Menunaikan Wejangan Sang Ibu

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Sebagai seorang perawat, Bintang Bisri Musthofa melayani setiap pasien yang datang memeriksakan kesehatannya di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng.

“Selamat siang pak, silahkan duduk,” ucap Bintang menyapa pasien yang datang ke Nurse Station lantai 3 Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng siang itu. Pemuda 20 tahun ini segera mengambil tensimeter dan memasangnya pada lengan pasien.

“Ditensi dulu ya,” ucapnya ramah. Sembari menunggu hasil tensi digital ini, Bintang mengambil selembar form yang tersedia untuk menulis keluhan yang dirasakan pasien.

“Darahnya normal, ditunggu dulu ya pak nanti dipanggil,” ucap Bintang menunjukkan tempat duduk ruang tunggu.

Inilah secuil aktifitas yang digeluti Bintang Bisri Musthofa setiap harinya setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Akademi Keperawatan (Akper) Husada Jakarta. Terhitung sejak tanggal 4 September 2017, Bintang mulai mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya selama tiga tahun belajar dunia medis. Kini ia telah menjadi seorang perawat.

“Dari beberapa tes menganjurkan saya ambil kedokteran tapi karena saya lulusan Bahasa akan terlalu berat. Dari situ saya berpikir ambil seperti dokter tapi bisa ditempuh dari jalur Bahasa, oh ada keperawatan,” ujar Bintang tersenyum.

Bintang mengambil program anak asuh beasiswa karier Tzu Chi dengan kesepakatan ikatan dinas selama tujuh tahun.


Terhitung sejak tanggal 4 September 2017 ia bekerja dan mengabdi di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng.

Keputusan mengambil akademi keperawatan melalui program Beasiswa Karir Tzu Chi juga mendapatkan restu dari orang tua. Dalam pengajuan beasiswa, Bintang memilih beasiswa full yakni biaya pendidikan dan biaya hidup. Ikatan dinas yang disepakati selama tujuh tahun. Ikatan dinas ini dimulai sejak hari pertama Bintang bekerja di Rumah Sakit Tzu Chi.

“Ini pengabdian bagi masyarakat. Ibu saya pernah berkata, ‘Bekerja yang ilmunya bisa bermanfaat bagi orang dan menjadi perawat sangat bermanfaat. Abdikanlah dirimu sebenar-benarnya.’ Ternyata dari situ orang tua sangat mendukung,” ucap Sulung dari tiga bersaudara ini.

Mahasiswa Terbaik Putra Pertama

Kerja keras telah mengantarkan Bintang menjadi anak yang berprestasi. Terbukti, ia telah dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik peringkat tiga dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) mencapai 3,75. Bahkan Bintang menjadi satu-satunya mahasiswa terbaik putra sepanjang sejarah Akper Husada.

“Waktu pengumuman kaget, benar-benar enggak menyangka, ketika dipanggil ‘Bintang Juara 3’ baru nangis ke depan,” ungkap Bintang.

Tidak hanya dirinya saja yang merasa terharu atas prestasi yang dicapainya. Prestasi ini tentu juga menjadi kebanggaan bagi orang tua dan kampus tercintanya. Tak heran jika anugerah tersebut mengundang haru bagi orang tua dan para dosen.

“Saya dapat bunga, saya kasih ke ibu dan seisi ruangan nangis. Dari 27 tahun saya pertama kali cowok masuk (peringkat) 3 besar,” ucapnya bangga.

Prestasi gemilang yang diraih Bintang berkat usaha kerasnya. Selama kuliah ia selalu melawan rasa malas, terus belajar. Bintang acap kali meminjam buku-buku milik teman kakak kelasnya untuk dipelajari.

“Saya sangat bersyukur dapat juara 3,” ucapnya penuh syukur.

doc tzu chi

Bintang telah dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik peringkat tiga dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) mencapai 3,75.


Berkat doa dan restu dari kedua orang tua, Bintang mampu meraih impiannya.

Namun peran sang orang tua juga besar, terutama doa dan restu mereka. “Yang paling berjasa itu ibu. Ketika sedang terpuruk ibu selalu ada, selalu mendukung saya. Saya juga merasa bersyukur dan bahagia ketika melihat ibu merasa senang melihat saya juara. Sampe detik ini ibu selalu support saya,” tambahnya.

Bermula dari Pesantren

Tempat tinggal yang berada di depan masjid dan seringnya mengikuti kegiatan peribadatan membuat Bintang merasakan kedamaian dalam hidupnya. Ia juga tergolong rajin ikut mengaji.

“Sejak itu saya maunya sekolah agama saja,” ujar Bintang. Maka memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA) Bintang pun memilih Pondok Pesantren Nurul Iman Parung Panjang sebagai tempat pendidikannya.

“Di sana free kualitasnya terbukti. Banyak lulusan dari sana (pesantren) berhasil,” ucap Bintang. Bahkan kedua adiknya pun mengikuti jejaknya.

“Ketika saya pulang saya bisa membuktikan bahwa saya bisa mengaji, ilmu umum: bahasa Jepang, Korea, Inggris. Jadi orang tua percaya, apalagi basic-nya pesantren,” ucap pemuda kelahiran Banyumas, Jawa Tengah ini.

Dari pesantren inilah Bintang mengenal program beasiswa karir Tzu Chi. Memang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sering menjalin jodoh baik dengan pesantren. Selain memberikan bantuan pembangunan gedung SMA, Tzu Chi juga memberikan pendampingan kepada anak-anak pesantren seperti kelas Bahasa Mandarin ataupun baksos kesehatan yang digelar di lingkungan pondok.

Setiap bulannya, Bintang (enam dari kanan) selalu mengikuti kegiatan gathering anak asuh yang diadakan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama pembimbingnya, Ratna Bustami (biru putih) dan teman sekelompoknya.

Bintang memilih melanjutkan pendidikannya di kampus lain tentu memiliki pertimbangan tersendiri. “Saya pernah belajar jadilah orang yang berbeda, banyak lulusan sarjana tapi cari yang lain, jadi kita saling melengkapi,” ujarnya tersenyum.

Selain rajin belajar, Bintang juga rajin mengikuti kegiatan yang diadakan Tzu Chi seperti gathering anak asuh beasiswa karir Tzu Chi. Dalam kegiatan ini didampingi pula relawan yang menjadi ibu asuh selama masa kuliah. Ratna Bustami merupakan relawan pendamping bagi Bintang. Pendampingan yang diberikan Ratna ternyata memberikan kesan tersendiri baginya.

“Beliau selalu men-support saya, juga menganggap saya sebagai anak. Motivasi dari beliau sangat banyak, percaya diri, disiplin, dan jangan meremehkan orang lain,” ujar Bintang.

Meskipun kuliah melalui program beasiswa karir Tzu Chi, Bintang tidak melupakan pesantren yang pernah membimbingnya selama tiga tahun itu. Ia juga akan mengabdikan dirinya di pesantren.

“Pengabdian di pondok, saya lebih sering ikut kegiatan baksos, bantu di sana. Pondok sendiri juga memiliki puskestren (pusat kesehatan pesantren) jadi saya bisa bantu,” ucapnya.

Hingga berada dalam kondisi saat ini telah membuat Bintang terus merasa bersyukur atas pencapaiannya. “Terima kasih banyak Tzu Chi. Dari sini saya bisa mengenal dunia kesehatan, saya mengenal dari pandangan kesehatan,” ungkapnya. Bahkan Bintang pun memiliki ingin terus mengabdikan ilmunya dengan bersumbangsih di dunia medis dan tetap semangat menjalaninya. “Tetap kembali ke niat awal dan selalu bersyukur,” tukasnya.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Menjawab Budi dengan Prestasi

Menjawab Budi dengan Prestasi

06 September 2017

Sebagai lulusan terbaik di Akper Husada, Agatha, seorang penerima program beasiswa karir Tzu Chi berkesempatan menyampaikan pidato sambutan saat wisuda tanggal 16 Agustus 2017. Rasa syukur ia ungkapkan kepada orang tua, insan Tzu Chi, dan sahabat yang telah mendukungnya.

 

Belajar dan Mengajar

Belajar dan Mengajar

26 September 2017

Pagi kuliah, dan sore mengajar. Inilah rutinitas Eddy Kurniawan, salah seorang penerima bantuan Tzu Chi salah seorang penerima beasiswa karier Tzu Chi. Eddy saat ini tengah menempuh Program Pascasarjana (S2) jurusan Fisika Medis di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat.

Menunaikan Wejangan Sang Ibu

Menunaikan Wejangan Sang Ibu

27 September 2017

Terhitung sejak tanggal 4 September 2017, Bintang mulai menerapkan ilmu yang diperolehnya selama tiga tahun belajar dunia medis. Kini ia telah menjadi seorang perawat.

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -