Menyalakan Kembali Semangat Cinta Kasih
Jurnalis : Felicite Angela Maria, Giok Chin Lie (He Qi Timur), Fotografer : Felicite Angela Maria, Giok Chin Lie (He Qi Timur)Relawan He Qi Timur mengadakan sosialisasi dan pembukaan kelas budi pekerti tahun ajaran 2017 yang sempat terhenti dua tahun. Wie Siong membuka sosialisasi dengan memaparkan tentang sejarah awal berdirinya Tzu Chi.
“Pendidikan yang utuh haruslah mengandung semangat cinta kasih, tahu rasa bersyukur dan sikap menghargai” Kata Perenungan Master Cheng Yen
Minggu kedua, 08 Januari 2017 merupakan kegiatan perdana tahun 2017 bagi komunitas relawan He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading, yakni sosialisasi sekaligus pembukaan kelas budi pekerti Tzu Chi. Bertempat di toko buku Jing Si, Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara sejak pukul 12.00 WIB sejumlah DAAI Mama (pendamping kelas budi pekerti) sudah mulai berdatangan, menyusun, menata ruang toko buku. Pada pukul 13.00 WIB acara sosialisasi pun dibuka dan dipandu langsung oleh Wakil Ketua Komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading Barat, Wie Sioeng.
Sosialisasi diawali oleh Wie Sioeng yang menjabarkan tentang sejarah awal Tzu Chi yang didirikan oleh seorang biksuni, Master Cheng Yen. Berawal pada tahun 1966 saat Master Cheng Yen mengunjungi balai pengobatan di wilayah Feng Lin, melihat bercak darah segar di lantai balai pengobatan itu. Dalam sesi pengenalan ini juga dijelaskan tentang tiga jalinan jodoh awal Master Cheng Yen, 30 ibu-ibu rumah tangga yang mengikuti ajarannya dan menyisihkan uang 50 sen NT sisa uang belanja sayur, hingga kisah terbentuknya program celengan bambi. Ini adalah cikal bakal terbentuknya Yayasan Buddha Tzu Chi 50 tahun lalu hingga sekarang sudah tersebar di 54 negara, termasuk negara-negara penerima bantuan Tzu Chi di Afrika Selatan, Mozambik, Zimbabwe. Tangan-tangan kebajikan Tzu Chi juga sudah menjangkau negara konflik seperti Turki dan Syriah.
Sementara itu Vivi Tjiptadihardja, penanggung jawab kelas budi pekerti menyampaikan tentang kelas budi pekerti itu sendiri. Filosofi dasar kelas budi pekerti Tzu Chi sebagai salah satu kegiatan Misi Pendidikan informal di luar jam belajar sekolah yang menitikberatkan pada pendidikan karakter dan budi pekerti. Kelas budi pekerti dari berbagai jenjang kelas, Qin Ji Ban (usia 5 – 8 tahun), Er Tong Ban (usia 8 – 12 tahun), dan Tzu Shao (remaja usia 13 – 16 tahun).
Kelas budi pekerti komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading sudah berjalan sejak tahun 2008. Saat itu namanya adalah kelas istana dongeng ceria yang meminjam salah satu ruangan di toko buku Jing Si, Mall Kelapa Gading. Pada tahun 2015, toko buku Jing Si mengalami renovasi perampingan tata ruangnya, maka selama dua tahun kelas budi pekerti Tzu Chi untuk wilayah Kelapa Gading dihentikan sementara. Kelas budi pekerti kembali dibuka pendaftaran lagi pada akhir minggu ketiga bulan November dan minggu akhir bulan Desember 2016 lalu setelah mendapatkan tempat baru di Mall of Indonesia, Kelapa Gading. Kelas budi pekerti yang dibuka kembali ini terdiri dari kelas Qin Ji Ban dan kelas Er Tong Ban saja. “Master Cheng Yen sangat concern terhadap anak-anak. Master sangat sayang kepada anak-anak. Anak-anak itu adalah bibit-bibit baru 小菩萨Xiǎo púsà ya” untuk generasi Tzu Chi selanjutnya, jadi itu sangat penting,” ujar Vivi Tjiptadihardja.
Para orang tua murid dengan antusias mengikuti sosialisasi ini untuk mendaftarkan anak mereka pada kelas budi pekerti Tzu Chi.
Pembukaan kelas budi pekerti ini mendapatkan respon positif dari para orang tua murid. Mereka merasa anak-anak perlu belajar budi pekerti Tzu Chi. Maka setelah mendengar dibukanya kembali kelas budi pekerti periode 2017 para orang tua antusias untuk mendaftarkan anak-anak mereka agar bisa mengikuti kelas lagi. “Sangat bagus, mereka semuanya datang antusias dengerin sosialisasi, karena kita adain sosialisasi ini bukan semata-mata untuk kelas anak-anak aja, kita juga mau orang tua ikut bergabung jadi barisan relawan Tzu Chi,” ujar Vivi. “Semoga apa yang DAAI Mama dan orang tua harapkan bisa berjalan dengan baik, masa depan anak-anak lebih baik lagi, terutama budi pekertinya,” ungkapnya. ia juga berharap baik Tzu Chi di kantor pusat maupun di daerah lain turut memperhatikan pendidikan budi pekerti anak dengan mengadakan kelas budi pekerti Tzu Chi.
Hal ini mendapatkan tanggapan positif dari orang tua murid, Yudi Rahmad (46 tahun) yang merasa bahwa pendidikan budi pekerti memiliki peranan penting bagi perkembangan anak. Ia yang tinggal di perumahan Gading Arcadia, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading datang bersama istrinya, Melida (44 tahun) untuk mendaftarkan buah hatinya, Felisa Amadea(11 tahun).
Vivi Tjiptadihardja (kanan) menyampaikan tentang kelas budi pekerti kepada para orang tua murid pada sosialisasi.
Yudi mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi sudah cukup lama dari internet dan Buletin Tzu Chi. Ketika mendengar informasi dari salah seorang orang tua teman anaknya yang sudah ikut kelas budi pekerti Tzu Chi periode sebelumnya, maka Yudi berniat mendaftarkan kedua anaknya untuk ikut kelas budi pekerti ini. Yudi sempat mencoba mencari informasi di internet tetapi tidak memperoleh informasi tersebut hingga akhirnya terlupakan. Tanpa sengaja, Yudi bertemu dengan temannya tersebut pada November 2016 lalu, ia pun diberitahu tentang informasi pendaftaran kelas budi pekerti Tzu Chi di Kelapa Gading tetapi kemungkinan sudah tutup.
Yudi berusaha mencari informasi kembali apakah anaknya masih memiliki kesempatan untuk mendaftarkan pada kelas budi pekerti tersebut. Yudi menghubungi salah satu DAAI Mama, Angela. Sepulang kerja jam 10 malam, Yudi pun menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan. Dua buah hatinya pun didaftarkan namun untuk kelas Tzu Shao sudah tutup, maka Yudi pun mendaftarkan satu anaknya. Yudi pun merasa senang bisa mendaftarkan putrinya menjadi bagian dari kelas budi pekerti pekerti Tzu Chi. “Kelas budi pekerti dari Yayasan Tzu Chi bagus untuk perkembangan anak-anak, buat perkembangan tingkah lak. Maka saya pikir ini bagus untuk kedepannya, untuk pertumbuhan anak, apalagi sekarang ini banyak pergaulan-pergaulan yang kalau kita tidak bisa pilah-pilah takutnya lolos dari perhatian kita,” ujar Yudi.
Usai pemutaran video dalam sosialisasi ini, Yudi pun merasa terkesan. “Jadi anak-anak kita diajarkan bagaimana merasakan sesuatu yang belum pernah mereka rasakan, seperti tadi dijelaskan bahwa ada orang yang tidak bisa melihat, jadi mereka diajarkan memiliki rasa empati, kalau kita tidak bisa melihat bagaimana caranya bertingkah laku, jadi bekal mereka untuk ikut berempati kepada setiap orang,” jelas yudi. “Ke depannya mungkin untuk pegangan anak saya di jalan yang benar, punya rasa cinta kasih kepada sesama, saling membantu,” ungkapnya berharap.
Artikel Terkait
Kelas Tzu Shao: Temukan Dopamin Alami Tanpa Gadget!
01 November 2024Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan kelas Tzu Shao gadget free di Pantai. Tujuannya untuk menghadirkan dopamin jangka panjang, bukan dari scrolling media sosial, melainkan dari kebersamaan dan permainan seru di alam.