Menyelamatkan Vita (Bag II)
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto, Widarsono (He Qi Utara), Yang Pit Lu (He Qi Utara)Ayen sempat tidak mengenali Vita ketika ia menjenguk di ruang ICU. Tubuh Vita begitu besar dan berbeda dengan foto yang Ayen terima dari Lo Wie Kin. Karenanya hati Ayen langsung miris melihat keadaan Vita. |
| ||
Keinginan untuk melihat Vita sembuh jauh lebih besar dari keinginan apa pun yang dimiliki Wie Kin. Melihat terbatasnya dana untuk membiayai perawatan dan menebus obat-obatan, Wei Kin berencana akan menjual sepetak rumah mungilnya di gang Siaga, Kecamatan Angke, Jakarta Barat. Secercah harapan muncul ketika salah seorang temannya menyarankan agar Wie Kin mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Maka pada hari itu juga, ia mendatangi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk bertemu dengan relawan Tzu Chi. Berhubung hari itu adalah tanggal 24 Desember saat dimulainya liburan akhir tahun, Wie Kin tidak menemukan siapa pun di sana. Maka ia langsung berinisiatif mendatangi kantor Yayasan Tzu Chi yang berada di Mangga dua, Jakarta Utara. Sekitar pukul 14.00 Wib, Wie Kin tiba di kantor Yayasan Tzu Chi dan langsung bertemu dengan Ng Jan Njoek, relawan Tzu Chi yang biasa disapa Ayen. Begitu bertemu, Ayen lantas bertanya kepada Wie Kin, “Pak ada masalah apa?” “Anak saya masuk rumah sakit di ruang ICU. Kedatangan saya ke sini ingin minta bantuan pengobatan,” jawab Wie Kin. “Memang anaknya sakit apa?” Ayen kembali bertanya. “Ia sakit hipertensi waktu hamil. Jadi bayinya meninggal di dalam,” kata Wie Kin. Setelah mengisi formulir dan melampirkan syarat-syarat yang dibutuhkan, Wie Kin segera beranjak pulang. Sorenya, sekitar pukul 17.00 Wib, Ayen bersama Yang Pit Lu sudah tiba di rumah Wie Kin untuk melakukan survei. Melihat kedatangan relawan Tzu Chi yang begitu cepat, tatapan Wie Kin langsung berbinar-binar. Ia tak menyangka kalau relawan Tzu Chi tiba dengan cepat setelah permohonan diajukan. Malamnya, Ayen dan Yang Pit Lu kembali menemui Wie Kin di rumah sakit untuk melihat keadaan Vita. Ketika Ayen menjenguk Vita di ruang ICU, hatinya langsung luruh melihat Vita yang terlelap dalam ketidaksadaran. Sebuah selang infus terpasang pada lengan sebelah kirinya dan sebuah selang lagi tertanam di antara ruas pahanya. Dengkuran nafasnya pun terasa karena sebuah selang plastik berukuran ½ inci terpasang di rongga mulutnya yang terhubung langsung ke mesin pernafasan. Pecahnya pembuluh darah menyebabkan tubuh Vita menjadi bengkak, bagaikan kepompong yang setengah kali lebih besar dari ukuran normal. Di dalam hati Ayen kembali menangis. Lirih melihat Vita yang berjuang keras mempertahankan hidup di tengah keterbatasan dirinya. Maka pada malam itu juga Ayen segera menebus obat yang tidak sanggup dibeli oleh Wie Kin. Esok harinya Ayen kembali datang ke rumah sakit dan bertemu dengan dokter spesialis yang menangani Vita. Dokter itu mengatakan, selain tekanan darah yang tinggi ginjalnya Vita juga dalam kondisi kurang baik karena mengandung banyak kreatinin (zat racun dalam darah). Tim dokter berusaha menurunkan kadar racun dan tekanan darahnya secara perlahan-lahan melalui obat-obatan.
Ket : - Lo Wie Kin adalah gambaran ayah yang sangat mengasihi putrinya. Ia rela menjual rumahnya bila biaya pengobatan Vita tak kunjung ia dapatkan. (kiri) Hari berikutnya, tekanan darah Vita sudah menunjukkan penurunan. Hampir setiap hari Ayen dan Yang Pit Lu menjenguk Vita. Mereka selalu menebus obat yang diberikan oleh dokter. Namun, memasuki minggu kedua perkembangan fisik Vita belum memberikan hasil yang mengembirakan. Ia masih tetap dalam keadaan koma di ruang ICU. Melihat kondisi seperti itu, hati Ayen semakin gelisah dan diliputi segala kekhawatiran akan keselamatan nyawa Vita. Bagaikan sembilu yang menikam hati. Perasaan Ayen terkungkung dalam kerisauan mengawasi Vita yang hidup dalam ketidakpastian. Maka dalam kecemasannya, Ayen bergegas menemui dokter kepala lalu bertanya, “Dok, perkembangan Vita kelihatan agak lambat. Apa ia masih memiliki harapan?” “Racunnya sudah kelewat tinggi, hanya ada dua kemungkinan. Vita seumur hidup harus cuci darah atau hanya sekali cuci darah. Ini semua serba tidak pasti,” ucap dokter. Bagaikan sebuah pertaruhan, hati Ayen kembali berguncang menimbang sebuah keputusan yang harus diambil secara bijaksana. Sebelumnya Ayen telah banyak menangani pasien penerima bantuan Tzu Chi. Namun, mendampingi pasien yang dirawat di ruang ICU adalah pengalaman pertama baginya. “Lebih sulit dari menangani pasien sebelumnya, karena di kasus ini dibutuhkan tidak hanya rasa kasihan tetapi juga kebijaksanaan,” kata Ayen. Hidup Lebih Bermakna Begitu bergabung menjadi relawan, Ayen terus aktif di berbagai kegiatan Tzu Chi mulai dari baksos, kunjungan kasih, sampai sosialisasi Tzu Chi. Selain itu, Ayen juga konsisten menjalankan pemilahan sampah daur ulang di rumahnya. Tidak hanya sampai di situ. Ayen juga tak segan-segan mengumpulkan sampah-sampah plastik yang ia temukan di tepi jalan. Melalui kegiatan-kegiatan Tzu Chi inilah, Ayen merasa dirinya mengalami banyak perubahan baik secara emosi maupun perilaku. Maka ketika melihat Vita tak kunjung sembuh, hati Ayen tak pernah berhenti merisaukan Vita.
Ket : - Selama kesehatan Vita belum benar-benar prima. Marselo lebih sering diasuh oleh ibunya, Go Wun Nio.(kiri) Setelah melalui perundingan yang matang, akhirnya Tzu Chi memutuskan untuk membantu biaya cuci darah Vita. Menyadari di rumah sakit itu tidak memiliki peralatan yang lengkap untuk proses cuci darah, Yang Pit Lu bersama Ayen langsung berkeliling Jakarta untuk mencari rumah sakit yang memiliki alat pencuci darah dan ruang yang kosong untuk menampung pasien baru. Setelah seharian mencari, akhirnya Yang Pit Lu dan Ayen menemukan Rumah Sakit PGI Cikini yang memiliki fasilitas cuci darah dan ruang yang kosong. Tetapi Vita harus masuk di rumah sakit itu secepatnya. Secepat pesawat melesat, Yang Pit Lu bersama Ayen segera menjemput Vita dan membawanya dengan ambulans ke rumah sakit yang baru pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2010. Setiba di Rumah Sakit PGI Cikini, Vita langsung dikondisikan untuk menjalani cuci darah. Esoknya, proses cuci darah itu mulai dilaksanakan dan tak berapa lama kemudian kondisi Vita berangsur-angsur mulai membaik. Di hari kelima, tubuh Vita sudah kembali ke ukuran normal dan siuman dari mimpi buruknya yang panjang. Sesaat setelah siuman, Vita baru menyadari kalau dirinya telah berada di rumah sakit. Ia pun baru mengetahui kalau Ayen dan Yang Pit Lu, adalah orang yang paling berjasa dalam mengusahakan pertolongan baginya. Selama Vita di ruang pemulihan, Ayen dan Yang Pit Lu rutin mengunjungi Vita sekadar untuk menghibur atau memberi semangat kepadanya. Amir yang bukan berasal dari keluarga berpunya ini sekarang telah bersumbangsih kepada sesama melalui celengan bambu. Putrinya pun yang bernama Ernawati giat mengajar di Sekolah Minggu – sekolah terbuka di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Kasih yang diberikan oleh relawan Tzu Chi telah menumbuhkan benih cinta kasih di keluarga Amir. Tidak hanya sebagai penerima bantuan, keluarga Amir kini telah beralih sebagi keluarga yang tahu berucap syukur dengan giat membantu sesama. Ketika Ayen selesai menuturkan kisah keluarga Amir, Vita lagsung tersentuh dan berkata kepada Ayen agar dibawakan sebuah celengan bambu untuknya. Mendengar demikian hati Ayen langsung berseri-seri. Setelah satu bulan menjalani perawatan di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan Vita untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga. Tanggal 6 Februari 2010 adalah pertama kalinya Vita melihat lebih dekat budaya Tzu Chi. Pada perayaan akhir tahun itu, Vita dan suaminya Ferry, hadir sebagai peserta dan langsung terpesona dengan kehangatan para relawan Tzu Chi, serta acaranya yang memukau. Kini dua bulan telah berlalu dan Vita juga telah kembali menjalani kehidupan seperti sediakala, menjadi ibu rumah tangga. Berkumpul kembali bersama ayah, ibunya, dan menimang Marselo adalah suatu anugerah yang terindah setelah masa kritis yang pernah ia lalui. Bagaikan memeluk bumi dan terbang ke angkasa, Vita merasakan semua ini sebagai jalinan jodoh yang baik hingga mempertemukannya dengan Tzu Chi. “Kalau tidak ada Yayasan Buddha Tzu Chi mungkin saya sudah tak tertolong,” terang Vita. Tersentuh oleh ketulusan hati para relawan Tzu Chi dan terinspirasi oleh banyak kisah keluarga pasien, Vita lantas bertekad akan giat menyisihkan sebagian uangnya untuk disalurkan ke Tzu Chi. “Relawan Tzu Chi selalu mendukung saya dan memberi saya semangat agar tidak patah hati. Shijie Ayen juga banyak mengajari saya agar banyak berbuat baik, jadi saya ingin berbuat baik,” ujarnya haru. Selesai | |||
Artikel Terkait
Merajut Kebersamaan Lintas Iman Melalui Pergelaran Seni
30 Oktober 2017Musikalisasi puisi sufi yang ditampilkan seniman Dewo featuring Wanitra menghentak kesadaran ratusan tamu yang memadati International Hall, Tzu Chi Center Jakarta, Minggu 29 Oktober 2017. Tujuh seniman dari perwakilan Agama Islam ini membacakan puisi sastrawan W.S. Rendra yang berjudul Doa Untuk Anak Cucuku.
Mendorong Semangat Lewat Gerobak Cinta Kasih
24 September 2019Tzu Chi memberikan bantuan peminjaman gerobak Mi DAAI kepada warga yang membutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan berdagang. Setelah beberapa bulan menggunakan gerobak DAAI untuk berdagang, beberapa penerima bantuan mulai meningkat kondisi ekonomi dan kualitas hidupnya.