Menyederhanakan Kehidupan Melalui Pola Asuh Berkesadaran

Jurnalis : Irawati Muljadi, Yumin Tati (He Qi Barat 2), Fotografer : Teddy Lianto, Yumin Tati, (He Qi Barat 1), Agus DS (He Qi Barat 2)

Irawati Muljadi selaku moderator membuka Parenting Class yang mengusung topik “Menyederhanakan Kehidupan Melalui Pola Asuh Berkesadaran”.

“Kondisi masyarakat tergantung pada pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga bersumber pada pembinaan diri dari setiap individunya.”
Kata Perenungan Master Cheng Yen

Kelas Budi Pekerti atau 親子班 (qīnzǐbān) merupakan salah satu perwujudan dari misi pendidikan Tzu Chi untuk memelihara dan menumbuhkan anak-anak menjadi dewasa melalui pendidikan yang dipenuhi dengan cinta. Secara harfiah, 親子 (qīnzǐ) sendiri berarti orang tua dan anak, sehingga Kelas Budi Pekerti ditujukan bagi orang tua dan anak.

Pada pertemuan keempat dari tahun ajaran 2023/2024, komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Barat 1 dan Barat 2 mengadakan Kelas Orang Tua yang mengusung topik “Menyederhanakan Kehidupan Melalui Pola Asuh Berkesadaran” bagi orang tua dari 44 peserta kelas Budi Pekerti yang hadir pada hari Minggu, 12 November 2023, bertempat di gedung Sekolah Cinta Kasih, Cengkareng, Jakarta Barat.

Kelas Orang Tua yang berlangsung selama 1,5 jam ini dibawakan dengan apik dan menarik oleh Andrias Wijaya, S.Th., M.A., M.Phil., yang berprofesi sebagai School Counselor di Early Childhood Tzu Chi School. Pada awal sesi, pembicara dan para peserta sepakat bahwa tujuan hidup berkeluarga adalah agar seluruh anggota keluarganya merasa bahagia.

Andrias Wijaya yang merupakan School Counselor di Early Childhood Tzu Chi School berinteraksi dengan peserta kelas.

Dalam kesempatan ini, Andrias Wijaya memperkenalkan konsep Conscious Parenting atau Pola Asuh Berkesadaran, yang diawali dengan terhubungnya orang tua dengan diri mereka sendiri, menyembuhkan diri mereka sendiri terlebih dahulu, dan memutus tali luka dari generasi sebelumnya, agar siap dan bisa benar-benar terhubung dengan anak dari segi emosi secara positif. Selain itu, orang tua perlu memahami perannya untuk menjadikan anak sebagai diri anak sepenuhnya.

Dalam proses komunikasi antara orang tua dan anak, orang tua diharapkan bisa membangun komunikasi empati, mendengarkan dengan aktif, dan menyampaikan ‘I’ Message (pesan ‘saya’). Andrias Wijaya juga menjelaskan sekilas tentang pendekatan Simplicity Parenting yang menekankan pada kehidupan keluarga yang lebih sederhana agar anak dapat tumbuh dengan baik, sehat, dan bahagia.

Dalam sesi tanya jawab, Kevin, salah seorang peserta menanyakan apakah berarti orang tua harus healing dulu? Andrias Wijaya menegaskan pemahaman Kevin bahwa memang benar, orang tua harus menyembuhkan diri dari kelelahan, kemarahan, dan emosi negatif lainnya terlebih dahulu agar benar-benar siap menjadi orang tua. Ada banyak cara healing seperti meditasi, hiking, bergabung dalam klub, memperbaiki kendaraan, atau sekadar sharing dengan pasangan.

Para peserta Kelas Orang Tua berfoto bersama Andrias Wijaya pada akhir kegiatan.

Peserta lainnya, Wei Wei, menyampaikan keprihatinannya terhadap rutinitas anaknya yang relatif panjang untuk rentang usia murid sekolah dasar, sehingga menguras waktu dan tenaga anak sampai tidak punya waktu yang memadai untuk bermain dan beristirahat. Andrias Wijaya mengingatkan kembali orang tua untuk memahami apakah rutinitas itu merupakan keinginan orang tua atau anak, dan timbul dari kekhawatiran/ketakutan orang tua atau anak? Seorang anak perlu waktu untuk bertumbuh dengan dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat memaksimalkan potensinya.

Menjelang akhir acara, Rockendy, hadirin lainnya menanyakan tentang apakah kegiatan olahraga atau fisik masih dianggap sesuai bagi tumbuh kembang anak. Menurut Andrias Wijaya, berbagai kegiatan aktifitas fisik dan kegiatan sosial memang disarankan, dengan proses pembuatan keputusan yang melibatkan anak melalui negosiasi dan dialog, sehingga tidak ditentukan sepihak oleh orang tua.

Setelah menghadiri kelas orang tua ini, para peserta diharapkan dapat membedakan unconscious parenting dan conscious parenting, juga pola asuh tradisional/klasik dan pola asuh berkesadaran, berusaha menjalin komunikasi empati dengan anak, serta menerapkan pendekatan yang lebih sederhana dalam kehidupan keluarga, untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bahagia bagi anak-anak agar bisa tumbuh dengan baik.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Membentuk Karakter yang Baik Dengan Pendidikan Budi Pekerti

Membentuk Karakter yang Baik Dengan Pendidikan Budi Pekerti

21 November 2019

Di Tahun 2019, Kelas Budi Pekerti Qin Zi Ban sudah memasuki tahun ke 14, dan Kelas Pendewasaan Tzu Shao Ban memasuki usia ke 11. Tentunya perjalanan panjang khususnya pendidikan Budi Pekerti bagi para murid, banyak memberikan perubahan dalam pembentukan karakter anak yang lebih baik.

Memupuk Welas Asih Pada Anak

Memupuk Welas Asih Pada Anak

23 Oktober 2014

Minggu, 19 Oktober 2014 kelas budi pekerti kembali dilaksanakan. Meskipun cuaca mendung, namun para siswa pun tetap bersemangat mengikuti kegiatan. Semangat inilah yang menunjukkan bahwa mereka ingin belajar dan memahami Dharma untuk dipraktikkan dalam perilaku sehari-hari.

Menanamkan Nilai-nilai Luhur Sejak Dini

Menanamkan Nilai-nilai Luhur Sejak Dini

01 Oktober 2015

Sebanyak 18 anak mengikuti Kelas Budi Pekerti Tzu Chi pada Minggu, 20 September 2015 di Mal Ciputra Seraya, Pekanbaru . Tema kali ini adalah “Menjadi Bodhisatwa”. Anak-anak diajarkan untuk berpikir dengan niat yang baik, bertutur kata yang baik, dan melakukan perbuatan baik yang juga ditampilkan melalui pementasan drama.

Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -