Dialog Lintas Iman bertajuk Harmoni dalam Keberagaman mengundang empat narasumber: (dari kiri ke kanan) Bhante Dhirapunno (Rohaniawan Buddha), Pst. Aloysius Wahyu Endro Suseno (Rohaniawan Katolik), Abu Marlo (Motivator Islam), serta Hong Tjhin (Relawan Tzu Chi) sebagai pengisi talkshow.
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan keberagaman. Dari Sabang hingga Merauke, masyarakatnya hidup dengan berbagai latar belakang suku, budaya, hingga agama. Namun, kadang keberagaman ini menjadi hal yang dibeda-bedakan, padahal itulah kekuatan terbesar bangsa Indonesia. Perbedaan bukanlah penghalang, melainkan jembatan yang dapat menghubungkan dan mempererat persaudaraan. Dalam semangat inilah, sebuah dialog lintas iman diselenggarakan oleh DAAI TV Indonesia, dimana menjadi wadah bagi para tokoh agama untuk merayakan perbedaan dan menggaungkan pesan toleransi serta persatuan.
Dibalut nuansa Ramadan yang kental, Dialog Lintas Iman bertajuk Harmoni dalam Keberagaman yang diadakan pada Sabtu 15 Maret 2025 ini mengundang Menteri Agama RI Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA untuk memberikan opening speech, kemudian ada pula Abu Marlo (Motivator Islam), Pst. Aloysius Wahyu Endro Suseno (Rohaniawan Katolik), Bhante Dhirapunno (Rohaniawan Buddha), serta Hong Tjhin (Relawan Tzu Chi) sebagai pengisi talkshow. Mereka berbagi pandangan tentang bagaimana agama seharusnya menjadi perekat yang mempererat hubungan antarumat, bukan sebagai pembatas yang memisahkan.
Lukisan Indah Bernama Indonesia
Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., dalam sambutannya menekankan pentingnya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. “Perbedaan itu adalah rahmat Tuhan. Mari kita sama-sama memeliharanya,” ujarnya Prof. Nasaruddin.
Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa kerukunan adalah modal yang lebih berharga dibandingkan kekayaan alam. Indonesia bisa memiliki sumber daya berlimpah, tetapi tanpa kerukunan, semuanya tidak akan berarti. Oleh karena itu, persatuan harus menjadi prioritas utama dalam menjaga keutuhan bangsa. Mulai dari lini terkecil masyarakat, yakni keluarga, sekolah, hingga tokoh-tokoh agama, masing-masing memiliki peran penting dalam merajut persaudaraan, karena merekalah yang bisa menanamkan nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat yang beragam.
Menteri Agama RI Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA untuk memberikan opening speech di acara Dialog Lintas Iman bertajuk Harmoni dalam Keberagaman.
Menteri Nasaruddin juga menyoroti bahwa perbedaan agama sering kali menjadi pemicu konflik yang sulit diurai. “Padahal kalau kita sadar, dalam hati nurani kita masing-masing, antar satu agama dengan yang lain sebetulnya lebih mudah dicari titik temunya daripada perbedaannya. Lebih gampang kita mencari pertemuan antara satu agama dengan agama lain daripada perbedaannya,” papar Prof. Nasaruddin.
Semua agama mengajarkan kebaikan, lanjut Prof. Nasaruddin, menolak kejahatan, dan mendorong manusia untuk hidup harmonis. Sehingga, beliau berpesan, alih-alih memperuncing perbedaan, lebih baik kita fokus pada titik temu yang bisa mempererat kebersamaan. Dengan cara inilah, Indonesia bisa tetap damai dalam keberagaman. Semua agama memiliki kesamaan dalam mengajarkan cinta dan kebaikan. "Mengapa kita harus mencari perbedaan, jika kita bisa menemukan persamaan?"
"Indonesia ini adalah lukisan Tuhan paling cantik di muka bumi ini. Jangan ada yang mengacak-acak Indonesia," tutur Prof Nasaruddin. “Tidak indah sebuah lukisan sekalipun dibingkai emas, kalau itu hanya putih seragam. Indahnya sebuah lukisan manakala lukisannya penuh warna, seperti batik, cantik, sekalipun bingkainya hanya kayu. Karena intinya, lukisan adalah keindahan dalam bingkai itu,” lanjutnya.
Dialog Hangat Penuh Pesan Keberagaman
Dalam talkshow ini, keempat pembicara tampak begitu antusias menyampaikan pemahaman mereka mengenai toleransi dan keberagaman. Dengan semangat yang terpancar dari ekspresi dan gestur mereka, setiap pembicara membagikan perspektifnya sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Abu Marlo misalnya, dengan gaya bicaranya yang lugas dan inspiratif, ia menekankan pentingnya persaudaraan sebagai benteng pertahanan bangsa. Ia mengajak audiens untuk melihat nilai-nilai kebaikan dalam setiap ajaran, tanpa terjebak pada perbedaan yang justru dapat memecah belah. "Benteng pertahanan terakhir negara kita adalah persaudaraan,” katanya, “saat persaudaraan hilang, maka benteng itu pun akan retak dan hancur."
Para audiens yang terdiri dari berbagai lini masyarakat, seperti para santi, siswa sekolah, undangan, serta masyarakat umum memadati International Hall (Guo Yi Ting) lt. 3 Aula Jing Si, Sabtu (15 Maret 2025).
Kang Abu juga mengutip perkataan Imam Ali, "Undzur ma qoola, wa la tandzur man qoola - jangan lihat siapa yang berbicara, tapi lihat apa yang dibicarakan." Dari sini ia mengajak audiens untuk mengingat pentingnya menghargai hikmah dan pelajaran dari siapa pun, tanpa memandang latar belakang agamanya.
Sementara itu Pst. Aloysius Wahyu Endro Suseno menampilkan ketenangan khas seorang pemuka agama Katolik. Dengan nada bicara yang lembut namun penuh semangat, ia menegaskan bahwa Tuhan menghendaki persatuan di tengah perbedaan, bukan perpecahan. Ia juga menambahkan bahwa iman seharusnya menjadi alat pemersatu, bukan pemisah. “Kalau Iblis punya 1001 cara untuk menghancurkan kita dalam perbedaan. Tapi percayalah, apapun iman Anda, apapun keyakinan Anda, Allah Yang Maha Kuasa yang kita imani, setidaknya punya 1002 cara untuk tetap menjaga kita dalam kesatuan,” ucapnya.
Bhante Dhirapunno, dengan bijaksana namun penuh canda, mengajak peserta untuk memahami perbedaan sebagai sesuatu yang perlu dihormati, bukan dihindari. Dengan nada yang menghibur, beliau menekankan bahwa semua ajaran agama pada dasarnya mendorong manusia untuk hidup harmonis dan saling menghormati. "Ketika kita hanya mencari persamaan tanpa memahami perbedaan, kita akan lebih mudah menyinggung perasaan orang lain," katanya. Inilah hal yang beliau tekankan, bahwa toleransi bukan sekadar menerima kesamaan, tetapi juga menghargai keberagaman dengan hati yang terbuka.
Melengkapi pesan narasumber lainnya, Hong Tjhin sebagai perwakilan Tzu Chi menyoroti pentingnya tindakan nyata dalam membangun toleransi. Dengan suara penuh semangat, ia menekankan bahwa sekadar berbicara tentang toleransi tidaklah cukup, kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari kepedulian terhadap lingkungan hingga kepedulian terhadap sesama, semua itu merupakan perwujudan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan dalam berbagai agama.
“Saya rasa apa yang telah kita bicarakan ini menjadi modal penting sebagai langkah pertama. Tentunya, kita juga perlu melanjutkan ke langkah kedua, yaitu bagaimana kita bisa bergotong-royong. Tidak mempermasalahkan agamanya apa, tetapi apakah kita mempraktikkan agama kita masing-masing dan bagaimana kita bisa bekerja sama dengan agama dan keyakinan yang lain,” ajaknya.
DAAI TV Menggaungkan Pesan Toleransi
Mika Wulan, PR Manager DAAI TV Indonesia, sungguh bersyukur acara ini bisa diadakan dan berlangsung lancar. Pasalnya, menurutnya acara ini bukan sekadar diskusi, tetapi juga sebuah pesan bahwa keberagaman itu milik semua masyarakat, seperti Idul Fitri yang sudah menjadi momen kebersamaan bagi semua umat. "Kami ingin semua masyarakat Indonesia bisa turut merayakan Idul Fitri dalam keberagaman. Seperti kata Prof. Nasar, bahwa semua agama itu mengajarkan cinta, hanya penyebutannya yang berbeda-beda."
Mika Wulan (kiri), PR Manager DAAI TV Indonesia, merasa bersyukur karena acara yang menyampaikan pesan bahwa keberagaman adalah milik semua masyarakat serta menyebarkan pesan toleransi dan keberagaman ini, bisa berlangsung lancar.
Mika menjelaskan bahwa latar belakang pengadaan acara ini adalah komitmen DAAI TV dalam menyebarkan pesan toleransi dan keberagaman. Ia menyebutkan bahwa acara serupa sebenarnya pernah diadakan bertahun-tahun lalu dengan fokus pada media kemanusiaan. Setelah vakum beberapa waktu, DAAI TV ingin kembali menggaungkan nilai-nilai toleransi, terutama saat perayaan-perayaan besar.
“Kami melihat bahwa kini banyak perayaan agama yang juga dirayakan oleh masyarakat luas, seakan sudah menyerap dan menjadi budaya bersama. Sebut saja Imlek atau Natal yang membawa kebahagiaan kepada kita semua. Kita ikut tukar kado, kita ikut bagi angpao, bahkan buka bersama pun yang paling semangat ajak itu teman-teman yang malah tidak berpuasa yang notabenenya non-muslim. Momen-momen seperti ini kan sangat hangat,” tuturnya. “Oleh karena itu, kami pun ingin Idul Fitri ini menjadi momentum bagi semua umat beragama untuk merayakan kebersamaan dalam keberagaman," imbuh sukacita.
Tolerasi Bersama untuk Menjaga Indonesia
Interaksi yang terjalin antara para pembicara tersebut menciptakan atmosfer diskusi yang penuh kehangatan. Dalam dialog ini juga tidak ada perdebatan yang mempertentangkan keyakinan, melainkan pembicaraan yang menggugah kesadaran akan pentingnya persaudaraan, tentu diselingi tawa dan canda. Keempat narasumber yang saling melengkapi, memberikan pemahaman bahwa meskipun mereka berasal dari latar belakang berbeda, tujuannya tetap sama: menciptakan dunia yang lebih damai dan penuh cinta kasih.
Seperti pesan Bhante Dhirapunno, "Cinta untuk siapa pun, kebencian tidak untuk siapa pun." Jika prinsip ini dipegang, maka Indonesia akan tetap menjadi rumah bagi semua warganya, dalam penuh kedamaian dan kebersamaan.
Berbagai pengisi acara, termasuk diantaranya para santri dari Pesantren Nurul Iman Parung Bogor dan relawan Tzu Chi berkesempatan menampilkan isyarat tangan lagu Satu Keluarga.
Sebagai penutup, dialog lintas iman ini menegaskan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan anugerah yang memperkaya kehidupan bersama. Setiap narasumber menekankan pentingnya menanamkan toleransi dan cinta kasih sebagai fondasi dalam menjaga harmoni di tengah masyarakat yang beragam. Dengan merayakan persamaan dan menghargai perbedaan, Indonesia dapat terus menjadi negara yang damai dan bersatu.
Bagi pemirsa DAAI dan Sahabat DAAI TV, jangan lewatkan perbincangan inspiratif ini secara lengkap yang akan disiarakan di DAAI TV dan Live Streaming di DAAI+, tepat pada Hari Raya Idul Fitri 2025, Pkl 19.00 WIB. Mari bersama-sama membangun bangsa yang penuh kasih, menjadikan keberagaman sebagai kekuatan, dan mewujudkan Indonesia yang lebih harmonis.
Editor: Arimami Suryo A.