Menyelamatkan Vita (Bag I)

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto, Widarsono (He Qi Utara), Yang Pit Lu (He Qi Utara)
 
 

fotoVita bersama ayahnya di ruang tunggu Rumah Sakit PGI Cikini. Kehadiran relawan Tzu Chi yang rutin menjenguknya membuat semangatnya terus menyala dan tak patah dalam keputusasaan.

Pagi itu, di penghujung bulan Desember 2009. Vita Vera Winarti baru saja selesai menyuapi Marselo putra keduanya yang baru berusia 9 bulan. Selesai memberikan makan, Vita menuju kamarnya yang terletak di lantai atas sebuah indekos di daerah Angke, Jakarta Barat. Belum Vita tiba di kamar, tiba-tiba ia sudah kehilangan kendali. Tubuhnya mendadak lemas dan Vita pun tersungkur di lantai tanpa sadarkan diri. Beberapa teman kosnya yang menyaksikan kejadian itu, langsung menghampiri Vita yang sudah pucat pasi dengan bola mata yang menjuling ke atas.

Salah satu temannya kontan menghubungi Ferry Lie, suami Vita yang tengah bekerja untuk segera pulang. Kemudian ia melanjutkan usaha pertolongannya dengan mendatangi rumah orangtua Vita yang letaknya tidak seberapa jauh dari indekos. Mendengar kabar buruk ini, Lo Wie Kin secepat mungkin menjemput Vita. Sebagai seorang ayah, perasaan Lo Wie Kin langsung hancur begitu mendapati putrinya tak sadarkan diri.  Naluri memerintahkannya untuk membawa Vita ke rumah sakit yang bisa diandalkan secara medis. Berhubung Vita sedang hamil 7 bulan, Wie Kin bersama Ferry memutuskan untuk membawa Vita ke rumah sakit bersalin swasta di daerah pluit dan langsung masuk dalam ruang Intensive  Care Unit (ICU).

Hasil rekam medis menandakan bahwa ada masalah pada tekanan darah Vita. Tekanannya begitu tinggi hingga mencapai 230/170. Terlebih untuk wanita seusia Vita yang baru berumur 23 tahun.

Dokter juga menerangkan kepada Lo Wie Kin, kalau kehamilan Vita yang telah memasuki usia 7 bulan tidak dapat diselamatkan. Janin itu telah meninggal di dalam rahim karena kekurangan oksigen dan akibat tingginya tekanan darah. Menurut dokter, satu-satunya yang masih memiliki harapan adalah menyelamatkan nyawa Vita. “Janinnya tidak bisa diselamatkan, tetapi nyawa ibunya masih mempunyai harapan,” kata salah seorang dokter. “Ya apa boleh buat dok. Lakukan yang terbaik, usahakan jangan melalui sesar lahirkan dengan cara yang normal,” pesan Wie Kin.

Berdasarkan amanat ini, maka dokter memutuskan untuk memberikan suntikan epidural (suntikan untuk mengurangi rasa sakit saat melahirkan) guna mempermudah persalinan. Setelah itu dokter langsung menyarankan agar Vita segera dibawa ke salah satu rumah sakit lain di Pluit yang memiliki peralatan lebih lengkap.

 

foto  foto

Ket : - Melihat Vita, Ayen selalu teringat pada anaknya yang 2 tahun lebih muda. Karenanya ia memerhatikan             Vita bagaikan anaknya sendiri. (kiri)
       - Marselo adalah satu-satunya anak yang diasuh Vita. Sedangkan putra pertamanya, Yosua sejak bayi             diasuh oleh orangtua Ferry, semua itu dilakukan karena keterdesakan ekonomi. (kanan)

Dengan menggunakan mobil ambulans, Vita pun dibawa menuju rumah sakit rujukan. Saat itu Vita masih dalam keadaan tak sadarkan diri, dokter bersama tim medis di rumah sakit rujukan berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan janin yang dikandung Vita. Dalam pertaruhan antara hidup dan mati, akhirnya bayi perempuan itu lahir dalam keadaan biru tak bernyawa. “Bila keadaan tidak demikian gawat, Vita seharusnya memiliki bayi perempuan yang cantik,” kata Lo Wie Kin menyesal.

Ada sedikit perasaan lega di benak Wie Kin. Karena satu langkah menyelamatkan nyawa putrinya telah dilalui. Namun ketenangan itu segera berubah menjadi ketakutan ketika tubuh Vita berubah menjadi bengkak dan sulit untuk bernafas. Vita terlihat berjuang untuk tetap hidup. Maka untuk membantu pernafasannya dokter secepat mungkin memasangkan alat bantu pernafasan. Alat ini dihubungkan langsung ke paru-paru Vita melalui rongga mulut. Semakin lama tubuh Vita pun semakin membesar. Penyebabnya adalah pecahnya seluruh pembuluh darah di tubuh Vita. Dan kurang berfungsinya ginjal karena keracunan.

Malam itu, 21 Desember 2009 adalah malam petaka bagi Wie Kin. Sepanjang malam ia merisaukan putrinya yang berada di ruangan ICU. Setiap kali bel berbunyi dari ruang ICU yang menandakan panggilan bagi keluarga pasien, jantung Wie Kin seakan berhenti berdetak. Bel itu bagaikan suara menakutkan yang membuatnya berjaga semalaman suntuk.

foto  foto

Ket : - Vita saat berada di ruang pemulihan. Ia merasa bersyukur karena tubuhnya kembali pulih hanya             dengan satu kali cuci darah. (kiri)
       - Rumah mungil yang berada di tengah gang ini rencananya akan dijual oleh Lo Wie Kin untuk membiayai             pengobatan Vita. (kanan)

Pernikahan Dini
Vita adalah anak ke 7 dari 8 bersaudara. Ia adalah putri terakhir dari pasangan Lo Wie Kin dengan Go Wun Nio. Sejak tamat sekolah menengah atas ia sudah bekerja sebagai pegawai administrasi pada salah toko penjual komputer di Harco Glodok, Jakarta.

Ayahnya, Lo Wie Kin hanya bekerja secara serabutan sebagai penarik ojek atau teknisi listrik rumahan yang bekerja bila ada yang membutuhkan. Sebelumnya Wie Kin pernah bekerja sebagai pengawas pada sebuah pabrik kaca mata di daerah Cikupa, Banten. Ketika Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998, dan akibat mulai masuknya pruduk-produk luar negeri dengan harga murah, perusahaan tempat Wie Kin bekerja terpaksa melakukan pengurangan karyawan. Wie Kin menjadi salah satu karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Sejak saat itulah, Wei Kin mulai mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja serabutan. Kendati demikian ia mampu menyekolahkan dan membesarkan ke 8 anaknya hingga dewasa dan mandiri.

Seiring perkembangan zaman, Vita yang saat itu berusia 19 tahun mulai tertarik dengan dunia internet. Layaknya remaja yang lain, Vita sering mendatangi warung internet (warnet) sekadar untuk berkomunikasi dengan teman-teman atau menjumpai teman-teman baru di dunia maya. Dari seringnya mengunjungi warnet lama-kelamaan Vita berkenalan dengan Ferry Lie, remaja lain yang juga keranjingan dunia maya. Ketika itu, Ferry baru berusia 17 tahun dan telah bekerja sebagai pegawai berpenghasilan minim di perusahaan pencari tenaga kerja milik saudaranya. Dari kesamaan hobi inilah, jalinan cinta mereka terbangun hingga akhirnya mereka menikah di usia yang masih sangat belia.

Pernikahan belia ini membuat Vita rentan dalam menjalani kehamilan. Putra pertamanya, Yosua lahir tepat saat memasuki bulan ke 9. Sedangkan Marselo putra keduanya, lahir secara prematur di bulan ke 7. “Ia melahir tidak pernah sampai 9 bulan,” kata Wie Kin.

Berselang tiga bulan sesudah kelahiran Marselo, tanpa diduga Vita kembali mengandung untuk yang ketiga kalinya. Pada kehamilan inilah, kondisi tubuh Vita menjadi semakin memburuk, hingga akhir tahun yang indah itu harus dilalui dengan kelabu di rumah sakit.

Bersambung

  
 
 

Artikel Terkait

Berbagi Hati, Berbagi Rasa

Berbagi Hati, Berbagi Rasa

10 Maret 2010
Banyak relawan yang terharu menyaksikan ceramah Master Cheng Yen  tersebut, salah satunya adalah Sylvia, salah satu komite. Sylvia bercerita bahwa itu adalah ceramah Master Cheng Yen yang disampaikan saat ia dalam proses pelatihan untuk dilantik menjadi komite.
Bantuan Sumur Bor untuk Pesantren Daarul Maarif

Bantuan Sumur Bor untuk Pesantren Daarul Maarif

31 Mei 2023

Komunitas Relawan APP Sinar Mas dari PT Konverta Mitra Abadi (KMA) Lampung menambah suplai air bersih di Pondok Pesantren Daarul Maarif, Desa Banjar Negeri, Kec. Natar, Lampung Selatan. Bantuan diberikan pada Selasa (16/5/23).

Bantuan Tanggap Darurat Tzu Chi untuk Korban Angin Puting Beliung

Bantuan Tanggap Darurat Tzu Chi untuk Korban Angin Puting Beliung

01 Maret 2024

Relawan Tzu Chi memberikan bantuan tanggap darurat bagi 24 rumah korban puting beliung di Dusun Mangunarga, Kampung Situbuntu dan Dusun Bojong Bolang, Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -