Menyelami Makna Sutra Budi Luhur Orang Tua yang Sulit Dibalas

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Juliana Santy, Henry Tando, Agus Darmawan (He Qi Barat), Feranika Husodo, Rico, Elysa (He Qi Utara), Teddy Lianto

Owen (kanan), salah satu penyelam Dharma berperan di bagian Gui Yang Tu dan kesalahan anak (peran anak yang malu dengan peran orang tua yang menjadi tukang sapu) pada pementasan drama musical Sedalam Kasih Ibu Seluas Budi Ayah.

Bagi Tzu Chi, bulan Mei merupakan bulan penuh berkah karena dalam bulan ini memperingati tiga hari besar: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Dalam rangka memperingati hari Ibu Internasional, muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) menampilkan sebuah drama musikal isyarat tangan Sutra Bakti Seorang Anak untuk menginspirasi orang lain terutama tentang orang tua. Pementasan yang bertajuk “Sedalam Kasih Ibu, Seluas Budi Ayah” diadakan pada Minggu, 24 Mei 2015 di Aula Jing Si Lantai 4, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Selain di Jakarta, pementasan serupa secara bersamaan diadakan di 4 kota kantor penghubung Tzu Chi, diantaranya: Jakarta dan Tangerang, Batam, Medan, dan Bandung.

“Kita melakukan serentak (pementasan) karena kita ingin bersatu hati melakukan sesuatu di beberapa daerah,” ujar Fransisca Tan, koordinator acara. Sebanyak 226 penyelam Dharma yang terdiri dari 72 relawan Tzu Ching dan 154 peserta umum telah memukau para tamu undangan. “Kita mengajak mereka (peserta umum) karena kita pengen mengajak lebih banyak lagi para Bodhisatwa bergabung bersama kita,” tuturnya.

Lebih kurang 1.500 tamu undangan memenuhi Aula Jing Si Lantai 4 untuk menyaksikan pementasan ini terharu dan tak sedikit dari mereka yang meneteskan air mata.

Pementasan yang diadaptasi dari Sutra Bakti Seorang Anak yang diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah di Jakarta dan Tangerang tentu tidak mudah untuk mengkoordinir mereka, sehingga selama proses latihan diserahkan kepada komunitas Tzu Ching di masing-masing wilayah. Kegiatan ini pun dipersiapkan selama 8 bulan mulai dari proses pembentukan panitia hingga proses latihan. Dengan adanya pementasan ini, Fransisca berharap para peserta bisa turut bersumbangsih bersama Tzu Ching. “Setelah ada (pementasan) Sutra Bakti Seorang Anak ini, teman-teman baru yang ikut tidak berhenti di sini tapi bisa ikut kegiatan kita (Tzu Ching) nantinya dan bisa lebih aktif lagi untuk melakukan kebajikan,” tukasnya.

“Jangan Buang Waktu untuk Tidak Berbakti”

Salah satu penyelam Dharma yang berperan di bagian Gui Yang Tu dan kesalahan anak (peran anak yang malu dengan peran orang tua yang menjadi tukang sapu) memberikan kesan tersendiri dari peran tersebut. “Waktu disuruh pilih peran, aku merasa peran itu ada menyentil jiwa saya,” aku Owen. Ia sering merasa malu dengan kondisi ayahnya yang bekerja sebagai penjual pisang yang selalu menjemputnya sepulang sekolah dengan motor penuh kardus pisang, sehingga ia pun harus duduk berhimpitan dengan kardus tersebut. “Teman sih nggak ngejek, tapi aku jadi merasa malu dan kecil hati. Makanya aku pilih peran ini juga mau menebus kesalahan. Harusnya kita bangga dengan orang tua bukan merasa malu,” kisah Owen. “Mungkin pekerjaannya tidak seberapa yang nggak bisa kasih kemewahan, tapi cinta kasihnya melebihi kemewahan duniawi,” lanjutnya.

Fransisca Tan (empat dari kanan depan) selain menjadi koordinator acara, ia juga turut berperan dalam kegiatan Sutra Bakti Seorang Anak pada Minggu, 24 Mei 2015.

Tidak hanya rasa malu yang dirasakan Owen, tapi kondisi ini juga memengaruhinya sehingga ia menjadi anak yang kurang berbakti kepada orang tua. Ketika ayahnya meninggal diusianya yang masih remaja, ia baru merasakan kehilangan sosok ayah. “Papa meninggal karena penyakit. Dari situ saya sadar bahwa papa sangat sayang, di mana kalau saya waktu kecil papa mama merawat saya, ketika (saya) sakit mereka peduli tapi waktu papa sakit mungkin saya kurang perhatian sama papa, saya sering main sama teman,” ujar pria asal Medan ini. Sejak ayahnya meninggal, ibunya lah yang menggantikan posisi ayahnya menjadi tulang punggung keluarga, melanjutkan pekerjaan ayahnya menjadi penjual pisang. Hingga suatu saat mamanya sakit keras. Owen pun selalu mengantarkan ibunya melakukan pengobatan di rumah sakit, karena seringnya mengantar ibunya periksa ke dokter, ia pun harus meminta ijin kantornya. Ini pun ia lakukan secara bergantian dengan adiknya.

Hingga memasuki tahun kedua pengobatan, Owen sudah mulai merasa bosan jika setiap kali harus mengantar ibunya dan meminta ijin dari tempat kerjanya. Ia pun saling melempar tanggung jawab dengan adiknya. Melihat hal ini, ibunya mengatakan kepada anaknya untuk tidak mengantarnya berobat lagi. “Saat itu lah saya merasa terbebas dari seorang anak mengantar mama ke rumah sakit,” katanya dalam sharing. Penyakit yang tidak diobati tentu tidak akan sembuh dengan sendirinya, demikian juga penyakit yang diderita ibu Owen, makin hari makin memburuk. Disaat kondisi kesehatan ibunya yang semakin parah, Owen pun mencari rumah sakit yang bisa menanganinya. Namun, ketika hendak dirujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih memadai, ibunya pun tidak tertolong saat di perjalanan. “Saya merasa sedih karena saya belum melakukan apa-apa, mama sudah meninggal. Dulu saya tidak berbakti,” ungkapnya terbata-bata.

Chia Wen Yu memberikan apresiasi yang besar terhadap Tzu Ching karena dalam mementaskan drama musikal ini, semuanya mereka persiapkan secara mandiri.

Penyesalan memang selalu datang terlambat, Owen pun hanya bisa mendoakan kedua orang tuanya yang kini sudah meninggalkan dirinya dan adiknya. Ia pun berpesan kepada teman-temannya agar selalu berbakti terhadap orang tua. “Saya mau teman-teman semua jangan buang-buang waktu untuk tidak berbakti, bakti sangat penting,” ujarnya. “Jadi kalau masih ada orang tua, bisa berbakti sekarang. Jangan tunggu sampai ada uang. Berbakti bukan dengan uang tapi bisa dengan memberikan perhatian atau menjaga orang tua,” imbuh Owen. Ia pun mengatakan jika memang sudah tidak memiliki orang tua bukan berarti tidak bisa menunjukkan rasa bakti, namun bisa melakukannya dengan cara lain dengan mengunjungi dan memberikan perhatian kepada opa dan oma yang ada di panti jompo dan sebagainya.

Dihadapan kurang lebih 1.500 tamu undangan, Owen mengaku bahwa dalam waktu yang belum lama ini ia mengetahui bahwa orang tua yang merawatnya selama ini ternyata bukan orang tua kandung. “Belakangan ini tahu bahwa saya bukan anak mereka yang asli. Yang bukan orang tua kandung pun sangat perhatian ke saya, tapi saya tidak bisa menjalankan tugas sebagai anak kepada mereka,” ucapnya haru. Ia pun ingin menunjukkan balas budinya kepada orang tua dengan menjadi anak yang benar agar tidak salah pergaulan. “Semoga mama dan papa terlahir di alam bahagia, sekarang semoga saya menjadi anak yang baik dan tidak menyia-nyiakan kehidupan,” ucapnya penuh doa.

Melalui pementasan sutra bakti seorang anak ini Owen juga merasakan ada perubahan dalam dirinya lebih peduli dan perhatian kepada teman-temannya. Ia pun berharap kepada penonton yang hadir bisa menyelami makna dari drama musikal ini agar tidak terlambat untuk berbakti kepada orang tua, peduli dengan mereka.

Sebanyak 226 penyelam Dharma yang terdiri dari Tzu Ching dan peserta umum yang secara bersama-sama dan bersatu hati memberikan penampilan yang terbaik mereka.

Sebagai Refleksi Diri

Pementasan ini memberikan kebahagiaan bagi orang tua yang menyaksikan putra putrinya  menjadi salah satu penyelam Dharma Sutra Bakti Seorang Anak ini. Selain itu, juga timbul rasa haru karena kisahnya yang begitu mengena ke dalam hati. Tidak sedikit tamu undangan yang hadir berkaca-kaca bahkan menumpahkan air mata mereka, salah satunya Lilyana The. Ia datang bersama empat keluarganya untuk menyaksikan penampilan putri sulungnya, Nadya Wijaya yang menjadi salah satu penyelam Dharma.

“Jadi teringat orang tua lagi nih, jadi merasa anak ingat orang tua dan orang tua ingat orang tua lagi. Terharu banget, saya sampai nangis. Di dalam cerita itu ada sesi yang sangat menyentuh bahwa orang tua biarpun usianya sudah 100 tahun tapi tetap memikirkan anak, saya jadi ingat orang tua sendiri yang sudah lama tiada,” ungkap Lilyana usai pementasan. Baginya kegiatan seperti ini sangat penting bagi anak-anak muda jaman sekarang untuk berbakti kepada orang tua.

Lilyana dan putri sulungnya, Nadya (kanan) foto bersama keluarga yang hadir usai menyaksikan pementasan ini. Mereka nampak sangat bersukacita karena kisah drama musikal tersebut begitu mengena ke dalam hati.

Lilyana sangat mendukung putrinya yang ikut kegiatan Tzu Ching seperti ini, terlebih lagi ia menilai bahwa Master Cheng Yen mengajarkan kepada para muridnya agar terus berbakti kepada orang tua. “Ajaran ini mengena banget, ini intinya banget tentang orang tua,” aku ibu tiga anak ini. Ia juga menceritakan bahwa putrinya yang sempat merasa kurang pergaulan saat remajanya, kini setelah menempuh pendidikan tinggi dan bergabung dengan Tzu Ching telah mengalami perubahan dan lebih percaya diri. “ (dulu) Ia kayaknya bergaulnya agak malu-malu. Sekarang sudah kuliah, sudah kerja, sudah ikut Tzu Ching sekarang sudah bergaul dengan baik,” pungkasnya.

Selain Lilyana, Tonny juga mengungkapkan kesannya usai melihat pementasan ini. “Acaranya bagus, menumbuhkan rasa hormat kita terhadap orang tua. Paling tidak setiap orang yang menyaksikan acara ini bisa terinspirasi atau punya gambaran jelas bagaimana cara kita bersikap terhadap orang-orang yang kita kasihi, terutama kedua orang tua kita,” ungkap Tonny. Seperti yang diungkapkan Lilyana, Tonny juga mengaku bahwa kegiatan semacam ini memiliki peranan penting bagi pemeran maupun orang yang menyaksikannya.

Tonny (kanan) mengaku bahwa kegiatan semacam ini memiliki peranan penting bagi pemeran maupun orang yang menyaksikannya.

“Saya pikir ini (memahami Sutra Bakti Seorang Anak) penting sekali. Ada juga satu kalimat jika berbakti kepada orang tua itu tidak bisa ditunda, saya sangat setuju sekali dengan kalimat itu. Selagi masih ada waktu untuk berbakti, tunjukkanlah dalam wujud nyata, jangan menunda sampai hari esok, karena waktu tidak bisa kembali dan kita tidak tahu besok apakah ketidakkekalan yang akan tiba lebih dulu (terjadi),” ucap pria yang tinggal di Karang Tengah, Tangerang ini. Tonny mengetahui kegiatan ini dari adiknya, Andy yang merupakan salah satu penyelam Dharma Sutra Bakti Seorang Anak. Ia yang datang bersama keluarganya dalam acara ini sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh muda-mudi Tzu Chi. “Kalau anak muda terlibat di komunitas yang bagus pasti perilaku mereka akan terbangun secara positif,” ujarnya.


Artikel Terkait

Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -