Mereka Tahu dari Media

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Sekitar 120 peserta Sosialisasi Calon Relawan Tzu Chi ikut memperagakan bahasa isyarat tangan 'Satu Keluarga', sebagai salah satu bentuk pembelajaran Budaya Kemanusiaan Tzu Chi.

Banyak peserta yang datang mengaku mengetahui informasi kegiatan sosialisasi calon relawan Tzu Chi ini dari DAAI TV, relawan Tzu Chi, dan juga website.

Benarkah peran media—cetak, elektronik maupun internet—sangat besar sebagai sarana penyebar informasi? Jawabannya adalah ya. Bukan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang memanfaatkan ketiga media ini untuk mengembangkan usahanya, tapi juga organisasi dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya, termasuk Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dari sinilah bisa dilihat betapa besarnya kekuatan media untuk mempengaruhi seseorang.

Sekitar 120 peserta yang hadir dalam acara Sosialisasi Calon Relawan Tzu Chi, hampir sebagian besar memperoleh informasi kegiatan ini dari siaran DAAI TV, website, ataupun dari relawan Tzu Chi. Apapun medianya, yang pasti mereka menjadi orang yang beruntung karena terbawa arus yang positif untuk mengenal lebih dalam tentang Tzu Chi.

Mencari Ketenangan Batin
Bagi Faldi Tejiona, yang mendorong langkah kakinya menuju kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia semua dilaluinya secara kebetulan. Sejujurnya, pria yang masih melajang ini sedang menghadapi masalah dengan kekasihnya yang kini tinggal jauh di Belanda. Meski masih terus berkomunikasi, namun Faldi merasa batinnya tidak tenang, selalu diliputi kerisauan. “Akhirnya saya berusaha mencari aktivitas untuk menenangkan hati saya,” terang Faldi. Bekerja dan melanjutkan S2-nya di salah satu kampus ternama di Jakarta ternyata masih belum cukup untuk bisa melupakan masalah yang dihadapinya.

Di saat pencarian itulah, karyawan salah satu bank swasta nasional ini menemukan channel DAAI TV dan tertarik dengan acara dan kegiatan-kegiatan Tzu Chi. “Tapi waktu itu saya nggak tahu apa bisa jadi volunteer atau nggak,” aku Faldi. Suatu ketika, Faldi mengunjungi warung internet (warnet) di dekat tempat kosnya di daerah Margonda, Depok. Ketika itulah ingatannya tentang Tzu Chi kembali muncul, dan membuatnya mencari informasi tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di website, dan ketemu alamat www.tzuchi.or.id. “Saya baca-baca artikelnya, ternyata memang bisa dan saya tertarik. Kebetulan dan pas sekali, hari Jumat saya telepon dan diberitahu jika Sabtu ada acara ini,” kata Faldi.

foto  foto

Ket : - Like, relawan Tzu Chi, sedang menjelaskan konsep '4 in 1' kepada para calon relawan. Dengan konsep ini,
           calon relawan bisa menentukan di wilayah mana mereka bergabung sesuai dengan tempat tinggal mereka.
           (kiri)
         - "Gan en" (terima kasih yang mendalam). Para calon relawan secara bersama-sama mengacungkan ibu jari
           mereka mengikuti relawan Tzu Chi, Agus Hartono. Selain itu, panggilan Shi Xiong (kakak laki-laki) dan Shi Jie
           (kakak perempuan) pun menjadi akrab di telinga mereka. (kanan)

Setelah mengikuti acara pengenalan Tzu Chi, Faldi mengaku kini bebannya lebih ringan. Selain batinnya lebih tenang, Faldi juga berharap dengan mengikuti aktivitas sosial, ia bisa semakin menumbuhkan kepedulian kepada sesama. “Saya senang ikut kegiatan sosial, karena saya dulunya juga ‘susah’,” aku Faldi. Setelah mengenal dan mengetahui lebih jauh tentang Tzu Chi, langkahnya pun semakin mantap untuk bergabung sebagai relawan. “Saya tidak khawatir dengan banyaknya aturan atau tata cara di Tzu Chi. Aturannya positif dan membuat kita makin disiplin.”

Di saat yang sama, meski sedang menghadapi masalah pribadi, Faldi tetap berprinsip untuk tidak merepotkan orang lain. “Saya yakin setiap manusia pasti memiliki masalah juga, dan setiap manusia membutuhkan bantuan juga. Tapi jika punya keyakinan, kita jangan sekadar mengharapkan bantuan, tetapi apakah kita juga dapat memberikan bantuan kepada orang lain,” tegas Faldi.

Senada dengan Faldi, Amin Kartawijaya, pria yang tinggal di Tangerang ini sebelumnya sama sekali tidak mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, hingga suatu ketika tanpa sengaja tangannya mencari channel-channel TV baru dan berhenti di kanal 59 UHF, frekuensi DAAI TV Indonesia. “Saya terinspirasi dari berbagai acara yang ditayangkan DAAI TV yang sangat menyentuh perasaan hati saya. Maka dari itu, saya berniat untuk belajar dan bergabung sebagai relawan Tzu Chi,” kata Amin.

Pria yang sehari-hari bekerja di perusahaan swasta nasional ini merasa tidak asing meski baru pertama kali memasuki kantor dan lingkungan relawan Tzu Chi. Tekadnya pun makin bulat setelah mengetahui prinsip Tzu Chi yang lintas agama, ras, dan golongan. “Ini perlu kita dukung, karena jika ingin berbuat sesuatu yang cukup besar, tentu butuh dukungan dari saudara ataupun teman. Karena itu, prinsip Tzu Chi yang memperlakukan semua sebagai bagian dari ‘satu keluarga’ itu sangat tepat,” terang Amin. Peraturan dan tata cara yang diterapkan di Tzu Chi pun sekali lagi tak menyurutkan niatnya. “Kalau untuk berbuat baik itu tidak ada yang berat,” katanya.

foto  foto

Ket : - Faldi Tejiona, seusai acara sosialisasi, karyawan salah satu bank swasta nasional ini pun makin tertarik
           untuk bergabung sebagai relawan Tzu Chi dengan membeli kaus seragam relawan berwarna abu-abu. (kiri)
         - Minat dan animo peserta Sosialisasi Calon Relawan Tzu Chi cukup besar. Ini terlihat dari banyaknya peserta
           yang membeli kaos atau seragam relawan Tzu Chi. (kanan)

Tzu Chi Terbuka untuk Semua
Sabtu, 5 April 2008, bertempat di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, ITC Mangga Dua Jakarta, diadakan Sosialisasi Calon Relawan Tzu Chi. Sekitar 120 orang mengikuti dengan tertib dan interaktif, acara demi acara yang berlangsung hampir 2 jam lebih ini. Dimulai dengan tayangan video dokumenter tentang Tzu Chi, sejarah berdirinya Tzu Chi hingga prinsip dan aturan yang berlaku bagi relawan Tzu Chi di seluruh dunia.

Dalam acara itu, para peserta juga mendapatkan pemahaman tentang prinsip Yayasan Buddha Tzu Chi yang lintas agama, ras, dan golongan serta tanpa memandang status sosial di masyarakat. “Yayasan Tzu Chi adalah murni kemanusiaan, meski pada dasarnya adalah ajaran Buddha, tapi ajaran Buddha tidak pernah meminta orang untuk masuk agama Buddha. Karena inti dari ajaran Buddha adalah: ‘tidak berbuat jahat, amalkan perbuatan baik, dan sucikan hati serta pikiran’. Jika disatukan hampir sama artinya dengan Tzu Chi, yang berarti memberi kebahagiaan dengan cinta kasih,” kata Agus Hartono, pembawa acara, menutup kegiatan siang itu.

Upaya menjaring minat para calon relawan Tzu Chi hari itu tampaknya cukup berhasil, salah satunya adalah Faldi Tejiona dan Amin Kartawijaya. Ini juga terlihat dari animo para peserta yang merubungi counter penjualan kaos abu-abu relawan Tzu Chi. Sebuah langkah awal yang baik dan upaya yang harus terus-menerus dilakukan untuk semakin membuat panjang barisan relawan Tzu Chi di Indonesia.

 

Artikel Terkait

Berbagi Kebahagiaan dengan Penerima Bantuan

Berbagi Kebahagiaan dengan Penerima Bantuan

18 November 2015 Tzu Chi Sinarmas (Region Kalimantan Timur) memanfaatkan waktu yang segar tersebut untuk melakukan kunjungan kasih kepada salah satu pasien penerima bantuan Tzu Chi. Dengan berbekal sembako dan kebutuhan pokok lainnya, relawan dengan mantap menuju rumah Jong Bung di Desa Nehas Liah Bing, Samarinda, Kalimantan Timur.
Melindungi Bumi dengan Bervegetarian

Melindungi Bumi dengan Bervegetarian

23 Juni 2009 Pelestarian lingkungan merupakan isu yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Mulai dari kalangan akademisi, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan bahkan sampai ke tingkat RT dan RW. Masyarakat disadarkan akan pentingnya melestarikan lingkungan yang dimulai dari lingkup terkecil dulu, yakni dari diri kita sendiri dan keluarga.
Kekuatan Pendidikan dan Jalan Menuju Kesuksesan

Kekuatan Pendidikan dan Jalan Menuju Kesuksesan

24 Agustus 2018
Jing Si Talk yang digelar Tzu Chi Medan kali ini Senin, 13 Agustus 2018 menampilkan pembicara Ketua Badan Misi Pendidikan Tzu Chi yaitu CEO Tsai Ping Kun. Beliau mengupas tentang kekuatan pendidikan yang mencakup tiga hal yaitu; Cinta kasih sebagai inti, keteguhan sebagai prinsip, dan memberi kesempatan agar anak dapat mengembangkan potensinya.
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -