Penyakit tuberkulosis (TB) tulang menyerang Handreas yang masih berusia 21 tahun. Anak bungsu dari empat bersaudara ini tadinya baru semester dua di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. Handreas kini lumpuh, kedua kakinya tertekuk kaku, tulang pahanya mengecil karena keropos. Handreas yang dulu gemuk kini kurus kering dan hanya terbaring di kasur.
“Saat perpisahan SD itu sudah merasa sakit. Cuma waktu SMP, baru cek ke Rumah Sakit Fatmawati. Sebelumnya pernah ke Puskesmas juga tapi tak dapat jawaban apa-apa. Di Fatmawati juga dibilang tidak ada penyakit,” kata Handreas di rumahnya siang itu.
Handreas, salah satu penerima bantuan Tzu Chi yang mengalami sakit TB tulang.
Mulanya, saat bangun tidur tiba-tiba telapak kakinya sakit seperti menginjak duri, sangat-sangat sakit. Di hari-hari berikutnya rasa sakit itu juga kerap berpindah, kadang di telapak kaki, lutut, lengan kanan, lengan kiri, dan kadang di punggung.
Saat Handreas SMP sampai kuliah, ia minum obat nyeri yang didapat dari tukang jamu gendong yang rutin datang ke rumah. Saat minum obat itu nyeri hilang, namun kalau absen minum, nyeri datang lagi.
Handreas menunjukkan foto-fotonya sebelum lumpuh.
Sampai akhirnya dokter di Puskesmas memberitahunya jangan minum obat tersebut karena ada kandungan berbahaya yang bisa menyebakan tulang keropos. Akhirnya ia ganti obat dari dokter. Hal yang sama, jika sekali saja tidak mengonsumsinya, nyeri itu datang lagi.
“Waktu itu semester 2, tinggal naik ke semester 3. Terakhir itu UAS itu dituntun teman. Abis naik motor, sampai parkiran sudah dituntun teman,” terang Handreas awal mula ia lumpuh.
Setelah lumpuh itulah, Handreas baru tahu jika ia menderita tuberkulosis tulang. Setelah sebelumnya Handreas berobat ke RS Fatmawati dan RSCM namun tak kunjung diketahui penyakitnya, keluarganya membawanya ke pengobatan alternatif, tetap tak ada kemajuan. Lalu ia mencoba periksa ke RS Permata Pamulang, di sinilah baru terkuak.
Di Rumah Sakit Permata, ia di-rontgen dan cek darah. Dokter yang menangani kebetulan juga praktik di RS Medika yang kemudian Handreas dirujuk ke sana untuk CT-Scan. Handreas juga dirujuk kembali ke RS Fatmawati untuk melakukan MRI, yakni pemeriksaan organ tubuh dengan menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio.
Ternyata Handreas terserang TB Tulang, penyakit infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang tulang dan sendi. Bakteri penyebab TBC memang kebanyakan menyerang paru-paru, tapi tak menutup kemungkinann menyebar ke bagian tubuh lainnya termasuk tulang.
Kondisi Keluarga yang Pas-pasan dan Bantuan dari Tzu Chi
Handreas (dua dari kiri) bersama teman-temannya kala itu. Handreas sendiri anak yang ramah dan sopan. Hingga kini teman-temannya masih terus menyemangati dan menjenguknya.
Sebelum Handreas sakit, sang ibu mencari nafkah sebagai tukang cuci gosok. Namun setelah Handreas sakit, mau tak mau ia fokus merawat Handreas. Ayahnya seorang satpam yang kemudian tak lagi bekerja setelah serangan jantung. Keluarga ini pun bergantung pada penghasilan anak mereka yang ketiga.
Bagi orang tuanya, Handreas adalah anak baik yang berusaha mandiri. Untuk bisa kuliah, Handreas bekerja sebagai pengemudi ojek online.
“Saya sayang semua anak-anak saya, tapi kenapa Handreas yang masih muda yang sakit,” kata Elih Shabet tersedu-sedu.
Tadinya kaki Handreas masih bisa ditekuk sehingga untuk pergi ke rumah sakit bisa memesan Gocar atau Grabcar yang harganya lebih terjangkau. Nyatanya kondisi kaki Handreas memburuk. Karena itu untuk ke rumah sakit harus menyewa ambulan yang ongkosnya 500.000 rupiah pulang dan pergi. Biaya yang sangat berat bagi keluarga ini.
Handreas saat duduk di bangku SMK jurusan akuntansi. Di Universitas Pamulang kala itu, ia juga mengambil jurusan akuntansi. Kalau sembuh nanti, Handreas ini lanjut kuliah dan mengganti jurusan di Teknik Informatika.
Dari tayangan DAAI TV lah, keluarga ini kemudian mengajukan bantuan ke Tzu Chi pada Maret 2021. Sekitar sepekan, beberapa relawan Tzu Chi Tangerang melakukan survei ke rumah keluarga ini di Kelurahan Pondok Benda, Pamulang.
Melihat kondisi Handreas yang memang sangat butuh bantuan, permohonan tersebut disetujui. Bahkan Tzu Chi Tangerang langsung meminjamkan ranjang rumah sakit untuk Handreas.
“Saya bersyukur karena waktu Handreas ngomong butuh ranjang, itu pun ranjangnya langsung datang. Saya bersyukur banget karena dengan ranjang yang biasa, Andreas nggak bisa keluar masuk. Jadi saya benar-benar bersyukur ternyata masih ada orang yang baik,” ujar Elih Shabet yang masih tak dapat menahan air matanya.
Mengambil Reimburse ke Kantor Tzu Chi Tangerang
Orang tua Handreas saat mengambil reimburse bantuan anaknya. Rita Malia turut berdoa agar kondisi Handreas dapat membaik dan segera sembuh.
Pagi itu, Senin 3 Mei 2021 di Kantor Tzu Chi Tangerang. Rita Malia, relawan Tzu Chi tampak sibuk melayani beberapa Gan En Hu atau penerima bantuan Tzu Chi jangka panjang. Salah satunya ayah dan ibu Handreas.
Ini adalah bulan kedua Handreas menerima bantuan dari Tzu Chi. Ibu Handreas menyerahkan beberapa lembar kuitansi sewa ambulan. Rata-rata dalam sebulan, Handreas dua kali menyewa ambulan untuk kontrol ke rumah sakit. Rita lalu menghitung uang yang lalu diberikan kepada ibu Handreas dengan rasa hormat.
“Saya bersyukur dapat bantuan karena kami pas-pasan, trus Handreas sakit parah, pas ke rumah sakit bingung untuk sewa ambulan,” ujar Elih Shabet. Kedua orang tua ini juga menceritakan kepada Rita kondisi terbaru anaknya.
Di Tzu Chi Tangerang, banyak pasien TB tulang yang dibantu. Namun Handreas agaknya paling parah karena sakitnya baru diketahui saat ia sudah lumpuh.
“Untuk ke depannya, harapan kami yang terbaik untuk Handreas, semoga ada jalan yang terbaik, karena selama ini orang tuanya tetap menjalankan pengobatan,” tutur Rita Malia.
“Saya lihat memang orang tuanya sangat gigih berjuang untuk kesembuhan Handreas,” tambahnya.
Dukungan Orang Tua Bagi Handreas
Kedua orang tua sangat menyayangi Handreas.
Kasih sayang orang tua kepada anak memang tiada bandingnya. Hal itu dirasakan benar oleh Handreas. Orang tuanya begitu sabar dan sangat penyayang. Elih Shabet tak pernah tega berjauhan dari Handreas karena sang bungsu ini hanya bisa terbaring dan sangat bergantung padanya.
“Sebenarnya susah berkata-kata. Bagi saya orang tua itu memang benar-benar kasihnya tiada batas. Selalu sabar, walaupun kadang saya kalau sakit itu suka banyak mengeluh tapi mereka itu tetap sabar ngurusin saya. Salut, berterima kasih banget,” ujar Handreas.
Handreas sendiri terus semangat dan optimis bisa sembuh. Ia ingin melanjutkan kuliahnya lalu bekerja membahagiakan keluarganya.
“Saya percaya kalau Tuhan kasih rintangan, tidak mungkin umatnya tidak bisa lewati itu semua. Saya yakin saya pasti bisa melewati semua ini,” kata Handreas.
Tindakan operasi yang mungkin akan dilakukan ke depan adalah pada lututnya. Operasi pada tulang paha tidak dilakukan karena sudah terlalu keropos.
“Saya percaya kuasa Tuhan lebih dahsyat. Karena apapun juga kita nafas juga Tuhan yang beri, jadi saya serahin semua ke tangan Tuhan. Kalau memang Tuhan mau menyembuhkan, dengan mudah dia jalani apa yang Tuhan rencanakan. Tapi kalau memang kehendak Tuhan beda, ya kita harus pasrah,” kata sang ibu menyahut.
Tampak luar, rumah yang ditempati keluarga Handreas.
Selain dukungan dari orang tua, Handreas juga bersyukur bisa tahu tentang Tzu Chi dan kemudian mendapatkan bantuan dari Tzu Chi.
“Banyak-banyak terima kasih sama Tzu Chi, karena apa yang kita butuhkan disediakan oleh Tzu Chi,” tuturnya.
Handreas sangat terkesan dengan keramahan para relawan Tzu Chi, terutama saat mengantarkan bantuan ranjang.
“Ramah, ramah banget. Waktu itu sampai bantuin mengangkat saya, kan saya pindah dari ranjang biasa ke ranjang ini. Terlihat baik banget, hati-hati banget, cara bicaranya juga ramah, enak didengar,” kata Handreas.
Editor: Arimami Suryo A.