannya. Demi merawat sang buah hati Nova Ambar (27) yang berkebutuhan khusus, Suparmi mesti menahan diri untuk bisa bepergian, beraktivitas, dan bahkan sekadar untuk melepaskan kejenuhan.

Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -