Meraih Kemuliaan Dengan Berbakti
Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo ARasa haru dan bahagia menyelimuti kegiatan Kamp
Anak Teratai Tzu Chi 2018. Lita pun tak segan-segan memeluk anak laki-lakinya,
Iqbal.
Sesekali M. Iqbal. V.D (14) atau yang akrab disapa Iqbal memandang ibundanya Lita Lestari (48) saat menceritakan pengalamannya kepada tim redaksi setelah mengikuti Kamp Anak Teratai Tzu Chi 2018 selama dua hari (7-8 Juli 2018) di ruang Gan En Lou, Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Pada sesi renungan malam dalam kegiatan tersebut, hatinya pun tersentuh mengingat jasa orang tuanya.
“Senang, ada pengalaman baru, ada teman baru, kita pasti ada pengalaman lebih disiplin. Jauh dari orang tua jadi ada rasa kangen juga. Apalagi pas lagi renungan malam, sampai mau nangis tapi saya tahan, pas mau tidur baru nangis inget mama,” ujarnya.
Iqbal sendiri baru pertama kali mengikuti Kamp Anak Teratai Tzu Chi pada tahun 2018 ini bersama adiknya, Suci Ramadhani (12). Mereka berdua merupakan anak asuh Tzu Chi dari wilayah He Qi Barat yang berjodoh dengan Tzu Chi pada tahun 2014. Lita mengasuh sendiri Iqbal, Suci, dan Dini Anggreini (kakak tertua keduanya) sejak tahun 2004, Ayah mereka terkena serangan jantung dan meninggal dunia pada tahun 2004 silam.
Merendahkan hati untuk memberikan persembahan
kepada orang tua, begitu pula dengan Iqbal dan Suci saat melakukan persembahan Feng Cha.
Semenjak itu, Lita berjuang keras untuk menghidupi keluarganya karena anak-anaknya masih kecil saat itu. Berbagai pekerjaan seperti ojek, menjaga warung pun ia jalani untuk menanggung kebutuhan keluarga. Banyak hari-hari berat yang sudah mereka berempat lewati dalam menjalani kehidupan, terkadang mereka juga harus sangat berhemat untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Namun dibalik semua itu selalu saja ada bantuan yang tidak terduga untuk mereka. “Selalu ada saja orang yang terketuk hatinya, terkadang ada yang memberikan sembako dan hal-hal lainnya untuk kami,” cerita Lita.
Lita juga sangat mendukung kedua anaknya tersebut mengikuti kegiatan Kamp Anak Teratai Tzu Chi 2018. Terlebih lagi Suci, ia pun mendapatkan teman baru selama mengikuti kegiatan dua hari tersebut. “Pastinya ya senang, kita bisa bergaul dengan teman baru dan lebih disiplin,” ungkap siswi kelas 2 SMP tersebut.
Walaupun hanya memiliki seorang ibu, namun Iqbal dan Suci merasa bersyukur masih bisa berkumpul satu rumah. Mereka pun mencontohkan teman-teman dari Home Of Arzu yang ikut sharing dalam kegiatan kamp tersebut. “Sedih melihat mereka, harus jauh dari orang tua. Kalau mau kangen, mau kangen siapa? Mau curhat ke siapa? Nggak kebayang. Jadi bersyukur masih ada mama,” cerita Iqbal.
Dengan penuh rasa sayang sebagai sebuah
keluarga, Dini, Iqbal, Lita, dan Suci saling berpegangan tangan saat
menyanyikan lagu You Raise Me Up.
Rasa syukur ini juga ingin diteruskan Iqbal sebelum melanjutkan sekolahnya ke SMK Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. “Pokoknya mau bikin mama senang. Jadi mulai dari sekarang mungkin saya sudah harus belajar sebelum masuk SMK, ya salah satunya dengan memanfaatkan buku-buku bekas yang ada di Tzu Chi,” tandas anak yang bercita-cita jadi seorang akuntan ini.
Selama dua hari mengikuti kamp, para anak asuh juga diajak mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya mendidik budaya humanis. Pada hari terakhir kegiatan para orang tua juga diundang untuk ikut bergabung dalam kegiatan tersebut. Lita pun memenuhi undangan dan hadir ditemani oleh Dini, kakak Iqbal dan Suci.
Secangkir Teh yang Penuh Makna
Secangkir teh yang menjadi persembahan anak kepada
orang tuanya dalam Kamp Anak Teratai Tzu Chi 2018 ini menjadi simbol wujud
bakti anak kepada orang tua.
Di sela-sela kehadirannya memenuhi undangan bagi orang tua untuk hadir dalam Kamp Anak Teratai Tzu Chi 2018, Lita pun banyak bercerita tentang kehidupannya bersama anak-anaknya. Beberapa sesi dalam kegiatan tersebut membuatnya tidak bisa membendung air mata sebagai orang tua tunggal yang menghidupi dan membiayai anak-anaknya.
“Saya sih bersyukur saja, memang kadang-kadang ada rasa lelah dan putus asa, karena tidak bisa membahagiakan lebih. Tapi setelah saya renungkan lebih jauh ya harus disyukuri saja kehidupan ini,” ceria Lita dalam menjalani hari-harinya bersama anak-anak.
Untuk menyemangati anak-anaknya bersekolah, tidak henti-hentinya Lita memberikan wejangan bagi ketiganya. “Jika bicara masalah sekolah, kadang-kadang saya bisa gemetar. Suka ngebatin bisa enggak saya? Sanggup enggak saya membiayai? Seperti itu,” jelas Lita. “Sering kali saya ingatkan anak-anak bahwa dengan keadaan keluarga maka uang sekolah harus sepadan dengan nilai, kalau turun nilainya ya harus koreksi diri sendiri karena saya kerja dari pagi sampai sore,” imbuhnya.
Semenjak berjodoh dengan Tzu Chi, Lita bersama anak-anaknya menjadi lebih memperhatikan lingkungan. Banyak hal positif yang diserap dari Tzu Chi. “Walaupun tidak bisa membantu jadi relawan, tapi saya tetap memilah barang daur ulang di rumah sama anak-anak untuk diserahkan ke depo,” pungkas wanita yang mengontrak rumah di Kosambi Baru, Jakarta Barat tersebut.
Persembahan teh kepada orang tua pada saat Kamp Anak Teratai Tzu Chi juga menjadi satu momentum yang tak terlupakan untuk Lita Lestari. Ingatannya langsung kembali kepada mendiang ibunya yang telah tiada. “Jika saya mengenal Tzu Chi lebih awal, mungkin saya akan melakukan hal yang sama untuk ibu saya,” ungkapnya sambil berkaca-kaca.